BAHAN AJAR : KEPEMIMPINAN (LEADERSHIP)
Oleh
Prof.Dr.Suhardi Mukhlis,M.Si
Lektor, NIDN/NIPY 10 110666 01/125 033 012
Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ( STISIPOL ) Raja Haji Tanjungpinang
BAB I
PENGERTIAN PEMIMPIN
DAN KEPEMIMPINAN
1.1. Pengertian Pemimpin (leader)
Kata “pemimpin” muncul tahun 1300, manakala kata
“kepemimpinan” tahun 1800 (selisih 500 tahun). Ada
banyak defenisi pemimpin, antara lain:
1.
Seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan
(khususnya disatu bidang), sehingga mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk
bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya satu atau
beberapa tujuan.
2.
Seorang yang memimpin dengan jalan memprakrasai tingkah
laku sosial dengan mengatur, mengarahkan, mengorganisir, atau mengontrol
usaha/upaya orang lain, atau melalui prestise, kekuasaan atau posisi (pengertian
luas). Seorang yang membimbing, memimpin dengan
bantuan kualitas-kualitas persuasifnya, dan akseptensi (penerimaan) secara
sukarela oleh pengikutnya (pengertian sempit) (oleh Henry Pratt Fairchild).
3.
Pemandu, penunjuk, penuntun, komandan (oleh John Gage
Allee).
4.
Kepala aktual dari organisasi partai di kota , dusun, atau sub-devisi-sub-devisi/bagian-bagian
lainnya (Aspek politis).
5.
Pribadi yang memiliki kecakapan khusus, dengan atau tanpa
pengangkatan resmi dapat mempengaruhi kelompok-kelompok yang dipimpinnya, untuk
melakukan usaha bersama mengarah pada pencapaian sasaran-sasaran tertentu
(kesimpulan) atau dengan kata lain sesungguhnya kepemimpinan bersumber dari
keunggulan manusia, dari segi kualitas.
6.
Pusat proses kelompok, kepribadian yang berakibat, seni
menciptakan kesepakatan, kemampuan mempengaruhi, bentuk bujukan, hubungan
kekuasaan, hasil interaksi, pemisahan peranan, awal struktur, dll (Glenn, 1992
menyimpulkan ada 350 defenisi).
7.
Apabila mendefenisikan kepemimpinan “sebagai proses
mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan tugas dari para
anggota kelompok, maka ditemukan 3 implikasi, yaitu kepemimpinan:
1.
Harus melibatkan orang lain (bawahan/pengikut),
2.
Mencakup distribusi kekuasaan yang tidak sama (antara
pemimpin dan anggota),
a. Kekuasaan imbalan (reward power) contoh manajer,
b. Kekuasaan paksaan (coersive power),
c. Kekuasaan sah (legitimate power), contoh pemimpin
formal
d. Kekuasaan referensi (referent power),
e. Kekuasaan ahli (expert power).
Catatan: semakin besar
sumber kekuasaan, semakin besar potensinya menjadi pemimpin yang efektip.
3.
Kemampuan untuk menggunakan berbagai bentuk kekuasaan untuk
mempengaruhi perilaku pengikut melalui sejumlah cara.
1.2. Pengertian Kepemimpinan.
Manakala defenisi kepemimpinan, antara lain:
1.
Proses dengan mana seorang agen menyebabkan bawahan
bertingkah laku menurut satu cara tertentu (Benis),
2.
Kegiatan mempengaruhi orang-orang agar mereka mau bekerja
sama untuk mencapai tujuan yang diinginkan (Odway Tead),
3.
Kegiatan mempengaruhi orang agar mereka suka berusaha
mencapai tujuan-tujuan kelompok (George R. Terry),
4.
Seni untuk mempengaruhi tingkah laku manusia, kemampuan
untuk membimbing orang (Howard H. Hoyt).
5.
Kepemimpinan dengan jalan memaksa kehendak sendiri kepada
khalayak ramai/kelompok (W. M. Conway).
6.
Merupakan penterjemah atau penampilan dari
khalayak/kelompok (the crowd exponent),
7.
Wakil atau utusan dari khalayak ramai (the crowd
representative),
8.
Kepemimpinan institusional/kelembagaan, kepemimpinan yang
dominant, dan kepemimpinan persuasive (F. C. Barlet),
9.
Kepemimpinan konservatif, kepemimpinan radikal,
kepemimpinan ilmiah (A. B. Wolfe),
10. Kepemimpinan bentuk
dominasi didasari kemampuan pribadi, yang sanggup mendorong atau mengajak orang
lain untuk berbuat sesuatu berdasarkan akseptansi/penerimaan oleh kelompoknya,
dan memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasi khusus (informal). Perkepalaan/headship atau pemimpin
institusional dikaitkan dengan kekuasaan formal.
11. Kepemimpinan adalah
kemampuan mempersuasi orang-orang untuk mencapai tujuan yang tegas dengan
gairah (leadership is the ability to persuade other to seek defined objectives
enthusiastically) oleh Kaith Davis.
1.3. Perbedaan Pemimpin dan Kepala/Manajer
Perbedaan antara pemimpin dengan
manajer atau kepala atau camat dapat dilihat daripada beberapa dimensi seperti
berikut:
No.
|
Dimensi
|
Pemimpin
|
Manajer/Kepala dll
|
01.
|
Orientasi
|
Inovasi
|
Stabilitas
|
02.
|
Kerja
Yulk, (1994)
|
Membuat orang agar setuju
mengenai bagaimana sesuatu itu harus dilakukan
|
Membuat orang agar melakukan
hal-hal secara lebih efisien,
|
Bennis dan Nanus (1985)
|
Melakukan sesuatu yang baik/benar
|
Melakukan sesuatu dengan baik/benar,
|
|
Zalesnik (1977)
|
Apa arti sesuatu itu bagi manusia
|
Bagaimana sesuatu itu harus
dilakukan,
|
|
03.
|
Fikiran
|
Global (garis besar)
|
Linear (langkah demi langkah
|
04.
|
Ukuran
|
Kualitas
|
Kuantitas
|
05.
|
Pendelegasian
|
otoritas
|
tanggung jawab
|
06.
|
Efisiensi dan efektivitas
|
Efektip terhadap pengikut
|
Efisien dengan sistem
|
07.
|
Kepengikutan
|
Mempunyai pengikut
|
Mempunyai pegawai
|
08.
|
Ruang gerak
|
Bergerak diantara paradigma
|
Bergerak dalam paradigma
|
09.
|
Misi
|
Menginspirasi komitmen kepada
misi
|
Mengorganisir orang dan sistem
untuk mencapai misi
|
10.
|
Aksi terhadap perubahan
|
Mengantisipasi perubahan
|
Bereaksi terhadap perubahan
|
11.
|
Berurusan
|
Inovasi/perubahan
|
ketatalaksanaan/ketertiban
|
12.
|
Usaha
|
Pengembangan
|
Menjaga/memelihara apa yang ada
dengan sebaik-baiknya
|
13.
|
Orientasi
|
Pada manusianya, non
formal/personal
|
Pada sistem/peraturan/formalitas
|
14.
|
Berkaitan dengan tugas
|
Jangka panjang dan strategi
|
Jangka pendek dan operasional
|
15.
|
Pertanyaan dalam melaksanakan
tugas
|
Apa yang harus dilakukan dan
mengapa harus melakukan hal tersebut
|
Bagaimana agar tugas dapat
dilaksanakan dengan baik
|
16.
|
Komitmen
|
Membangun komitmen
|
Menegakkan aturan
|
17.
|
Untuk menjamin terlaksananya
pekerjaan dengan baik
|
Dilakukan pemberdayaan
|
Dilakukan pengendalian (kontrol)
|
18.
|
Mengurusi
|
Perubahan
|
Kompleksitas
|
19.
|
Mengelola
|
Menetapkan arah yang dituju
(visi)
|
Membuat perencanaan dan menyusun
anggaran
|
20.
|
Permulaan tugas
|
Melakukan penyamaan pandangan
dari orang-orang mengenai tujuan/arah yang akan dicapai
|
Mengembangkan kapasitas untuk
merealisasikan rencana dengan mengorganisir dan menyusun staf.
|
BAB II
TEORI PEMIMPIN DAN KEPEMIMPINAN
Pada asanya teori
kepemimpinan dibagi dalam tiga aliran/pendekatan, yaitu: (1) teori sifat (thrait theory), (2) teori perilaku (behavior theory), dan (3) teori
situasional kontingensi.
2.1. Teori sifat (Thrait theory)
Teori ini berpandangan
bahawa seseorang yang dilahirkan sebagai pemimpin karena memiliki sifat-sifat
sebagai pemimpin (bakat bawaan turunan).
Asumsi
pemikiran bahawa keberhasilan seseorang pemimpin ditentukan oleh kualiti sifat
(karakteristik) tertentu yang dimiliki atau melekat dalam diri, sama ada
berhubungan dengan fisik, mentaliti, psikologis, personaliti dan intelektualiti. Teori ini tidak memungkiri bahwa sifat-sifat
kepemimpinan tidak seluruhnya dilahirkan, tetapi juga dicapai menerusi suatu proses
pendidikan dan pengalaman.
1. Energi jamaniah dan
mental (physical and nervous energy),
2. Kesedaran akan tujuan
dan arah (a sense of purpose and
drection),
3. Semangat, kegairahan,
kegembiraan yang besar (antusiasme/enthusiasm),
4. Keramahan dan kecintaan (friendliness and affection),
5. Keutuhan, kejujuran,
ketulusan hati (integritas/integrity),
6. Penguasaan teknis (technical mastery),
7. Ketegasan dalam mengambil
keputusan (kecisiveness),
8. Kecerdasan (intelligence),
9. Keterampilan mangajar (teaching skill),
10.
Kepercayaan (faith).
Manakala mengikut George
R. Terry pula ialah seperti berikut:
1.
Kekuatan,
2.
Stabiliti emosi,
3.
Pengetahuan tentang relasi insani,
4.
Kejujuran,
5.
Objektif,
6.
Dorongan pribadi,
7.
Keterampilan berkomunikasi,
8.
Kemampuan mengajar,
9.
Keterampilan sosial,
10.
Kecekapan teknis atau kecekapan manajerial,
Pendapat
lain ada yang mengatakan bahawa sifat-sifat pemimpin ialah seperti berikut:
1.
Terampil mengurus orang lain,
2.
Memiliki kepekaan,
3.
Inisiatif,
4.
Rangsangan emosional untuk
membela teman,
5.
Dewasa dalam pemikiran,
6.
Pandai membujuk dalam rayuan
yang menghanyutkan,
7.
Gampang berkomunikasi,
8.
Percaya diri untuk tampil di
depan umum,
9.
Kreatif dalam menemukan gagasan
baru,
10.
Mempunyai persepsi positif serta
jalan keluar setiap masalah,
11.
Selalu berpartisipasi dalam
setiap kegiatan orang lain.
12.
Biasanya terkesan sombong dan
terlalu mengatur (karena kepedulian pada lingkungan),
13.
Ringan tangan untuk membantu,
14.
Gaya berdiri tidak terlalu menunduk,
15.
Telunjuk sering diarahkan pada
hal-hal yang perlu dikerjakan orang lain,
16.
Teori sifat sering berangkat
dari fisik seseorang (contoh berbadan tinggi besar berbakat memimpin keamanan,
bersuara keras tepat untuk berorasi di depan umum),
17.
Taqwa, sehat, cakap, jujur,
tegas, setia, cerdik, berani, intelek, disiplin, manusiawi, bijaksana, energik,
percaya diri, berjiwa matang, bertindak adil, berkemauan keras, berinovasi,
berwawasan luas, komunikatif, daya nalar tajam, daya tanggap tajam, kreatif,
penuh tanggung jawab, dan sifat-sifat positif lainnya.
Teori sifat mempunyai
kelemahan atau kekurangan, iaitu:
1.
Tidak semua orang yang berbadan besar bersifat perkasa,
bahkan ada yang feminim, dan tidak semua mereka yang bersuara keras pintar
berpidato karena pemalu dan gagap,
2.
Tidak ada hubungan antara sifat kepemimpinan dengan tingkat
keberhasilan,
3.
Pemimpin bukan dilahirkan dengan sifat-sifat khususnya
tetapi dapat dibentuk melalui kebiasaan (alah bisa karena biasa).
2.1.
Teori perilaku (Behavior theory)
Kepemimpinan merupakan
interaksi pemimpin dengan pengukut, dan dalam interaksi tersebut pengikutlah
yang menganalisis dan mempersepsikan apakah menerima atau menolak pengaruh dari
pemimpinnya. Melahirkan dua orientasi
perilaku pemimpin, yaitu:
a.
Berorientasi tugas (task
orientation),
Mengutamakan
penyelesaian tugas, dan menampilkan gaya
kepemimpinan otokratis.
b.
Berorientasi pada orang (people
orientation).
Mengutamakan penciptaan
hubungan-hubungan manusiawi menampilkan gaya
kepemimpinan demokratis atau partisipatif.
Daripada dua orientasi
perilaku pemimpin inilah seterusnya melahirkan gaya-gaya kepemimpinan yang akan dijelaskan pada
sub-bab 1.4.
2.3. Teori situasional kontingensi (situational
kontingensi theory)
Kepemimpinan berkembang sesuai situasi dan keperluan. Hanya pemimpin yang mengetahui situasi dan keperluan
organisasilah yang dapat menjadi pemimpin yang efektip. Terdiri antara lain:
1.
Teori path goal oleh Evans (1970), House (1971),
Fulk & Windler (1982),
Teori ini berusaha
menjelaskan bagaimana perilaku seorang pemimpin mempengaruhi kepuasan dan
kinerja para bawahan. Berusaha
meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam segala situasi. Pemimpin yang efektip karena pengaruh motivasi
mereka yang positip, kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya. Terdapat dua dalil penting, yaitu:
a. Tingkah laku pemimpin
efektip sejauh mana bawahan mempersepsikan perilaku tersebut sebagai suatu
sumber kepuasan langsung atau sebagai sarana bagi kepuasan di masa mendatang.
b. Tingkah laku pemimpin
bersifat motivasional sejauhmana memberikan kepuasan dari kebutuhan bawahan
yang kontigen pada prestasi efektip dan melengkapi lingkungan bawahan dengan
memberikan bimbingan, kejelasan arah, dan penghargaan yang diperlukan untuk
prestasi efektip.
Menurut teori ini, ada empat
perilaku pemimpin yang berlangsung dalam setiap organisasi, yaitu:
i.
Supportive
leadership
(kepemimpinan yang mendukung),
Memberi perhatian kepada
keperluan bawahan, memperlihatkan perhatian terhadap kesejahteraan mereka dan
menciptakan suasana yang bersahabat dalam unit kerja mereka.
ii. Directive leadership (kepemimpinan yang instruktif),
Memberitahukan kepada
para bawahan apa yang diharapkan dari mereka, memberi pedoman yang spesifik,
meminta para bawahan untuk mengikuti peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur,
mengatur waktu, dan mengkoordinasikan pekerjaan mereka.
iii. Partisipative leadership (kepemimpinan
partisipatif),
Berkonsultasi dengan
bawahan dan memperhitungkan opini dan saran mereka.
iv. Achievement oriented leadership (kepemimpinan yang
berorientasi kepada keberhasilan.
Menetapkan tujuan-tujuan
yang menantang, mencari perbaikan dalam kinerja, menekankan kepada keunggulan
dalam kinerja, dan memperlihatkan kepercayaan bahwa para bawahan akan mencapai
standar yang tinggi (Yulk, 1994).
2.
Teori situasional (oleh Hersey dan Blanchard)
Hubungan antara seorang
manajer dan bawahan bergerak melalui empat tahap (daur hidup) sejalan dengan
perkembangan dan kematangan bawahan, dan para pemimpin perlu mengubah gaya kepemimpinannya
untuk disesuaikan dengan perkembangan setiap tahap:
1. Pase pertama
ciri-ciri: ketika bawahan pertama
kali memasuki organisasi, cocok gaya
yang sangat berorientasi pada tugas (beri instruksi mengenai tugas dan dibuat
terbiasa dengan peraturan dan prosedur organisasi, pemimpin tidak mengarahkan
(non directive) menyebabkan kecemasan dan kebingunan dikalangan pengikut baru;
pendekatan hubungan pengikut yang partisipatif tidak tepat; bawahan belum dapat
dianggap sebagai teman;
2. Pase kedua
ciri-ciri: bawahan mulai
mempelajari tugasnya, pemimpin yang berorientasi pada tugas tetap penting
karena mereka belum mau atau mampu menerima tanggung jawab sepenuhnya;
kepercayaan dan dukungan pemimpin terhadap bawahan dapat meningkat sejalan
dengan makin akrabnya ia dengan bawahan dan ingin mendorng usaha lebih lanjut
di pihak mereka; pemimpin boleh memulai perilaku yang berorientasi pada
bawahan.
3. Pase ketiga
ciri-ciri: kemampuan dan motivasi
bawahan mulai meningkat dan mereka secara aktif mulai mencari tanggung jawab
yang lebih besar; pemimpin tidak lagi perlu lagi bersikap mengarahkan (karena
pengarahan yang terlalu ketat mungkin membuat tersinggung); akan tetapi
pemimpin akan terus mendukung dan memperhatikan agar dapat memperkuat kebulatan
tekad bawahan untuk memikul tanggung jawab yang lebih besar; jika lama kelamaan
bawahan lebih percaya diri, mampu mengarahkan diri, dan berpengelaman, manajer
dapat mengurangi porsi dukungan dan dorongan;
4. Pase keempat
ciri-ciri: bawahan sudah tidak
memerlukan atau mengharapkan lagi suatu hubungan yang bersifat mengarahkan
dengan pemimpin; bawahan sudah mampu berdikari.
3.
Teori kontigensi oleh Fiedler
Asumsi dasar adalah
bahwa sangat sulit bagi pemimpin untuk mengubah gaya kepemimpinan yang telah membuat ia
berhasil; penekanan pada efektivitas dari suatu kelompok; efektivitas suatu
organisasi tergantung pada (is contingent upon); dua variable yang saling
berinteraksi, yaitu (1) system motivasi dari pemimpin, dan (2) tingkat atau
keadaan yang menyenangkan dari situasi.
Situasi kepemimpinan
digolongkan pada tiga dimensi:
(i) Hubungan
pemimpin-pengikut
Pemimpin akan mempunyai
lebih banyak kekuasaan dan pengaruh, apabila ia dapat menjalin hubungan yang
baik dengan anggota-anggotanya, artinya kalau ia disenangi, dihormati dan
dipercaya.
(ii) Struktur tugas
Bahwa penugasan yang
terstruktur baik, jelas, eksplisit, terprogram, akan memungkinkan pemimpin
lebih berpengaruh daripada kalau penugasan itu kabur, tidak jelas, dan tidak
terstruktur, dan
(iii) Posisi kekuasaan
Pemimpin akan mempunyai
kekuasaan dan pengaruh lebih banyak apabila posisinya atau kedudukannya
memperkenankan ia memberi ganjaran, hukuman, mengangkat dan memecat, daripada
kalau ia tidak memiliki kedudukan seperti itu.
Manakala Pamudji (1993:145-152), menerangkan
faktor-faktor yang memungkinkan “munculnya” kepemimpinan dan “sifat” (nature) kepemimpinan, dan
melahirkan teori kepemimpinan, terdiri atas:
1. Teori serba sifat (traits theory)
Mengajarkan
bahwa kepemimpinan itu memerlukan serangkaian sifat-sifat, ciri-ciri atau
perangai tertentu yang menjamin keberhasilan pada setiap situasi. Seseorang pemimpin akan berhasil apabila ia
memiliki sifat-sifat, ciri-ciri atau perangai tersebut.
2. Teori lingkungan (environmental theory)
Munculnya
pemimpin itu merupakan hasil daripada waktu, tempat, dan keadaan atau situasi
dan kondisi. Suatu tantangan atau suatu
kejadian penting dan luar biasa akan menampilkan seseorang untuk menjadi
pemimpin.
3. Teori Pribadi dan situasi (personal-situational
theory)
Pada
dasarnya kepemimpinan merupakan produk dari terkaitnya tiga faktor, yaitu: 1)
perangai (sifat-sifat) pribadi, 2) sifat kelompok/anggota, dan 3)
kejadian-kejadian yang dihadapi oleh kelompok.
4. Teori Interaksi dan Harapan (Interaction-expectation)
Seorang
pemimpin menggerakkan pengikut dengan harapan bahwa ia akan berhasil, mencapai
tujuan organisasi, akan mendapatkan keuntungan, penghargaan dan sebagainya,
demikian pula pengikut mengikuti pemimpin dengan harapan-harapan seperti
pemimpin. Aksi pemimpin harus sesuai
dengan harapan pengikut sehingga ditanggapi dengan reaksi, dan akhirnya terjadi
interkasi .
5. Teori Humanistik (humanistic theory)
Karena
sifatnya manusia adalah organisma yang dimotivasi, sedangkan organisasi karena
sifatnya adalah tersusun dan terkendali.
Fungsi kepemimpinan adalah memenuhi kebutuhan individu
sehingga memberikan sumbangan tercapainya tujuan organisasi.
6. Teori tukar menukar (exchange theory)
Antara
pemimpin dan yang dipimpin berlangsung tukar menukar, harus saling memberi dan
menerima (take and give).
Mengikut George R. Terry, teori kepemimpinan
tediri atas:
1.
Teori otokratis
Kepemimpinan didasarkan
atas perintah-perintah, paksaan, dan tindakan-tindakan yang arbitrer (sebagai
wasit); melakukan pengawasan ketat agar semua pekerjaan berjalan efisien;
berorientasi pada struktur organisasi dan tugas-tugas; selalu berperan sebagai
pemain orkes tunggal dan berambisi untuk merajai situasi.
Teori otokratis terdiri
atas:
a.
Otokratis keras
Memberikan
perintah-perintah yang dipaksakan dan harus dipatuhi; menentukan
policies/kebijakan untuk semua pihak tanpa berkonsultasi dengan para anggota;
tidak pernah memberikan informasi mendetil tentang rencana-rencana yang akan
datang, Cuma memberitahukan pada setiap anggota kelompoknya langkah-langkah
segera yang harus dilakukan; memberikan pujian atau kritik pribadi terhadap
setiap anggota kelompok dengan inisiatif sendiri; selalu menjauhi kelompoknya
(menyisihkan diri) sebab menganggap diri sendiri sangat istimewa atau ekskusif.
b.
Otokratis lembut/baik
Tepat, seksama, sesuai
dengan prinsip, namun keras dan kaku; tidak pernah mendelegasikan otoritas;
lembaga/organisasi yang dipimpin merupakan “a one man show”; business is
business; waktu adalah uang; untuk bisa makan orang harus bekerja keras; yang
kita kejar adalah kemenangan mutlak; sikap dan prinsipnya konservatif; bersifat
baik terhadap orang-orang yang patuh; bertindak keras dan kejam terhadap
orang-orang yang tidak mau patuh.
c.
Otokratis inkompeten
Mirip bayi, memiliki
banyak energi; ingin mendominir orang lain; selalu mau berkuasa mutlak; sering
bersifat tiranik; selalu membuat kekeliruan; tidak ada kestabilan jiwa, tingkah
laku, perubuatan, sikap; pujian dan caci maki tergantung pada
emosi-emosi/impuls-impuls sesaat (sangat impulsif); tidak selalu mau berkuasa;
senantiasa bimbang dan merasa tidak pasti; suka mengangkat pegawai-pegawai yang
karakter lemah mau mengelu-elu dan memuji-muji dirinya untuk kemudian mengeluh
setinggi langit akan ketidakmampuan pegawai-pegawai; perintah-perintah akan
ketidakmampuan pegawai-pegawai; perintah-perintah tidak disesuaikan dengan
keterbatasan sarana yang ada; menyiksa bawahan dengan tugas-tugas berat diluar
kemampuan; memaksa semua anggota agar secara buta tuli mematuhi semua
komandonya; tidak punya prinsip; tidak mau mengindahkan moral; sifatnya jahat;
suka membohong; suka menyogok; menyuap dan munafik; tidak segan-segan
menggunakan cara busuk untuk mencapai tujuan.
2.
Teori psikologis
Fungsi seorang pemimpin
adalah memunculkan dan mengembangkan sistem motivasi terbaik untuk merangsang
kesediaan bekerja dari para pengikut dan anak buah; mementingkan aspek psikis
manusia seperti pengakuan (recognizing), martabat, status sosial, kepastian
emosional, memperhatikan keinginan dan kebutuhan pegawai, kegairahan kerja,
minat, suasana hati dan lain-lain.
3.
Teori sosiologis
Kepemimpinan dianggap
sebagai usaha-usaha untuk melancarkan antar relasi dalam organisasi dan sebagai
usaha untuk menyelesaikan setiap konflik organisatoris antar pengikutnya agar
tercapai kerjasama yang baik; menetapkan tujuan dengan menyertakan para
pengikut dalam pengambilan keputusan terakhir; mengidentifikasi tujuan dan
kerap kali memberikan petunjuk yang diperlukan bagi para pengikut untuk
melakukan setiap tindakan yang berkaitan dengan kepentingan kelompok; setiap
anggota mengetahui hasil apa, keyakinan apa, dan kelakukan apa yang diharapkan
oleh pemimpin dan kelompoknya; pemimpin diharapkan dapat mengambil tindakan-tindakan
korektif apabila terdapat penyimpangan
dalam organisasi.
4.
Teori suportif (partisipatif/demokratis)
5.
Teori laissez faire
Pemimpin yang tidak
becus mengurus, menyerahkan semua tanggung jawab serta pekerjaan kepada bawahan
atau kepada semua anggota; seseorang ketua yang bertindak sebagai simbol tidak
memiliki keterampilan teknis; kedudukan diperoleh melalui sistem nepotisme atau
praktek penyuapan.
6.
Teori kelakuan pribadi
Kepemimpinan muncul
berdasarkan kualitas-kualitas pribadi atau pola-pola kelakuan para pemimpinnya.
7.
Teori sifat (orang-orang besar/traits of great
men)
Kepemimpinan dengan
mengidentifikasikan sifat-sifat unggul dan kualitas superior serta unit yang
diharapkan ada pada seorang pemimpin untuk meramalkan kesuksesan
kepemimpinannya.
8.
Teori situasi
Harus terdapat daya
flexibilitas pada pemimpin untuk menyesuaikan diri terhadap tuntutan situasi
lingkungan sekitar dan zamannya.
9.
Teori humanistik (populistik)
Mewujudkan kebebasan
manusia dan memenuhi segenap keperluan insani yang dicapai menerusi interaksi
pemimpin dengan yang dipimpin
Terdapat 6 golongan pemimpin dilihat daripada
pendekatan secara operasional, iaitu:
1.
Situasional
Kepemimpinan situasional
didasarkan adanya sifat yang luwes dalam menyesuaikan diri, langkah dan
kebijakan dalam berbagai situasi. Dalam
teori ini, kepemimpinan dibentuk oleh empat variabel, iaitu: (1) pemimpin, (2)
pengikut, (3) organisasi, dan (4) pengaruh poleksos.
Mengikut Fieldler, ada 3
dimensi yang boleh digunapakai untuk mengukur keberkesanan (efektiviti)
pemimpin, iaitu:
(1) Kepercayaan dan
keyakinan pengikutnya,
(2) Tingkat dimana
jabatan-jabatan pengikut berisifat rutin dan tidak berstruktur,
(3) Kekuasaan yang indern
dalam posisi kepemimpinan,
2.
Teori tingkah laku personal,
Kepemimpinan boleh juga
dipelajari daripada dasar kualiti personal atau tingkah laku para
pemimpin. Sumbangan daripada teori ini
ialah seorang pemimpin tidak bertingkah laku sama dalam setiap keadaan yang
dihadapi harus bertindak secara luwes dan wajar. Tindakan pemimpin dan otoritas yang digunakan
harus berkaitan dengan partisipasi atau kebebasan dalam pengambilan keputusan
terhadap bawahan.
3.
Teori kepemimpinan suportif,
Kepemimpinan disini
berpendapat bahawa pengikut-pengikutnya akan berperan dengan baik dan membantu
usahanya. Kepemimpinan ini disebut juga
teori partisipatif dimana pemimpin penciptakan suatu suasana kerja penuh
harapan semua pengikutnya berusaha bekerja dengan sebaik-baiknya dan
mengembangkan kecakapan yang dimiliki semaksimal mungkin. Pemimpin dalam pengambilan keputusan harus
mempertimbangkan rekomendasi dan pendapat pengikutnya. Teori ini disebut juga teori kepemimpinan
demokratik karena didalamnya terkandung unsur-unsur demokrasi. Pemimpin yang menggunakan teori suportif ini
memandang bawahan memiliki persamaan sosial dan memperhatikan segala ide dan
pengetahuan mereka.
4.
Teori kepemimpinan sosiologik,
Kepemimpinan ini
digambarkan sebagai: (a) pelengkap kerja, (b) memudahkan setiap aktiviti yang
hendak dilakukan bawahan, (c) berusaha mendamaikan setiap perselisihan dalam
organisasi. Dalam menjalankan
kepemimpinannya, pemimpin mengambil keputusan akhir dengan partisipasi dari
bawahannya. Indikasi tujuan dalam
pengarahan diutamakan apa yang diperlukan oleh para bawahannya. Mereka tahu apa yang harus dilakukan, apa
yang harus diyakini dan tingkah laku dan sikap yang diharapkan.
5.
Teori kepemimpinan psikologik
Kepemimpinan ini
menganjurkan bahawa fungsi utama seorang pemimpin ialah mengembangkan motivasi
yang baik. Pemimpin wajib memberikan
dorongan memberikan pertimbangan dan perhatian terhadap perkara-perkara yang
berasal dari bawahan. Program pemuasan
keperluan bawahan merupakan tantangan bagi pemimpin psikologik dan teori ini
sangat umum dan luas dalam teknik inovasi banyak dipergunakan dan umumnya
berhasil, biasanya diasosiasikan dengan penerapan teknik yang tepat terhadap
perkara-perkara perseorangan (individu).
6.
Teori kepemimpinan otokratik
Dalam kepemimpinan
otokratik, sifat yang dikandung adalah adanya perintah, pemaksaan dan tindakan
yang sewenang-wenang dari sang pemimpin terhadap bawahannya dalam memberikan
perintah, pemimpin otokratik biasanya disertai dengan sanksi terhadap
pelanggaran sebagai salah satu yang terpenting.
Disiplin dapat menyebabkan pemberian hukuman. Misalnya pegawai yang memberikan hasil tinggi
mendapat tambahan upah, manakala untuk suatu kesalahan diberi ganjaran
hukuman. Dalam teori ini ada keyakinan
bahawa orang akan bekerja dengan baik apabila terhadap iklim kepatuhan. Pemaksaan dari pimpinan otokratis tergantung
kepada kekuasaan untuk menghukum.
Manakala mengikut Mar’at, kepemimpinan dapat dilihat
daripada beberapa teori, iaitu: (1) teori orang-orang terkemuka, (2) teori
lingkungan, (3) teori personal- situasional, (4) teori interaksi harapan, (5)
teori humanistik, dan (6) teori pertukaran, dengan penjelasan seperti berikut:
1.
Teori orang-orang terkemuka,
Teori ini dipengaruhi
oleh penelitian tentang latar belakang keturunan dari orang-orang terkemuka,
kepemimpinan berdasarkan warisan (Galton, 1879); kaum kerabat para raja
memiliki kecenderungan untuk menjadi orang yang berkuasa dan berpengaruh,
manusia membuat dan membentuk suatu bangsa sesuai dengan kemampuan yang
dimilikinya (Woods, 1913); kelangsungan hidup buat yang terbaik, dan perkawinan
campuran diantara mereka menghasilkan kelas aristokrat yang secara biologis
berbeda dengan kelas yang lebih rendah (Wiggams, 1931); pemimpin sebagai
seorang individu yang memiliki bakat bawaan yang diperoleh dari keturunan yang
khas (Carlyle, 1841); individu-individu dalam setiap masyarakat memiliki
tingkatan yang berbeda dalam inteligensi, energi dan kekuatan moral, dan apapun
arah pengaruh yang timbulkan oleh massa, mereka selalu dipimpin oleh individu
yang benar-benar superior (Dowd, 1936); survey komprehensif dan analisis dari
teori orang-orang terkemuka tentang kepemimpinan (Jennings, 1960); kepemimpinan
berkenaan dengan sifat-sifat dasar kepribadian dan karakter (Bernard, 1926,
Bingham, 1927, Tead, 1929, dan Kilbourne, 1935).
2.
Teori lingkungan,
Bahawa kemunculan
pemimpin besar adalah hasil daripada waktu, tempat, dan situasi sesaat;
pemimpin muncul oleh kemampuan dan keterampilan yang memungkinkan dia
memecahkan masalah sosial dalam keadaan tertekan, perubahan dan adaptasi,
kepemimpinan merupakan sesuatu yang innate dan menjadi modal dasar
kecenderungan kekuatan sosial yang dimilikinya (Mumford, 1909); dua hipotesis tentang
kepemimpinan, yaitu: (1) kualitas pemimpin dan kepemimpinan akan sangat
bergantung kepada situasi kelompok, (2) kualitas individu dalam mengatasi
situasi sesaat merupakan hasil kepemimpinan terdahulu yang berhasil dalam
mengatasi situasi yang sama (Bogardus, 1928, Hocking, 1924 dalam Person, 1928);
jumlah pemimpin militer di Inggris sebanding dengan banyaknya konflik yang
muncul pada bangsa tersebut, situasi kultural erat kaitannya dengan prestasi
kepemimpinan (Schneider, 1937); kepemimpinan tidak terletak dalam diri individu
melainkan merupakan fungsi dari suatu peristiwa, kepemimpinan dianggap sebagai
faktor instrumen pemimpin dalam memecahkan masalah yang muncul (Murphy, 1941).
3.
Teori personal-situasional,
Kepemimpinan sebagai
efek dari kekuatan tunggal; kepemimpinan harus juga termasuk 1) sifat-sifat
efektif, intelektual, dan tindakan individu, 2) kondisi khusus individu di
dalam pelaksanaannya; kepemimpinan dihasilkan dari rangkaian tiga faktor,
iaitu: 1) sifat kepribadian pemimpin, 2) sifat dasar kelompok dan anggotanya,
dan 3) peristiwa (perubahan atau masalah) yang dihadapkan kepada kelompok
(Case, 1933); lima hukum dinamika medan kepemimpinan, pemimpin harus: 1)
memiliki karakter keanggotaannya kelompok yang dipimpinnya, 2) memiliki potensi
yang tinggi di lapangan sosial, 3) menyesuaikan diri dengan struktur medan yang
ada, 4) menyadari kecenderungan jangka panjang dalam struktur medan, dan 5)
mengikuti/menerima bahawa dengan meningkatnya potensi harus diimbangi dengan
kurangnya kemerdekaan dalam hal kepemimpinan; untuk mengerti kepemimpinan,
perhatian harus diarahkan kepada: 1) sifat dan motif pemimpin sebagai manusia
biasa, 2) membayangkan bahawa terdapat sekelompok orang yang dia pegang dan
motifnya mengikuti dia, 3) penampilan peran yang harus dimainkannya sebagai
pemimpin, dan 4) kaitan kelembagaan yang melibatkan dia dan pengikutnya (Gerth
dan Mills, 1952); kepemimpinan merupakan fenomena interaksional dalam struktur
kelompok diantara para anggotanya dalam usaha mencapai tujuan bersama (Gibbs,
1954); kepemimpinan harus dipandang sebagai hubungan antar individu dalam satu
kelompok, dan penelitian tentang kepemimpinan harus dalam kerangka dimensi
struktural dan fungsional dari organisasi (Stogdill dan Shartle, 1955); revisi
teori kepemimpinan dengan pertimbangan: 1) birokrasi impersonal dan pengukuran
yang rational, 2) organisasi formal dan hubungan interpersonal, 3) autokrasi
yang bijaksana sebagai hasil dari struktur hubungan atasan bawahan yang
tercipta, 4) perluasan tugas dan supervisi yang terpusat pada pekerja sehingga
memungkinkan timbulnya aktualisasi diri pada diri individu, dan 5) pengelolaan
partisipatif dan konsultasi bersama sehingga memungkinkan integrasi tujuan
individual dan tujuan organisasi; dua fungsi primer kepemimpinan, iaitu: 1)
membantu kelompok dalam menemukan arti dari tujuan yang telah ditetapkan
bersama, dan 2) membantu kelompok dalam menentukan tujuan, yang pertama
menyangkut syntality (pengukuran performance), dan yang kedua dengan synergy
(dorongan dan arah tujuan) dari kelompok (Cottel, 1951); pemimpin kelompok
memperoleh idiosyncrasy credit (semacam hak istimewa) untuk sedikit menyimpang
dari norma kelompok atas seizin para anggota kelompok tanpa membahayakan
statusnya di kelompok (Hollander, 1958, 1964).
4.
Teori interaksi harapan,
Pengembangan teori
tentang kepemimpinan dengan menggunakan tiga variabel dasar, iaitu: 1)
tindakan, 2) interaksi, dan 3) sentimen (Homan, 1950); kepemimpinan muncul pada
situasi tertentu dimana saling ketergantungan antar tugas-tugas kelompok
masing-masing anggota menjadi cirinya (Heemphills, 1954); reinforcement
(mengharap bantuan) untuk mencapai peran (Stogdill, 1959); inti kepemimpinan
dapat dilihat dari usaha anggota untuk mengubah motivasi anggota lain untuk
mengubah tingkah lakunya (Bass, 1960); teori parth goal tentang kepemimpinan,
hadiah hanya akan didapat melalui cara-cara tertentu dan disini anggota
kelompok harus mempersepsikan semua tingkah laku ke arah cara tersebut (Evans,
1970); teori kepemimpinan yang motivasional, fungsi dari motivasi pemimpin
adalah untuk meningkatkan asosiasi antara cara-cara tertentu yang bernilai
positif dalam mencapai tujuan dengan tingkah laku yang diharapkan, dan
meningkatkan penghargaan bawahan akan pekerjaan yang mengarah pada tujuan
(House, 1970); teori kepemimpinan yang mempersatukan, keefektifan pola tingkah
laku pemimpin tergantung dari hasil yang ditentukan oleh situasi tertentu,
pemimpin yang memiliki jarak sosial (menekankan pada orientasi kerja) cenderung
lebih efektip dalam berbagai situasi, semakin sosiabel interaksi kesesuaian
pemimpin, semakin efektip kepemimpinan yang dihasilkan oleh situasi tertentu
(Fiedler, 1970).
5.
Teori humanistik,
Dua postulat
kepemimpinan organisasional, teori x dan teori y (Mc Gregor, 1960, 1966);
adanya konflik yang mendasar antara organisasi dengan individu (Argyris, 1957,
1962, 1964; kepemimpinan merupakan suatu proses yang saling berhubungan dimana
seorang pemimpin harus memperhitungkan harapan-harapan, nilai-nilai, dan
keterampilan invidual dari mereka yang terlibat dalam interaksi yang
berlangsung (Likert, 1961, 1967); konsepsi kepemimpinan yang dikaitkan dengan
jaringan managerial, kepemimpinan yang memperhatikan kedudukan dari
masing-masing anggota (Blake and Mouton, 1964, 1965).
6.
Teori pertukaran.
Interaksi sosial
mengetengahkan bentuk pertukaran dimana diantara para anggota kelompok
berlangsung proses saling memberi dan menerima (Homan, 1958, March dan Simon
1958, Thibault dan Kelley, 1959, dan Gergen, 1969); kelompok memberikan
kepuasan akan status dan penghargaan sebagai pertukaran ataupun imbalan atas
apa yang ia berikan/lakukan dalam mencapai tujuan kelompok (Jabo, 1971);
pengangkatan seorang anggota untuk menempati status yang cukup tinggi merupakan
manfaat yang besar bagi dirinya (Blau, 1964).
Sondang P. Siagian dan Prajudi Atmosudirdjo (dalam
M. Karjadi, 1989) mengatakan teori lahirnya pemimpin seperti berikut: (1) teori
bakat, (2) teori lingkungan, (3) teori hubungan kepribadian dengan situasi, (4)
teori hubungan antar manusia, (5) teori beri memberi, (6) teori kegiatan
harapan, (7) teori genetis, (8) teori sosial, dan (9) teori ekologis dengan
penjelasan seperti berikut:
(1) Teori bakat,
Kepemimpinan memerlukan
bakat, bakat harus dikembangkan dengan melatih diri dalam sifat-sifat dan
kebiasaan tertentu dengan berpedoman kepada suatu teori tentang berbagai sikap
mental yang harus dipunyai oleh seorang pemimpin.
(2) Teori
lingkungan,
Masa, periode, tempat,
lokasi, situasi, dan kondisi atau keadaan tertentu (misalnya sebagai akibat
daripada suatu peristiwa yang sangat penting, luar biasa, dahsyat atau
menggemparkan) yang tertentu akan menampilkan seorang pemimpin yang tertentu
yang dikehendaki oleh lingkungan pada waktu itu di tempat tertentu.
(3) Teori hubungan
kepribadian dengan situasi,
Kepemimpinan seseorang
itu ditentukan oleh kepribadiannya dengan menyesuaikan pada situasi dan kondisi
yang dihadapinya (situasi dan kondisi terdiri atas tiga lapis, iaitu: a) tugas,
pekerjaan atau masalah yang dihadapi, b) orang-orang yang dipimpin, dan c)
keadaan yang mempengaruhi pekerjaan serta orang-orang yang harus menjalankan
pekerjaan tersebut).
(4) Teori hubungan
antar manusia,
Penekanan kepada
faktor/unsur manusia, manusia pada umumnya mempunyai motip untuk mau berbuat
sesuatu, motip didasarkan atas perhitungan keinginan atau pamrih/perhitungan
untung rugi untuk jangka panjang dan pendek, tergantung daripada pendidikan,
kecerdasaran, pengalaman, nasihat lingkungan dan sebagainya.
(5) Teori beri
memberi,
Antara pemimpin dan yang
dipimpin harus terdapat tukar menukar keuntungan, pemimpin yang mampu
memberikan (seni) penghargaan, gengsi, atau kehormatan kepada anak buahnya akan
dapat memperoleh daya kepemimpinan yang tinggi.
(6) Teori kegiatan
harapan,
Proses kegiatan manusia
yang berkelompok terdiri atas aksi, reaksi dan interaksi bermacam-macam
perasaan pada pihak-pihak yang bersangkutan, tidak mengecewakan harapan
orang-orang yang dipimpin.
(7) Teori genetis,
Seorang pemimpin
dilahirkan untuk menjadi pemimpin, dilahirkan dengan bakat-bakat kepemimpinan.
(8) Teori sosial, dan
Pemimpin tidak dilahirkan
atau ditakdirkan menjadi pemimpin tetapi karena pengaruh masyarakat dari luar
(pendidikan, pengalaman, dan kesempatan yang cukup).
(9) Teori ekologis
Mengakui teori sosial
dan genetis, manusia hanya akan menjadi pemimpin yang baik apabila dilahirkan
memiliki bakat-bakat kepemimpinan dan menerusi pendidikan yang teratur
dikembangkan.
Secara umum M. Karjadi (1989:20) membagi teori
kepemimpinan dalam tiga kumpulan, iaitu:
1.
Kumpulan teori keturunan,
2.
Kumpulan teori pengaruh lingkungan,
3.
Kumpulan teori campuran antara teori keturunan dan teori
pengaruh lingkungan.
2.4.
Gaya Kepemimpinan.
1.
Gaya kepemimpinan
Kontinum (dua dimensi) oleh Warren H. Schmidt dan Tannenbaum
Termasuk dalam pandangan
klasik, gaya
yang merupakan tingkah laku seorang pemimpin sampai seberapa jauh hubungannya
dengan pengikut/bawahannya dalam rangka pengambilan keputusan.
Pada dasarnya perilaku
pemimpin bertitik tolak pada dua bidang pangaruh eksrim, yaitu :
a. Berorientasi kepada pemimpin, dan
b. Berorientasi kepada bawahan.
Gambar: Perilaku
Pemimpin dan Bawahan
Kepemimpinan terpusat pada
atasan
|
Pemimpin membuat keputusan, mengumumkan, dan bawahan
menerima.
Model
2
Pemimpin menawarkan keputusan, bawahan menerimanya.
Model 3
Pemimpin menyajikan keputusan, dan menjawab
pertanyaan bawah.
Model 4
Pemimpin menyajikan keputusan sementara dan dapat
diubah setelah menerima masukan bahwan.
Model
5
Pemimpin menyajikan masalah, mendapat masukan
bawahan, dan membuat keputusan.
Model
6
Pemimpin menjelaskan kendala-kendala,
batasan-batasan, bawahan memutuskan.
Model
7
Pemimpin dan bawahan bersama-sama memutuskan dalam
batasan organisasi.
Kepemimpinan terpusat pada
bawahan
2.
Gaya kepemimpinan
managerial grid (grafik kepemimpinan) dari Robert Blake dan Jane Mouton.
Dari gaya kepemimpinan kontinum dikembangkan oleh
Robert R. Blake dan Jamers S. Mouton.
Dikenal ada dua macam
perilaku pemimpin, yaitu:
1. Titik perhatiannya pada
produksi (concern of production)
2. Titik perhatian pada
orang (concern of people).
Gambar: Managerial Grid
|
9
8
7
6
5
4
3
2
1
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Dari gambar di atas,
terdapat 4 gaya
yang kepemimpinan yang dikelompokkan sebagai gaya yang ekstrim, dan 1 gaya di tengah-tengah eksrim.
Keterangan gambar:
Grid 1.1.
Inpoverished leadership
Perhatian pemimpin
terhadap orang-orang yang bekerja dan produksi yang seharusnya dihasilkan
sedikit (tidak ada perhatian pemimpin baik pada bawahan maupun pada produksi).
Grid 1.9.
Coutry club leadership
Pemimpin lebih menitik
berat perhatian pada bawahan/hubungan kerja dan perhatian rendah pada produksi
(penekanan hanya pada kebutuhan bawahan dan terciptanya suasana kerja yang
bebas, tetapi segi produksi merosot/terabaikan.
Grid 9.1. Task
leadership
Perhatian pemimpin lebih
besar pada hasil kerja, menganggap pegawai tidak penting dan sewaktu-waktu
bawahan dapat diganti (perhatian hanya pada hasil kerja tanpa terciptanya
suasana kerja).
Grid 9.9. Team
leadership
Pemimpin mempunyai rasa
tanggung jawab yang sama, baik terhadap bawahan maupun terhadap hasil kerja
(the real team manager). Keberhasilan
tugas terjadi dengan adanya saling menghormati dan rasa saling percaya (paling
efektip).
Grid 5.5.
Middle of the road
Perhatian pemimpin
medium, baik pada hasil kerja maupun bawahan (hasil dan kepuasan pegawai
terpenuhi).
Dari 7 (tujuh) model
perilaku pimpinan dan bawahan dan 5 (lima )
gaya
kepemimpinan dalam “managerial grid” melahirkan teknik kepemimpinan. Tteknik adalah cara atau strategi yang
dilakukan seseorang untuk mencapai tujuannya.
3.
Gaya Tiga Dimensi
oleh William J. Reddin
A.
Gaya yang efektip
1.
Gaya eksekutif
Ciri-ciri: banyak memberikan perhatian pada
tugas-tugas pekerjaan dan hubungan kerja, motivator yang baik, menetapkan
standard kerja yang tinggi, mengenal perbedaan diantara individu, dan
mempergunakan kerja tim.
2.
Gaya pencinta
pengembangan (developer),
Ciri-ciri: memberikan
perhatian yang maksimum terhadap hubungan kerja, dan perhatian yang minimum
terhadap tugas-tugas, kepercayaan yang implicit terhadap orang-orang,
memperhatikan pengembangan sebagai seorang individu.
3.
Gaya otokratis yang
baik (benevolent autocrat),
Ciri-ciri: perhatian
yang maksimum terhadap tugas dan minimum terhadap hubungan kerja, mengetahuai
secara tepat apa yang diinginkan dan bagaimana memperolehnya tanpa menyebabkan
ketidakseganan pihak lain.
4.
Gaya birokrat
Ciri-ciri: perhatian yang
minimum terhadap baik tugas maupun hubungan kerja, tertarik pada
peraturan-peraturan, dan menginginkan memeliharanya dan melakukan kontrol
situasi secara teliti.
B.
Gaya yang tidak
efektif
1.
Gaya Pencinta
kompromi (compromiser),
Ciri-ciri: perhatian
yang besar pada tugas dan hubungan kerja dalam suatu situasi yang menekankan
pada kompromi, pembuat keputusan yang jelek, banyak tekanan yang mempengaruhi.
2.
Gaya Missionari,
Ciri-ciri: penekanan
yang maksimum pada orang-orang dan hubungan kerja, tetapi memberikan perhatian
yang minimum terhadap tugas dengan perilaku yang tidak sesuai, menilai
keharmonisan sebagai suatu tujuan dalam dirinya sendiri.
3.
Gaya Otokrat
Ciri-ciri: perhatian
yang maksimum terhadap tugas dan minimum terhadap hubungan kerja dengan suatu perilaku
yang tidak sesuai, tidak mempunyai kepercayaan pada orang lain, tidak
menyenangkan, dan hanya tertarik pada jenis pekerjaan yang segera selesai.
4.
Gaya Lari dari
tugas (deserter),
Ciri-ciri: perhatian
baik pada tugas maupun pada hubungan kerja, situasi tertentu, gaya ini tidak terpuji karena pemimpin pasif
tidak mau ikut campur secara aktif dan positif.
Gambar: Gaya Tiga Dimensi oleh William J. Reddin
|
|
u
Lebih efektif
b
u
n
|
n
Tidak efektip
Keterangan:
A. Penghubung,
B. Penyatu,
C. Pemisah,
D. Pengabdi
4. Gaya empat system
manajemen oleh Rensis Likert
1.
Sistem 1 (exploitive
authoritative),
Pemimpin sangat
otokratis, mempunyai sedikit kepercayaan kepada bawahan, suka mengekplotasi
bawahan, bersikap paternalistik memotivasi dengan memberi ketakutan dan
hukuman-hukuman, diselang seling pemberian penghargaan yang secara kebetulan (occasional reward), hanya mau
memperhatikan pada komunikasi yang turun ke bawah, dan hanya membatasi proses
pengambilan keputusan di tingkat atas.
2.
Sistem 2 (benevolent
authoritative/otokrasi yang baik hati),
Mempunyai kepercayaan
yang berselubung, percaya pada bawahan, mau memotivasi dengan hadiah-hadiah dan
ketakutan berikut hukuman-hukuman, memperbolehkan adanya komunikasi ke atas,
mendengarkan pendapat-pendapat, ide-ide dari bawahan, dan memperbolehkan adanya
delegasi wewenang dalam proses keputusan, bawahan merasa tidak bebas untuk
membicarakan sesuatu yang bertalian dengan tugas pekerjaannya dengan atasan.
3.
Sistem 3 (manajer
konsultatif),
Mempunyai sedikit
kepercayaan pada bawahan, biasanya dalam perkara kalau ia memerlukan informasi,
ide atau pendapat bawahan; masih menginginkan melakukan pengendalian atas
keputusan-keputusan yang dibuatnya; mau melakukan motivasi dengan penghargaan
dan hukuman yang kebetulan; dan juga berkehendak melakukan partisipasi;
menetapkan dua pola hubungan komunikasi, iaitu ke atas dan ke bawah; membuat
keputusan dan kebijakan yang luas pada tingkat bawah; bawahan merasa sedikit
bebas untuk membicarakan sesuatu yang bertalian dengan tugas pekerjaan bersama
atasan.
4.
Sistem 4 (partisipative
group/kelompok partisipatif),
Mempunyai kepercayaan
yang sempurna terhadap bawahan; dalam setiap persoalan selalu mengandalkan
untuk mendapatkan ide-ide dan pendapat-pendapat lainnya dari bawahan, dan
mempunyai niatan untuk mempergunakan pendapat bawahan secara konstruktif;
memberikan penghargaan yang bersifat ekonomis dengan berdasarkan partisipasi
kelompok dan keterlibatannya pada setiap urusan terutama dalam penentuan tujuan
bersama dan penilaian kemajuan pencapaian tujuan tersebut; mendorong bawahan
untuk ikut bertanggung jawab membuat keputusan, dan juga melaksanakan keputusan
tersebut dengan tanggung jawab yang besar; bawahan merasa secara mutlak
mendapat kebebasan untuk membicarakan sesuatu yang bertalian dengan tugasnya
bersama atasan; pemimpin mempunyai kesempatan untuk lebih sukses sebagai
pemimpin (leader); organisasi sangat efektip di dalam menetapkan tujuan-tujuan
dan mencapainya; organisasi lebih produktif.
Dari gaya-gaya
kepemimpinan di atas, melahirkan tipe-tipe (watak) pemimpin. Watak atau tipe pemimpin terdiri atas tiga
pola dasar, yaitu:
1.
Berorientasi tugas (tast
orientation),
2.
Berorientasi hubungan kerja (relationship orientation),
3.
Berorientasi hasil yang efektip (effectives orientation).
Dari tiga orientasi di
atas, ditemukan 14 (empat belas) tipe kepemimpinan, yaitu:
1.
Tipe pembelot (deserter),
sifat: bermoral rendah, tidak memiliki rasa
keterlibatan, tanpa pengabdian, tanpa loyalitas dan ketaatan, sukar diramalkan.
2.
Tipe birokrasi/birokrat
sifat: correct, kaku, patuh pada peraturan dan
norma-norma, manusia organisasi yang tepat, cermat, berdisiplin, dan keras.
3.
Tipe misionaris (missionary),
sifat: terbuka,
penolong, lembut hati, ramah tamah.
4.
Tipe pembangun (developer),
sifat: kreatif, dinamis, inovatif,
memberikan/melimpahkan wewenang dengan baik, menaruh kepercayaan pada bawahan.
5.
Tipe otokrat/otokratis/otoratatif (authoritative, dominator),
sifat: keras, diktatoris, mau menang sendiri,
keras kepala, sombong, bandel/degil, menganggap organisasi milik pribadi,
menyesuaikan antara tujuan organisasi dengan tujuan pribadi, menganggap bawahan
sebagai alat semata-mata, tidak mau menerima kritik dan saran, pendekatan yang
dipakai mengundang unsur paksaan.
6.
Tipe otokrat yang bijak (benevolent
autocrat),
sifat: lancer, tertib, ahli dalam
mengorganisir, besar rasa keterlibatan diri.
7.
Tipe kompromis (compromiser),
sifat: plintat-plintut, selalu mengikuti angina tanpa
pendirian, tidak punya keputusan, berpandangan pendek dan sempit.
8.
Tipe eksekutif/administarif.
sifat: bermutu tinggi,
dapat memberikan motivasi yang baik, berpandangan jauh, tekun.
9.
Tipe kharismatis (daya tarik)
sifat: memiliki kekuatan energi, daya tarik
dan pembawaan yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain, mempunyai pengikut
yang sangat besar, pengikut tidak dapat menjawab mengapa tertarik menjadi
pengikut pemimpin tersebut, kekayaan, kesehatan, profil, kedudukan tidak dapat
dijadikan kriteria charisma pada seseorang (contoh: sukarno).
10. Tipe paternalistis dan
maternalistis,
sifat: menganggap bawahan belum dewasa,
terlalu melindungi, jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil
keputusan untuk berinisiatif, mengembangkan imajinasi dan daya kreativitas,
selalu bersikap maha tahu. Maternalistis
mirip dengan paternalistis tetapi over protective disertai dengan kasih sayang yang
berlebihan
11. Tipe militeristis,
sifat: sistem perintah/komando, keras sangat
otoriter, kaku dan sering kali kurang bijaksana, menghendaki kepatuhan mutlak,
sangat menyenangi formalitas, upacara-upacara ritual dan tanda-tanda kebesaran
yang berlebih-lebihan, menuntut adanya disiplin keras dan kaku, tidak
menghendaki saran, usul, sugesti, dan kritikan-kritikan, komunikasi satu arah,
dalam menggerakkan bawahan lebih senang menggunakan perintah, senang bergantung
pada pangkat dan jabatan, senang pada formalitas yang berlebihan, menuntut
disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan, sukar menerima kritikan.
12. Tipe laissez faire,
sifat: tidak memimpin, membiarkan kelompoknya
dan setiap orang berbuat semau sendiri.
13. Tipe populistis,
sifat: dapat membangun solidaritas pengikut
(contoh: sukarno).
14. Tipe demokratis (group developer),
sifat: berorientasi pada manusia dan memberikan
bimbingan yang efisien kepada para pengikut, menggerakkan bawahan dengan titik
tolak pendapat bahwa bawahan adalah manusia yang sejajar, mengkombinasikan
antara kepentingan organisasi dengan kepentingan pribadi bawahannya, mau
menerima saran dan kritik dari bawahan, mengutamakan kerjasama, berusaha
mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai seorang pemimpin, berusaha
mendorong bawahan untuk berkembang dan sukses.
2.5.
Prinsif dan Asas Kepemimpinan
1.
Efisiensi secara teknis dan taktis,
2.
Kenali diri sendiri dan cara perbaikan diri sendiri,
3.
Kenali anak buah dan pelihara kesejahteraan mereka,
4.
Anak buah diberi informasi terus,
5.
Berikan contoh,
6.
Jaminlah bahawa tugas dimengerti, diawasi, dan
dilaksanakan,
7.
Latihlah anak buah sebagai suatu tim,
8.
Buat keputusan yang bernilai dan tepat pada waktunya,
9.
Kembangkan rasa tanggung jawab di kalangan bawahan,’
10. Pakailah komando yang
sesuai dengan kemampuannya,
11. Carilah tanggung jawab
dan ambil tanggung jawab untuk tindakan-tindakan anda.
Manakala asas kepemimpinan ada tiga, iaitu:
1.
Kemanusiaan
Asas ini mengutamakan
sifat-sifat kemanusiaan, iaitu pembimbingan manusia oleh manusia, untuk
mengembangkan potensi dan kemampuan setiap individu, demi tujuan-tujuan human.
2.
Efisiensi,
Efisiensi teknis mahupun
sosial, berkaitan dengan terbatasanya sumber-sumber, materi, dan jumlah
manusia, atas prinsip penghematan, adanya nilai-nilai ekonomis, serta asas-asas
manajemen modern.
3.
Kesejahteraan dan Kebahagiaan.
Kesejahteraan dan
kebahagiaan yang lebih merata, menuju pada tarap kehidupan yang lebih tinggi.
2.6.
Tugas, Fungsi, dan Peranan Kepemimpinan
Tugas Pemimpin:
a.
Waktu relatif pendek, kualitas berdimensi inovasi
(pembaruan, perubahan), dan perubahan-perubahan serta cepat dan dipercepat pada
zaman modern,
b.
Mampu menyusun kebijakan (policy) yang bijaksana, mampu mengadakan seleksi secara cermat
tepat dari banyak alternatif (kemampuan penentuan keputusan/decesion making
yang cepat),
c.
Sifat tugas dinamis, kreatif, inovatif, unik, lentur,
luwes/flexible, dan tidak banyak dibatasi oleh standard serta norma-norma
ketat. Setiap saat dikonfrontasikan
dengan peristiwa-peristiwa baru yang belum dikenal sebelumnya dan tidak pasti,
menghadapi masalah pelik diluar perencanaan umum,
d.
Menterjemahkan atau menjabarkan ide-ide, konsep dan policy
organisasi dalam bahasa aksi (dalam bentuk: perintah, komando, dan
instruksi-instruksi yang jelas) sehingga dapat dipahami dan dilaksanakan oleh
segenap anggota kelompoknya,
e.
Pemimpin tertinggi mempunyai kewajiban tertinggi, kekuasaan
paling besar, dan bertanggung jawab paling berat, sekaligus memikul resiko
paling besar. Di tangannyalah terletak
nasib hidup dan kesejahteraan seluruh pengikutnya dan sebaliknya ditangannya
pula kesengsaraan dan penderitaan (bila kekuasaan dilaksanakan dengan
sewenang-wenang).
f.
Berfikir kreatif, orisinil, otentik dan futuristik (melihat
jauh ke depan). Menyandarkan
aktivitasnya pada daya imaginasi sendiri sehingga dia bisa kreatif.
g.
Mampu membangun sikap kooperatif dan partisipatif pada
setiap pengikutnya agar bersedia memberikan kontribusi sebesar-besarnya kepada
organisasi. Sikap kooperatif dan
partisipatif anggota merupakan faktor dependensi/ketergantungan pemimpin kepada
pengikutnya dan sekaligus merupakan tekanan psikologis bagi pemimpin. Fungsi pemimpin unik, iaitu terayun-ayun antara
dilema kebebasan, kekuatan, kekuasaan dan kelemahan, ketergantungan kepada para
pengikutnya. Maka seni memimpin kencakup
kesanggupan: mampu memberikan keseimbangan diantara dua dimensi yang polair
(berlawanan).
h.
Berfungsi sebagai juri (wasit) dan hakim bagi segala
konvensi dan permainan organisasi, memikul tanggung jawab moril/etis yang lebih
besar dari pada anggota biasa, agar mampu menjamin proses humanisasi dan
keadilan dalam organisasi.
i.
Keseimbangan antara pelaksanaan tugas-tugas rutin
(kontinuitas dari sistem kerja yang konvensional) dengan kegiatan-kegiatan
inovatif dan kreatif dalam wujud penerapan sistem kerja baru, perbaikan, dan
revisi.
j.
Pengambilan keputusan (decision making) paling sulit yang
memungkinkan berlangsungnya semua kerangka kerja secara efektip dan
efisien. Sekaligus menyambungkan empat
fungsu manajerial (merencanakan, mengorganisir, menuntun, memimpin, leading);
dan menilai atau memberikan evaluasi.
k.
Tugas mengadung tanggungjawab etis/moral untuk memutuskan
satu seleksi dan keputusan ditengah-tengah peristiwa yang tidak pasti, belum
dikenal, dan muncul secara mendadak atau secara tidak terduga.
l.
Menyelesaikan konflik interorganisasi dan antarorganisasi,
pertentangan dan oposisi (conditio sine qua non – persyaratan yang tidak dapat
ditiadakan) dalam masyarakat modern menerusi manajemen konflik.
Fungsi Pemimpin:
Memandu, menuntun, membimbing, membangun, memberi
atau membangunkan motivasi-motivasi kerja, mengemudikan organisasi, menjalin
jaringan-jaringan komunikasi yang baik, memberikan supervisi/pengawasan yang
efisien, dan membawa para pengikutnya kepada sasaran yang ingin dituju, sesuai
dengan ketentuan waktu dan perencanaan.
Manakala fungsi kepemimpinan mengikut M. Karjadi
(1989:52-61), seperti berikut:
1. Fungsi perencanaan,
2. Fungsi memandang ke
depan,
3. Fungsi pengembangan
loyaliti,
4. Fungsi pengawasan
terhadap pelaksanaan rencana,
5. Fungsi pengambilan
keputusan,
6. Fungsi memberi anugrah.
Peranan Pemimpin
1)
Sebagai seorang pencipta,
2)
Sebagai seorang perencana,
3)
Sebagai wakil kelompok,
4)
Sebagai seorang ahli,
5)
Sebagai pengawas hubungan antar anggota-anggota kelompok,
6)
Bertindak sebagai wasit,
7)
Sebagai pemegang tanggung jawab kelompok,
8)
Beritindak sebagai seroang ayah,
9)
Sebagai korban atau kambing hitam.
10) Menjalankan peranan (ing
ngarso asung tulodo=dimuka memberi teladan, ing madyo mangun karso=ditengah
membangun kemauan, tut wuri andayani=dibelakang selalu mempengaruhi).
Manakala peran strategik
pemimpin birokrasi publik pula dijelaskan seperti berikut:
1.
Peran mempengaruhi
Agar efektip:
a.
Menjadi seorang pemimpin yang
jujur, adil terhadap semua bawahan tanpa pilih kasih,
b.
Berusaha memberikan contoh dalam
bekerja dan bertindak,
c.
Bersikap arif dan bijaksana
terhadap bawahan yang melakukan pelanggaran,
d.
Senantiasa melibatkan bawahan
dalam berbagai kegiatan,
e.
Menumbuhkan rasa percaya diri
pada bawahan, bahwa mereka memiliki kemampuan dan potensi kerja yang tinggi,
f. Usahakan
bawahan tetap merasa dihargai, dengan menjadi mereka sebagai patner atau tim
kerja.
2.
Peran memotivasi
Bila peran mempengaruhi
efektip, maka peran memotivasi akan lebih mudah dilakukan, sebaliknya jika
pemimpin tidak mampu menanamkan pengaruh terhadap bawahannya, maka sulit
baginya untuk melakukan motivasi.
3.
Peran antar pribadi
Sebagai
figure atau tokoh yang cukup dihargai, harus menampilkan perilaku yang baik dan
benar, etos kerja yang tinggi, disiplin, dan sikap positip lainnya.
4.
Peran informasional
Kemampuan
komunikasi, menjadi komunikator yang efektip (menjelaskan rencana,
kebijakan-kebijakan, serta harapan peran, dan instruksi tentang cara pekerjaan
harus dilakukan, tanggung jawab kerja, dll).
5.
Peran pengambilan keputusan
Memutuskan
apa yang harus dilakukan, bagaimana akan melakukannya, siapa yang akan
melakukannnya, dan bilamana akan dilakukan.
Catatan:
1 dan 2 hakekat, 3 s.d 5 tambahan
2.7.
Metode, Teknik, Syarat dan Sumber Kepemimpinan
Metode:
1.
Memberi perintah,
2.
Memberi celaan dan pujian,
3.
Memupuk tingkah laku pribadi pemimpin yang benar,
4.
Peka terhadap saran-saran,
5.
Memperkuat rasa kesatuan kelompok,
6.
Menciptakan disiplin diri dan disiplin kelompok,
7.
Meredam kabar angin dan issue-issue yang tidak benar
(Ordway Tead).
Teknik kepemimpinan:
1.
Teknik persuasif
Strategi pemimpin
membujuk bawahannya untuk bekerja lebih rajin.
Bujukan biasanya lunak dan baik (be
good approach) dan dilakukan
dengan lemah lembut, seperti dengan melakukan perjanjian dan menanamkan
kesadaran betapa pentingnya menyelesaikan tugas untuk mencapai tujuan bersama (implicit barganing).
2.
Teknik komunikatif,
Strategi pemimpin dalam
memperlancar pekerjaannya mencapai tujuan melakukan hubungan sesuai dengan
kaidah-kaidah ilmu komunikasi, iaitu apa yang diinginkan oleh komunikator
(pemimpin) sama dengan apa yang diterima komunikan (bawahan).
3. Teknik pasilitas,
Strategi pemimpin
memberikan fasilitas kepada bawahan untuk memperlancar pekerjaan (reward
power), misalnya kenaikan gaji, honor, uang lembur, mobil dinas, rumah dinas,
jabatan, dan lain-lain.
4.
Teknik motivasi,
Strategi pemimpin
mendorong bawahan bekerja lebih rajin dengan berbagai cara, misalnya dengan
memenuhi kebutuhan fisik, memberikan rasa aman, rasa nyaman, penghormatan, dan
lain-lain.
5.
Teknik teladan.
Strategi pemimpin dalam
memberikan contoh yang baik kepada bawahannya.
Syarat dan Sumber Kepemimpinan
Konsepsi persyaratan kepemimpinan harus dikaitkan
kepada tiga perkara mustahak, iaitu: (1) kekuasaan, (2) kewibawaan, dan (3)
kemampuan, dengan penjelasan seperti berikut:
1.
Kekuasaan
Kekuatan, otoritas dan
ligalitas yang memberi wewenang kepada pemimpin untuk mempengaruhi dan
menggerakkan bawahan untuk berbuat sesuatu.
2.
Kewibawaan, dan
Kelebihan, keunggulan,
keutamaan, sehingga orang mampu mengatur orang lain, sehingga orang tersebut
patuh kepada pemimpin, dan bersedia melakukan perbuatan-perbuatan tertentu.
3.
Kemampuan.
Segala daya,
kesanggupan, kekuatan dan kecakapan/keterampilan teknis mahupun sosial yang
dianggap melebihi daripada kemampuan ahli (anggota) biasa.
Manakala Stogdill, mengatakan bahawa pemimpin
mempunyai beberapa kelebihan, antara lain:
1.
Kapasiti (cerdas, waspada, kemampuan bicara, keaslian,
kemampuan menilai),
2.
Prestasi (gelar kesarjanaan, ilmu pengetahuan, prestasi
olah raga/atletik dan lain-lain),
3.
Tanggung jawab (mandiri, inisiatif, tekun, ulet, percaya
diri, agresif, dan punya hasrat untuk unggul),
4.
Partisipasi (aktif, memiliki sosiabiliti tinggi, mampu
bergaul, kooperatif, mudah menyesuaikan diri, punya rasa humor),
5.
Status (kedudukan sosial ekonomi, populer, tenar),
Kemampuan pemimpin dan syarat yang harus dimiliki
oleh pemimpin mengikut Earl Nightingale dan Whitt Scult, antara lain seperti
berikut:
1. Kemandirian,
2. Keingintahuan,
3. Multi terampil,
4. Rasa humor,
5. Perfeksionis (ingin
sempurna),
6. Mudah menyesuaikan diri,
7. Sabar,
8. Waspada,
9. Komunikatif,
10.
Berjiwa wiraswasta,
11.
Sehat jasmani,
12.
Tajam firasat,
13.
Berpengetahuan luas,
14.
Motivasi tinggi,
15.
Imajinasi tinggi.
Ngalim Purwanto dan
kawan-kawan mengemukakan ada 7 tujuh sumber kepemimpinan, iaitu:
1)
Sifat-sifat seseorang (ketangkasan, keberanian, kecerdasan,
kecepatan mengambil keputusan dan lain-lain),
2)
Tradisi (asas kelahiran/keturunan, dan menurut umur/senioriti/ansientitas),
3)
Kekuatan megis (memiliki kekuatan megis),
4)
Prestige (prestige baik dimanapun jadi pemimpin),
5)
Kebutuhan yang kondisioner (kebutuhan kelompok),
6)
Kecakapan khusus (dalam bidang yang dibutuhkan kelompok),
7)
Secara kebetulan (ada lowongan).
Manakala Ary Ginanjar
Agustian (2006:158) menyebutkan bahawa ada 5 tingkatan kepemimpinan, iaitu:
1.
Dicintai,
2.
Dipercaya,
3.
Pembimbing,
4.
Berkepribadian,
5.
Abadi
BAB III
KEPEMIMPINAN, KEKUASAAN, DAN POLITIK
(Leadership, power and politics)
Pendahuluan.
Jenis apapun pemimpin dan kepemimpinan, kesemuanya
berkaitan dengan kekuasaan dan politik.
Kewenangan (authority) didelegasikan oleh atasan. Kekuasaan (power) adalah kemampuan
seseorang untuk mempengaruhi orang lain dan mempengaruhi peristiwa, diperoleh
berdasarkan kepribadiannya, kegiatannya, dan situasi dimana di bergiat.
Politik (politics) bersangkutan dengan cara si
pemimpin berupaya dan memperoleh kekuasaan dan berkaitan dengan berbagai
kegiatan lain, sebenarnya merupakan kegiatan kemanusiaan klasik yang sudah
berlangsung sejak bermulanya peradaban.
Pemimpin yang kurang
memiliki dasar keterampilan politik akan menjumpai berbagai masalah ketika
mereka mengembangkan organisasi modern (keterampilan politik adalah hakikat
bagi pemimpin yang sukses.
Kekuasaan yang diperoleh
melalui keterampilan politik, diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu:
1.
Kekuasaan pribadi (personal
power),
Sering disebut charismatic power dan power of personality muncul dari setiap
pemimpin dalam mengembangkan pengikutnya dari kekuatan kepribadiannya
sendiri. Mereka memiliki personal magnetism, suasana, keyakinan,
kepercayaan akan tujuan yang akan dicapai para pengkut. Pemimpin merasakan
kebutuhan para pengikutnya dan menjanjikan keberhasilan dalam mencapainya.
2.
Kekuasaan sah (legitimate
power),
Dikenal juga kekuasaan
resmi timbul dari kewenangan yang lebih tinggi, muncul dari kebudayaan
masyarakat dimana kekuasaan didelegasikan secara sah dari otoritas yang lebih
tinggi, kewenangan tersebut memberikan kekuasan kepada seorang pemimpin untuk
mengontrol sumber-sumber, mengganjar (menghukum) yang menjadi pengikutnya,
menerima kekuasaan karena merasa perlu untuk membina ketertiban dan mencegah
terjadinya anarki dalam masyarakat.
3.
Kekuasaan kepakaran (expert
power),
Dikenal juga dengan
authority of knowledge, timbul dari pelajaran khusus, muncul dari pengetahuan
seseorang mengenai informasi dan dari informasi tentang suatu situasi yang
rumit, bergantung pada pendidikan, latihan, dan pengalaman, merupakan jenis kekuasaan
yang penting pada masyarakat teknologi modern dewasa ini.
4.
Kekuasaan politik (political
power).
Timbul dari dukungan
suatu kelompok orang, muncul dari kemampuan seorang pemimpin untuk bekerja
dengan sistem sosial untuk memperoleh dukungan, terutama dengan teknik-teknik
komunikasi.
Manakala ciri pemimpin
politik pula mengikut Charles Hickman Titus, ada 6, iaitu:
1.
Kapasitas intelektual
2.
Rasa diri penting
3.
Vitalitas
4.
Latihan
5.
Pengalaman
6.
Reputasi
Mengikut Keith Devis,
seorang pemimpin harus memiliki 3 jenis keterampilan, iaitu:
1.
Keterampilan teknis (technical
skill)
2.
Keterampilan manusiawi (human
skill)
3.
Keterampilan konseftual (conceptual
skill)
Patologi (penyakit) Pemimpin
Dilihat daripada fenomena dan harapan, penyakit
kepemimpinan dalam birokrasi publik ialah, seperti berikut:
1.
Dalam menjalankan roda birokrasi belum digerakkan oleh visi
dan misi (baru setakat konsep),
2.
Senantiasa mengandalkan kewenangan formal yang dimiliki,
3.
Rendahnya kompetensi,
4.
Rendahnya kemampuan manajerial dalam mengolah sumberdaya organisasi,
5.
Lemahnya akuntabilitas,
Manakala mengikut Hans
Finzel (2002:19-220) dalam bukunya the top ten mistake leader make, ada 10
kesalahan yang kerap dibuat oleh pemimpin, iaitu:
1. Sikap top down (memerintah)
Kebanyakan
orang secara alamiah bersikap top down (memerintah); kepemimpinan dengan sikap
melayani jauh lebih langka; para
pemimpin yang efektip memandang dirinya di dasar piramida yang terbalik.
2. Mendahulukan pekerjaan administrative
ketimbang urusan sumberdaya manusia.
Semakin
besar peran kepemimpinannya, semakin kurang tampaknya waktu bagi orang lain; semakin
besar peran kepemimpinannya semakin penting tugas mengembangkan sumberdaya
manusianya; sumberdaya manusia adalah
peluang, bukan interupsi; hanya lewat hubunganlah akan terjadi perubahan.
3. Tak adanya penegasan.
Semua
orang membutuhkan penegasan dan pujian; sama
seperti menjadikan segalanya terlaksana, kepemimpinan juga banyak hubungannya
dengan ilmu pengetahuan lunak; kita cenderung meremehkan kuasa sentuhan kemurahan
pribadi yang terkecil; belajarlah membawa tingkatan penegasan yang
berbeda-beda, yang dibutuhkan orang-orang nada.
4. Tak ada tempat bagi orang yang lain
daripada yang lain.
Orang
yang lain daripada yang lain bisa menyelamatkan kita dari kemerosotan menuju
pelembagaan; organisasi-organisasi besar biasanya membunuh sikap lain daripada
yang lain sebelum sempat berakar; orang yang lain daripada yang lain membuat
kekacauan karena memang sifatnya kekacauan dami kebaikan institusi sendiri; belajarlah
mengenali sikap lain daripada yang lain yang benar berguna.
5. Kediktatoran dalam pengambilan keputusan.
Diktator
menyangkal nilai individu; para pemain besar dalam sebuah organisasi adalah
seperti pemegang sahamnya. Mereka harus
memiliki suara dalam arah jalan organisasinya; dia yang mengerjakannya yang
seharusnya memutuskan bagaimana hal itu dikerjakan; organisasi-organisasi datar
adalah model untuk masa depan.
6. Pendelegasian yang disesali.
Terlalu
mengatur adalah salah satu dosa pokok kepemimpinan yang buruk; tak ada yang lebih membuat frustasi
orang-orang yang bekerja untuk anda ketimbang pendelegasian yang ceroboh dengan
terlalu banyak maksud tersembunyi; pendelegasian hendaknya cocok dengan
kemampuan setiap pekerja untuk menindaklanjutinya.
7. Kekacauan Komunikasi.
Jangan
pernah berasumsi bahwa semua orang mengetahui segalanya; semakin besar
kelompoknya, semakin harus diperhatikan komunikasinya; kalau dibiarkan tidak
tahu apa-apa, orang cenderung mengarang kabar burung; komunikasi harus
dijadikan obsesi kepemimpinan yang efektip.
8. Tidak tahu apa-apa tentang budaya
organisasi.
Budaya
organisasi adalah cara kami mengerjakan segalanya di sini; jangan pernah
meremehkan kuasa dari budaya organisasi anda; mengembangkan serta mengubah
budaya harus menjadi salah satu perioritas utama kepemimpinan; belajarlah
menghargai nilai-nilai yang berbeda dari nilai-nilai ada.
9. Sukses tanpa pengganti
Kesombangan
membuat seseorang lebih erat memegangi kepemimpinannya, kerendahan hati membuat
sesesorang rileks serta rela, menyelesaikannya dengan baik adalah ukuran
penting dari keberhasilan dalam kepemimpinan; merelakan kepemimpinan adalah
seperti mengirimkan anak-anak anda kuliah; sakit rasanya, namun harus dilakukan; membimbing
adalah fungsi yang tak dapat dikompromikan dalam kepemimpinan yang sukses.
10.
Tidak
focus ke masa depan.
Masa
depan mendekati kita dengan kecepatan luar biasa; konsentrasi seorang pemimpin
hendaknya bukan pada masa lalu atau masa sekarang, melainkan pada masa depan; visi
adalah kesibukan utama pemimpin yang efektip; organisasi diciptakan kembali
dengan generasi pemimpin yang baru.
Penyakit yang kerap
menyerang pemimpin ialah “AIDS” dengan singkatan seperti berikut:
1.
Angkuh
2.
Iri
3.
Dengki
4.
Serakah
BAB IV
KEPEMIMPINAN
PANCASILA
Pancakarsa
Sesuai ketetapan MPR No.
II/MPR/1978, Ekaprasetia Pancakarsa (36 butir), merupakan petunjuk nyata dan
jelas wujud pengamalan Pancasila seperti berikut:
1.
Sila
ketuhan yang maha esa (4 butir),
(1)
Percaya dan taqwa kepada Tuhan
yang maha esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab,
(2)
Hormat menghormati dan
bekerjasama antara pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang
berbeda, sehingga terbina kerukunan hidup,
(3)
Saling menghormati kebebasan
menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan,
(4)
Tidak memaksakan suatu agama dan
kepercayaan kepada orang lain.
2.
Sila
kemanusiaan yang adil dan beradab (8 butir),
(1)
Mengakui persamaan derajad,
persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia,
(2)
Saling mencintai sesama manusia,
(3)
Mengembangkan sikap tenggang
rasa,
(4)
Tidak semena-mena terhadap orang
lain,
(5)
Menjunjung tinggi nilai
kemanusiaan,
(6)
Gemar melakukan kegiatan
kemanusiaan,
(7)
Berani membela kebenaran dan
keadilan,
(8)
Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai
bagian dari seluruh umat manusia, karena itu dikembangkan sikap hormat
menghormati dan bekerjasmaa dengan bangsa lain,
3.
Sila
persatuan Indonesia (5 butir),
(1)
Menempatkan persatuan, kesatuan,
kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau
golongan,
(2)
Rela berkorban untuk kepentingan
bangsa dan negara,
(3)
Cinta tanah air dan bangsa,
(4)
Bangga sebagai bangsa Indonesia dan
bertanah air Indonesia ,
(5)
Memajukan pergaulan demi
persatuan dan kesatuan bangsa yang ber bhinneka tunggal ika,
4.
Sila
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan (7 butir),
(1)
Mengutamakan kepentingan negara
dan masyarakat,
(2)
Tidak memaksakan kehendak kepada
orang lain,
(3)
Mengutamakan musyawarah dalam
mengambil keputusan untuk kepentingan bersama,
(4)
Musyawarah untuk mencapai mufakat
diliputi oleh semangat kekeluargaan,
(5)
Dengan itikat baik dan rasa
tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah,
(6)
Musyawarah dilakukan dengan akal
sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur,
(7)
Keputusan yang diambil harus dapat
dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan yang maha esa, menjunjung
tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
5.
Sila
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (12
butir)
(1)
Mengembangkan perbuatan-perbuatan
yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan
kegotongroyongan,
(2)
Bersikap adil,
(3)
Menjaga keseimbangan antara hak
dan kewajiban,
(4)
Menghormati hak-hak orang lain,
(5)
Suka memberi pertolongan kepada
orang lain,
(6)
Menjauhi sikap pemerasan terhadap
orang lain,
(7)
Tidak bersifat boros,
(8)
Tidak bergaya hidup mewah,
(9)
Tidak melakukan perbuatan yang
merugikan kepentingan umum,
(10)
Suka bekerja keras,
(11)
Menghargai hasil orang lain,
(12)
Bersama-sama berusaha mewujudkan
kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
4.2. Hasthabrata
Warisan
tradisional yang bertitik tolak pada sifat-sifat yang dimiliki oleh benda-benda
alam (Soeprapto, M.Ed), iaitu:
a)
Matahari
(surya),
Sifat panas, penuh energi, sumber kehidupan, pemimpin dapat memberikan
semangat sehingga suasana menjadi hidup, energik, dan penuh dengan kreativitas
dan dinamika, menimbulkan kegairahan kerja.
b)
Bulan (candra),
Sifat indah, sejuk, menawan dan mampu menerangi kegelapan, memberikan
keteduhan dan ketenteraman batin, mampu memecahkan persoalan (dinas dan
pribadi) yang dihadapi.
c)
Bintang (kartika),
Sifat sebagai petunjuk arah, sebagai pedoman, menjadi penuntun, contoh
tauladan, tingkah laku dan perbuatan patut diteladani.
d)
Angin (bayu),
Sifat merata, dan dapat mengisi setiap ruang yang kosong, menembus dan
masuk ke segala tempat, sifat teliti, cermat, dan dapat menyelami segala
kehidupan, mengumpulkan data yang tepat dan akurat sehingga keputusan yang
diambil lebih bijaksana.
e)
Awan (mega),
Sifat menakutkan, berubah menjadi hujan memberikan kesegaran dan
kehidupan, berwibawa, keputusan dan kebijakan yang diambil bermanfaat (jangan
ditanya apa yang dapat diperbuat anak buah bagi pemimpin, tetapi tanya apa yang
dapat diperbuat pemimpin bagi anak buah).
f)
Api (dahana),
Sifat tegak dan tidak pandang bulu, yang mendekat akan hangus tebakar,
prinsip kata-kata dapat dipegang, konsekuen dan penuh tanggung jawab atas
pebuatan, adil tidak pilih kasih, siapa yang salah dihukum dan siapa yang
berhasil diberi penghargaan, bersifat tegas.
g)
Lautan (samudra),
Sifat luas, dapat memuat apa saja, tempat penampungan segala benda untuk
kemudian dibersihkan, memiliki pandangan luas, sabar, mampu menampung segala
macam persoalan dan mampu mencari penyelesainnya, tidak boleh membenci bawahan
betapun berbuat kesalahan.
h)
Bumi (bantala).
Sifat kokoh dan sentosa, dapat menghancurkan barang yang tak berguna
menjadi bermanfaat, suci, sifat luhur dan sentosa budinya, jujur, mampu
memanfaatkan situasi dan kondisi.
4.3. Pola Pikir
Modern Versus Pola Pikir Pancasila
1.
Asas kebersamaan atau asas
integralistik,
(1)
Antara pemimpin dan yang dipimpin
merupakan kesatuan organis,
(2)
Pemimpin tidak tepisah dari yang
dipimpin,
(3)
Antara pemimpin dan yang dipimpin
saling pengaruh mempengaruhi,
(4)
Antara pemimpin dan yang dipimpin
bukan unsur yang saling bertentangan sehingga tak perlu terjadi dualisme antara
pemimpin dan yang dipimpin,
(5)
Masing-maisng unsur yang terlibat
dalam kegiatan mempunyai tempat dan kewajiban hidup (dharma) sendiri-sendiri
dan merupakan suatu kesatuan organis,
(6)
Pemimpin tidak memihak kepada
suatu golongan yang paling kuat, tetapi juga tidak menganggap kepentingan
seseorang sebagai pusat,
(7)
Bahawa eksistensi pemimpin sangat
tergantung pada eksistensi yang dipimpinya.
2.
Asas kekeluargaan dan gotong
royong,
(1)
Timbulnya kerjasama yang akrab,
(2)
Kesejahteraan dan kebahagiaan
bersama yang dijadikan titik tumpu,
(3)
Berlandaskan kasih sayang dan
pengorbanan, kerelaan akan timbul dalam suasana ini.
3.
Asas persatuan dan kesatuan dalam
kebhinekaan,
4.
Asas selaras, serasi, dan
keseimbangan.
BAB V
PEMIMPIN FORMAL, INFORMAL
DAN
ETIKA PROFESI
PEMIMPIN
Pemimpin
Formal
Orang yang ditunjuk oleh
organisasi/lembaga sebagai pemimpin, berdasarkan keputusan dan pengangkatan
resmi untuk memangku suatu jabatan dalam struktur organisasi dengan segala hak
dan kewajiban yang berkaitan dengannya, untuk mencapai sasaran organisasi.
Ciri-ciri:
1.
Berstatus sebagai pemimpin selama
masa jabatan tertentu (ligitimitas);
2.
Harus memenuhi persyaratan
formal;
3.
Didukung oleh organisasi formal;
4.
Mendapatkan balas jasa (materi
dan immateriil) serta emolumen (keuntungan ekstra);
5.
Terdapat mutasi dan mencapai
promosi;
6.
Ada hukuman dan sanksi;
7.
Memiliki kekuasaan dan wewenang.
Pemimpin
Informal
Orang yang tidak
mendapatkan mengangkatan formal sebagai pemimpin, tetapi karena memiliki
sejumlah kualitas unggul, dapat mencapai kedudukan sebagai orang yang mampu
mempengaruhi kondisi psikis dan perilaku suatu kelompok atau masyarakat.
Ciri-ciri:
1.
Tidak memiliki penunjukan
formal/legitimitas;
2.
Ditunjuk oleh rakyat atau
masyarakat, kepemimpinan berlangsung selama rakyat/masyarakat mengakuinya;
3.
Tidak memperoleh dukungan dari
suatu organisasi formal;
4.
Biasanya tidak mendapatkan
imbalan balas jasa (diberikan secara sukarela);
5.
Tidak dapat dimutasi dan mencapai
promosi;
6.
Hukuman dalam bentuk rasa respek
berkurang, pribadi tidak diakui, ditinggalkan oleh massa .
Etika
Profesi Pemimpin
a.
Profesi adalah suatu lapangan
kegiatan (a field of activity) dimana
terdapat kriteria seperti berikut:
1)
Pengetahuan (knowledge),
2)
Aplikasi yang kompeten (competent application),
3)
Tanggung jawab sosial (social responsibitity),
4)
Pengontrol diri (self control),
5)
Sanksi masyarakat (community sanction).
b.
Profesi kepemimpinan harus
dilandaskan kepada paham dasar yang mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan luhur,
iaitu:
1)
Pengabdian pada kepentingan umum,
2)
Jaminan keselamatan, kebaikan dan
kesejahteraan bagi bawahan/masyarakat,
3)
Menjadi pengingat dan pemersatu
dalam segala gerak upaya,
4)
Penggerak/dinamisator daripada
setiap kegiatan.
c.
Etika ialah penyelidikan
filsafati mengenai kewajiban-kewajiban manusia, dan tentang perkara yang baik
dan buruk, jadi penyelidikan tentang moral.
Etika juga didefenisikan sebagai filsafat tentang moral.
Etika tidak membahas kondisi/keadaan manusia, melainkan tentang bagaimana
manusia itu seharusnya bertingkah laku, karena itu pula etika adalah filsafat
mengenai praxis manusia yang harus berbuat menurut aturan dan norma tertentu.
Etika profesi pemimpin ialah pembahasan mengenai:
1.
Kewajiban-kewajiban pemimpin,
2.
Tingkah laku pemimpin yang baik,
dan dapat dibedakan dari tingkah laku yang buruk, serta
3.
Moral pemimpin.
Kriteria
Etika Profesi Pemimpin
1)
Pemimpin harus memiliki satu atau
beberapa kelebihan dalam pengetahuan, keterampilan, keterampilan sosial,
kemahiran teknis serta pengalaman,
2)
Sehingga ia kompeten melakukan
kewajiban dan tugas-tugas kepemimpinan, disamping,
3)
Mampu bersikap susila dan dewasa
sehingga dia selalu bertanggung jawab secara etis/susila, mampu membedakan
hal-hal yang baik dari yang baruk, dan memiliki tanggung jawab sosial yang tinggi.
Sikap susila/moral yang dewasa ialah sikap bertanggung jawab berdasarkan
kebebasan pribadinya atau asas otonom.
Dan tanggung jawab moral itu menuntut kepada pemimpin agar dia
terus-menerus memperbaiki segala sesuatu yang ada, baik yang ada pada diri
sendiri mahupun yang ada di luar dirinya supaya lebih banyak ditegakkan unsur
keadilan kebahagiaan kesejahteraan yang lebih merata,
4)
Memiliki kemampuan mengontrol
diri, iaitu mengontrol pikiran, emosi, keinginan dan segenap perbuatannya,
disesuaikan dengan norma, norma kebaikan.
Sehingga termunculkan sikap moral yang baik dan bertanggung jawab.
5)
Selalu melandaskan diri pada
nilai-nilai etis (kesusilaan, kebaikan).
Sekaligus pemimpin juga harus mampu menciptakan nilai-nilai yang tinggi
atau berarti. Nilai adalah segala
sesuatu yang dapat memenuhi keperluan manusia.
6)
Dikenal sanksi. Oleh adanya norma, perintah, dan larangan
yang harus ditaati oleh pemimpin demi kesejahteraan hidup bersama dan demi
efisiensi organisasi, maka segenap tindakan dan kesalahan pemimpin itu
dikontrol. Jadi ada kontrol diri dan
kontrol sosial. Karena itu
kesalahan-kesalahan harus segera dibetulkan, pelanggaran-pelanggaran dihukum
dan ditindak dengan tegas.
Etika
dan Nilai Profesi Pemimpin
Etika profesi pemimpin
memberikan landasan kepada setiap pemipin untuk selalu:
1)
Bersikap kritis dan resional,
berani mengemukakan pendapat sendiri, dan berani bersikap tegas sesuai dengan
rasa tanggung jawab etis (susila) sendiri.
Maka etika profesi menggugah pemimpin untuk bersikap rasional dan kritis
terhadap semua peristiwa dan norma, termasuk norma tradisi, hukum, etik kerja,
dan norma-norma sosial lainnya,
2)
Bersikap otonom (bebas, tanpa
dipaksa atau dibeli, mempunyai pemerintahan diri, berhak untuk membuat norma
dan hukum sendiri sesuai dengan suara hati nurani yang tulus bersih),
3)
Memberikan perintah-perintah dan
larangan-larangan yang adil dan harus ditaati oleh setiap lembaga dan individu.
Etika didukung oleh
bermacam-macam nilai, antara lain:
1)
Nilai-nilai kesejahteraan dan
kebaikan,
2)
Nilai kepentingan umum,
3)
Nilai kejujuran, kebaikan, dan
keterbukaan,
4)
Nilai diskresi
(discretion=sederhana, penuh pikir, mampu, membedakan apa yang patut dikatakan
dan apa yang harus dirahasiakan),l
5)
Nilai kesopanan, biasa menghargai
orang lain dan diri sendiri.
BAB VI
PEMIMPIN DAN KEPEMIMPINAN DALAM FALSAFAH DAN
NILAI BUDAYA MELAYU
Jenis Kepemimpinan Melayu
Dalam budaya Melayu,
pemimpin amatlah pelbagai, mulai daripada pemimpin rumah tangga, dusun, dan
kampung hinggalah kepada pemimpin bangsa dan negara. Bidang kajian kepemimpinan dalam budaya
Melayu, bermula daripada kekeluargaan, adat, agama dan hinggalah ke bidang
organisasi dan pemerintahan.
Mengacu kepada akhlak
baik atau buruk (etika), orang Melayu membezakan pemimpin kedalam dua jenis, iaitu
pemimpin yang baik dan yang buruk.
Effendi (2002), mensenaraikan sebanyak 74 jenis pemimpin baik dan 120
pemimpin yang buruk, seperti berikut:
A
|
C
|
L
|
U
|
||||
1.
Abdi,
2.
Abu,
3.
Acah,
4.
Acu,
5.
Adat,
6.
Adil,
7.
Agak,
8.
Agul,
9.
Agung,
10. Ahli,
11. Aib,
12. Ajun,
13. Akal,
14. Alah,
15. Alat,
16. Alih,
17. Alim,
18. Amal,
19. Amanah,
20. Ampas,
21. Ampu,
22. Amuk,
23. Anak,
24. Angguk,
25. Angkara,
26. Angkuh,
27. Antah,
28. Antan,
29. Antuk,
30. Arang,
31. Arif,
32. Asal,
33. Asap,
34. Asin,
35. Asuh,
36. Awas,
B
37. Badak,
38. Baik,
39. Bangkai,
40. Basi,
41. Bawaan,
42. Bayangan,
43. Bebal,
44. Bengak,
45.
46. Bengkok,
47. Berani,
48. Beruk,
49. Besar,
50. Besi,
51. Betul,
52. Biasa,
53. Bibir,
54. Bijak,
55. Bingal,
56. Bingung,
57. Bisa,
58. Bising,
59. Bisu,
60. Bodoh,
61. Bohong,
62. Bual,
63. Buas,
64. Buaya,
65. Busuk,
66. Buta,
|
(+)
(-)
(-)
(+)
(+)
(+)
(-)
(-)
(+)
(+)
(-)
(-)
(+)
(-)
(-)
(-)
(+)
(+)
(+)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(+)
(-)
(-)
(+)
(+)
(+)
(-)
(+)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(+)
(-)
(+)
(-)
(+)
(-)
(-)
(+)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
|
67. Cabul,
68. Cacat,
69. Celaka,
70. Cerdas,
71. Cerdik,
72. Cergas,
73. Cermat,
74. Ceruk,
75. Cuai,
76. Cukup,
77. Culas,
78. Curang,
79. Curi,
D
80.
81. Dayus,
82. Degil,
83. Duduk,
84. Dungu,
E
85. Elah,
86. Elok,
87. Engkek,
F
88. Faham,
89. Fakir,
90. Fasik,
G
91. Gaduh,
92. Gagah,
93. Galak,
94. Garang,
95. Gertak,
96. Giat,
97. Gigi,
98. Gigih,
99. Gila,
100.
Gincu,
H
101.
Hakim,
102.
Handal,
103.
Hantu,
104.
Hanyut,
105.
Haram,
106.
Harum,
107.
Hasad,
108.
Hasung,
109.
Hasut,
I
110.
Ikutan,
111.
Iman,
112.
Induk,
113.
Ingat,
114.
Ingkar,
115.
Insaf,
J
116.
Jahanam,
117.
Jahat,
118.
Jahil,
119.
Jantan,
120.
Jauh,
121.
Jujur,
K
122.
Kasar,
123.
Keras,
124.
Kerdil,
125.
Kotor,
|
(-)
(-)
(-)
(+)
(+)
(+)
(+)
(-)
(-)
(+)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(+)
(-)
(+)
(+)
(-)
(-)
(+)
(-)
(-)
(-)
(+)
(-)
(+)
(-)
(-)
(+)
(+)
(-)
(-)
(-)
(+)
(-)
(-)
(-)
(+)
(+)
(+)
(+)
(-)
(+)
(-)
(-)
(-)
(+)
(-)
(+)
(-)
(-)
(-)
(-)
|
126.
Lalim,
127.
Lembik,
128.
Liar,
129.
Loba,
130.
Lumpuh,
131.
Lurus,
M
132.
Mabuk,
133.
Menakah,
134.
Membazir,
135.
Miang,
136.
Mulia,
137.
Mulut,
138.
Munafik,
139.
Mungkar,
140.
Murni,
N
141.
Nama,
142.
Nekad,
0
143.
Ompong,
P
144.
Palsu,
145.
Pandir,
146.
Patut,
147.
Pekak,
148.
Pelit,
149.
Pembengak,
150.
Pemurah,
151.
Pengaruk,
152.
Pengecut,
153.
Peradang,
154.
Pesong,
155.
Pilihan,
156.
Polos,
157.
Pusang,
R
158.
Rakyat,
159.
Rakus,
160.
Rasmi,
161.
Rebah,
162.
Renyah,
163.
Rosak,
S
164.
Sabar,
165.
Sakit,
166.
Sejati,
167.
Sempurna,
168.
Serakah,
169.
Sesat,
170.
Sial,
171.
Sidik,
172.
Singa,
173.
Soleh,
T
174.
Tabah,
175.
Tawakal,
176.
Tegas,
177.
Teguh,
178.
Teladan,
179.
Temberang,
180.
Ternama,
181.
Terpandang,
182.
Terpuji,
|
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(+)
(-)
(+)
(-)
(-)
(+)
(-)
(-)
(-)
(+)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(+)
(-)
(-)
(-)
(+)
(-)
(-)
(-)
(-)
(+)
(+)
(-)
(+)
(-)
(+)
(-)
(-)
(-)
(+)
(-)
(+)
(+)
(-)
(-)
(-)
(+)
(-)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(-)
(+)
(+)
(+)
|
183.
Ulung,
184.
Umat,
185.
Usang,
186.
Utama,
W
187.
Waham
188.
Wali,
189.
Warak,
190.
Waris,
191.
Wasiat,
Y
192.
Yakin,
Z
193.
Zalim,
194.
Zuhud,
|
(+)
(+)
(-)
(+)
(-)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(-)
(+)
|
Falsafah Kepemimpinan Melayu
Raja Iskandar Syah mengibaratkan pemimpin (leader) dan pengikut (follower)
Melayu bagaikan “lalang” dan “padi”. Lalang bagi pemimpin, dan padi bagi
pengikut.
Lalang memiliki ketajaman di
ujung daun dan duri disepanjang sisi daun serta pangkal akar. Ini melambangkan pemimpin berdiri tegak,
perlu dilindungi dan didaulatkan disamping pemimpin juga harus memiliki kekuatan
melindungi bawahan seperti lalang yang
tumbuh di tebing sawah.
Manakala padi pula senantiasa
harus diberi air sehingga berisi, semakin berisi semakin merunduk, mengabdi
walaupun harus dihempaskan seluruh batangnya untuk mengeluarkan beras. Artinya pengikut harus berbakti, mengabdi,
tidak akan berkhianat kepada pemimpin selagi pemimpin itu benar.
Seandainya
pemimpin mengambil hak rakyat seperti lalang yang tumbuh di dalam sawah,
bukannya di tebing sawah, tentunya padi tidak akan berisi dan sawah tidak akan menjadi. Akhirnya pemimpin didurhakai. Oleh sebab itu sawah harus memiliki batas,
kuasa pemimpin dan rakyat juga harus dibatasi.
Pada zaman dahulu, daun lalang
digunakan sebagai atap rumah-tempat berlindung dari terik matahari dan
hujan. Sedangkan batang padi dijadikan
sebagai sapu. Artinya kekuasaan pemimpin senantiasa diletakkan di atas dalam
kehidupan bermasyarakat. Sedangkan
pengikut harus sehati dan sejiwa demi terlaksananya tugas dalam menghadapi dan
membasmi anasir jahat yang timbul.
Apabila filsafat hidup padi dan
lalang diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, konteknya dalam
kepemimpinan, maka bangsa ini akan menjadi bangsa yang tangguh, tidak mudah
mengalah, walaupun badai menerjang, api membakar, tetapi lalang tetap tumbuh
tegak beralun meliuk lentur menghadapi masa depan dengan penuh kepastian.
Dalam hal ini perlu diubah pribahasa yang
menyatakan bahwa “janganlah kamu menjadi seperti lalang, tetapi jadilah kamu
seperti lalang” yang tidak akan tunduk dengan segala tantangan. Inilah kepemimpinan melayu identik dengan
lalang.
Falsafah pemimpin dalam budaya Melayu juga
boleh disimak dalam uangkapan tradisional seperti berikut:
1. Apa
tanda (si) anak jantan
Bentuk
keperkasaan dan keberanian (baik laki-laki maupun perempuan)
2. Mati di
tengah gelanggang
Gelanggang adalah kehidupan yang meliputi asfek cita-cita, harapan dan
pengorbanan serta perjuangan. Artinya
tidak boleh berpangku tangan, pekerja keras dan mati bersama cita-cita,
harapan, pengorbanan dan perjuangan.
3. Tidurnya
dipuncak gelombang
Tidur tidak nyenyak karena
memikirkan masa depan (anak-anaknya bagi orang tua, agama, bangsa dan negara
bagi pemimpin)
4.
Makannya di tebing panjang
Menggambarkan bumi nan subur dan
kaya raya; tebing panjang ibarat batas sawah terbentang nan luas, atau tebing
pantai yang panjang; dasar laut penuh kekayaan dan sumber rezeki; tidak ada
masalah dalam memenuhi keperluan hidup (makan dan minum); jika ada orang miskin di bumi kaya artinya …bila
tidak malas/tidak bersyukur dengan nikmat,
pasti kekayaannya sudah habis dirampok …
5. Langkahnya
menghentam bumi
Sikap teguh, gagah perkasa, berhati baja dan penuh keyakinan;
melaksanakan tugas dengan rasa tanggung jawab;
melangkah dengan kepastian untuk meraih kesuksesan; kegagalan adalah
cobaan bukan mematahkan semangat dan cita-cita.
6.
Lenggangnya mengipas semak
Mampu membedakan antara yang baik
dan buruk; Menyingkirkan yang buruk
bagaikan menguak air dalam sungai; melakukan kebaikan untuk semua orang, ibarat
melalui semak belukar perintis jalan agar yang dibelakang mudah melalui.
7. Tangisnya
terbang ke langit
Rindu akan kebenaran; susah senang
senantiasa mengadu kepada Tuhan; pasrah dan bermohon dengan linangan air mata
hanya kepada Tuhan; taqwa dasar kehidupan; terlanjur berbuat salah segera
bertobat; jika susah meneteskan air mata karena kesalahan dan dosa, maka telah
terjadi pengikisan nilai yang amat dahsyad.
8. Esaknya
ditelah bumi
Tabah dan sabar; tidak mengalah
dengan musibah, bencana, malapetaka dan ujian; tidak terlalu mengharapkan
bantuan; menghadapi ujian dengan optimis; tangis tersembunyi dalam benak;
penderitaan ditanggung sendiri dalam hati; tidak mudah mengeluh; tegar dalam
menghadapi ujian.
9. Yang tak
kenal (kan )
air mata
Tidak mudah bersedih; tidak ada
duka nistafa dalam kehidupan; penuh harapan menghadapi hari esok
10.
Tak kenal (kan )
tunduk kulai
Tidak mengalah dalam perjuangan
hidup; keteguhan dan keberanian jiwa;
bernilai bagi diri dan bangsa; bersemangat dalam menghadapi tantangan.
Kepemimpinan
Raja Haji
Mengikut Raja Haji
Fisabilillah, persyaratan yang harus dipunyai oleh seorang Raja (pemimpin)
ialah:
a)
Hendaknya raja itu Islam,
b)
Laki-laki yang mukallaf,
c)
Merdeka,
d)
Adil,
e)
Mempunyai kemampuan ijtihad yang
baik,
f)
Mempunyai pembicaraan yang baik,
g)
Mempunyai pendengaran yang baik,
h)
Mempunyai penglihatan yang baik,
i)
Mempunyai keberanian yang kokoh,
j)
Rajin tidak malas mengurus
permasalahan yang ada dalam pemerintahan.
Sedangkan syarat pemimpin yang memegang jabatan dibawah naungan perdana
menteri, mengikut Raja Haji ialah:
a)
Islam,
b)
Mukallaf,
c)
Laki-laki,
d)
Merdeka,
e)
Mempunyai kemampuan ijtihad dan
tadbir yang baik,
f)
Amanah,
g)
Mempunyai sifat yang baik dan
menyenangi kebijaksanaan,
h)
Mempunyai pengetahuan pada
bidangnya.
Manakala syarat pemimpin yang bernaung dibawah mufti al-Islam pula,
mengikutnya ialah:
a)
Islam,
b)
Baligh,
c)
Berakal,
d)
Merdeka,
e)
Laki-Laki,
f)
Adil,
g)
Mengetahui segala hukum Allah,
hadist Nabi, Ijma’ ulama, dan mengetahui tentang cara-cara menetapkan suatu
dalil-dalil yang sesuai dengan hukum,
h)
Mempunyai indera pendengaran dan
penglihatan yang baik.
Akhirnya prinsif kepemimpinan dalam falsafah dan nilai budaya Melayu
ialah “Raja adil raja disembah, raja
zalim raja disanggah/bantah”, berbanding terbalik dengan falsafah dan nilai
budaya Jawa yang menyebutkan bahawa “mikul
duwur mendem jero”.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Latiff Abu Bakar dan Hanipah Hussin.2004.Kepemimpinan Adat Melayu Serumpun.Melaka:Institut
Seni Malaysia Melaka.
Abdinagoro, Sri Bramantoro.2003.Road to be an Own Boss, menjadi bos untuk
diri sendiri. Jakarta :
Republika.
Anoraga, Pandji. 2003.Psikologi Kepemimpinan. Jakarta : Reneka Cipta.
Antlov, Hans & Sven Cederroth (red). 2001.Kepemimpinan Jawa, perintah halus,
pemerintahan otoriter. Jakarta :
Yayasan Obor Indonesia .
Asnawi, Sahlan.2001.Kepemimpinan dan Kepengikutan dalam kokus
politik Indonesia
Kontemporer, era Soekarno, Soeharto, Habibie dan Gus Dur.Jakarta:Studia
Press.
Blanchard, Ken.2001.Hati Seorang Pemimpin.Terjemahan Arvin
Saputra.Jakarta:Batam:Interaksara.
Cohen, William A.1992.Seni Kepemimpinan. Terjemahan Anton Adiwiyoto. Jakarta : Mitra Utama.
Effendi, Onong Uchjana.1992.Kepemimpinan dan Komunikasi.
Bandung : Mandar
Maju.
Effendi, Tenas.2002.Pemimpin Dalam Ungkapan Melayu.Kuala Lumpur:Dewan Bahasa dan
Pustaka.
Estrada, Ric.1985.Kepemimpinan Dalam Konperensi, suatu pedoman pengembangan pimpinan
pertemuan.Jakarta: Bina Aksara.
Fathi, Muhammad.2004.Now…,You are Leader, acuan praktis menjadi teladan dalam memimpin.Jakarta:
Bening Publishing.
Finzel, Hans.2002.Sepuluh Besar Kesalahan Yang Dibuat Para Pemimpin.Terjemahan
Arvin Saputra.Batam.Interaksara.
Freedman, Mike & Benjamin B. Tregoe. 2004.The Art and Discipline of Strategic
Leadership, pemikiran strategis untuk merealisasikan visi organisasi.
Terjemahan Hikmat Kusumaningrat. Jakarta :
PT Gramedia Pustaka Utama.
Heider,
John. 2000.Kepemimpinan Tao.
Terjemahan Djarot Suseno & Ramelan. Jakarta :
PT Pustaka Binaman Pressindo.
Julian, Larry S.2004.God Is My CEO, penerapan priinsip-prinsip spritual, dalam kepemimpinan
bisnis.Terjemahan Paul Alfried Rajoe.Jakarta: Buana Ilmu
Populer.
Karjadi.1989.Kepemimpinan (leadership). Bogor : Politeia.
Kartono, Kartini.1994.Pemimpin dan Kepemimpinan, Apakah Pemimpin Abnormal Itu?.Jakarta : PT RajaGrafindo
Persada.
-------.1988.Pemimpin dan Kepemimpinan, Apakah Pemimpin Abnormal Itu?.
Jakarta : CV
Rajawali
Keating, Charles J.1986.Kepemimpinan, teori dan pengembangannya. Terjemahan
A.M. Mangunhardjana.Yogyakarta: Kanisius.
Lako, Andreas. 2004.Kepemimpinan dan Kinerja Organisasi, Isu, teori, dan solusi.
Yogyakarta : Amara Books.
Low, C.C.1995.Sun Tzu: Seni Berperang. Terjemahan Markus A.S. Jakarta : PT Bhuana Ilmu
Populer.
Mahyudin.2002.Visi Kepemimpinan Masyarakat Madani. Jakarta : NM Press.
Mar’at.1983.Pemimpin
dan Kepemimpinan.Jakarta: Ghalia Indonesia .
Maxwell, John C.2003.Pemimpin 101.Terjemahan Hance
Hartono.Jakarta: PT Mitra Media Publisher.
Moeljono, Djokosantoso. 2004.Beyond Leadership, 12 konsep kepemimpinan.
Jakarta : Elex
Media Komputindo.
Murphy, Emmertt C. & Mark A. Murphy.2005.Pemimpin di Tepi Jurang Kekacauan.Terjemahan
Alexander Sindoro.Batam.Interaksara.
Pamudji. 1993.Kepemimpinan Pemerintahan di Indonesia. Jakarta : Bumi Aksara.
Prihandono, Doni & Rohmat Haryadi. 2004.Servant Leadership. Jakarta : Elex Media
Komputindo.
Rahman, Afzalur.2002.Nabi Muhammad Sebagai Seorang Pemimpin Militer.
Terjemahan Anas Sidik. Jakarta :
Amzah.
Rivai, Veithzal. 2003.Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta : RajaGrafindo
Persada.
Rubino, Joe.2004.The Magic Lantern, fable kepemimpinan sejati, keunggulan personal, dan
pengembangan pribadi.Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer.
Rustandi, R. Achmad.1987.Gaya Kepemimpinan, pendekatan bakat situasional. Bandung : Armico.
Sachedina, Abdulaziz. 1991.Kepemimpinan Dalam Islam, perspektif Syi’ah.
Terjemahan Ilyas Hasan. Bandung :
Mizan.
Siagian, Sondang P. 2003.Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta : Reneka Cipta.
Sigit, Soehardi. 1983.Teori Kepemimpinan Dalam Manajemen. Yogyakarta :
Armurrita.
Sudjana, Eggi. 2003.Visi Pemimpin Masa Depan. Bandung : Marja.
Susetya, Wawan.2007.Kepemimpinan Jawa.Yogyakarta:Narasi.
Sutarto. 2001.Dasar-Dasar Kepemimpinan Administrasi. Yogyakarta : Gadjah
Mada University
Press.
Syafi’ie, Inu Kencana. 2003.Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia.Bandung:
PT Refika Aditama.
Thoha, Miftah.1990.Kepemimpinan Dalam Manajemen, suatu pendekatan perilaku.Jakarta:
Rajawali Pers.
Wahjosumidjo.1987.Kepemimpinan dan Motivasi. Jakarta : Ghalia Indonesia .
-------.2000.Dasar-Dasar Kepemimpinan dan Komitmen Kepemimpinan Abad XXI.
Jakarta :
Lembaga Administrasi Negara – Republik Indonesia .
Wignyowiyoto, Suharsono.2002.Leadership-Followership, hubungan dinamis
kepemimpinan-keanakbuahan sebagai kunci sukses organisasi.Jakarta:
PPM.
Winardi. 2000.Kepemimpinan dalam Manajemen.Jakarta: Reneka Cipta.
Yulk, Gary. 1998.Kepemimpinan Dalam Organisasi.Terjemahan Jusuf Udaya.
Jakarta :
Prenhallindo.
Zenger, John H & Joseph Folkman.2004.The Handbook for Leaders, 24 poin penting
seputar kepemimpinan yang luar biasa.Terjemahan Paul Alfried
Rajoe. Jakarta :
Bhuana Ilmu Populer.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar