Selasa, 25 Mei 2010

HUSNIZAR HOOD : Jual Koyo, Jual Diri, Terjual Negeri

Jual Koyo, Jual Diri, Terjual Negeri
 PDF Cetak E-mail
Ditulis oleh Redaksi , Minggu, 07 Maret 2010 08:29

Kolom: Hoesnizar Hood

SAYA tak tahu. saya yakin kawan saya juga pasti tak tahu, apakah sekarang koyo atau kami selalu menyebutnya dengan “koyok” masih laku keras di pasaran, maksudnya masih banyak masyarakat yang membeli. Kalau dulu ketika masih di kampung dan indahnya masa kecil, saya tahu obat ”sakti” itu memang sangat luar biasa lakunya. Selain koyok obat buatan china itu berada di rangking pertama tentulah pil APC yang jadi penawar sakit yang sungguh luar biasa.

Pemandangan pipi ditempel koyok tanda sakit gigi, pelipis kiri kanan ditempel koyok tanda kepala pusing kemudian pinggang, perut, kaki dan tangan ditempel koyok sesuatu yang biasa. Bukan satu, kadang dua sekaligus si koyok ditempel di bagian-bagian tubuh mereka. “Biar cepat sembuh”, katanya. Percaya atau tidak percaya, suka atau tidak suka, ketika itu penjualan koyok tetap berada diatas rata-rata, itu berarti masyarakat percaya untuk menggunakannya. Kalau tak percaya siapa pula yang mau membelinya?

“Jangan jual koyok”, sergah Mahmud kepada saya. Sekejap saya terdiam mendengar kalimat yang diucapkannya. Padahal baru saja saya ingin menceritakan kepadanya tentang benda mujarab itu atau paling tidak cerita saya ini bisa kembali akan mengingatkannya kisah kenangan masa lalu. Masih ingat? Ya, benda itu terbuat dari kain bercampur karet dan memiliki perekat dengan ukuran tak lebih dari 6 x 6 centimeter berwarna putih. Itulah koyok dan jika ditempel di bagian tubuh kita akan terasa dingin atau bukan rasa digin sebenarnya, tapi panas yang memberikan angin atau menthol istilah orang kampung saya.

“Siapa yang nak dikoyok?”, jawab saya kepada Mahmud. Kawan saya itu mengangkat bahunya sambil mencibirkan bibirnya. Saya tahu apa yang ada dalam pikirannya. Kemarin dia pernah mengatakan “Orang kita itu paling pandai jual koyok tapi paling mudah juga dikoyok orang”. Dibengak-bengak orang, dijanji-janji orang. Konon kalau nanti si anu yang memimpin akan sejahtera hidup, kalau si anu memimpin akan meneruskan pembangunan yang ada dan kalau si anu memimpin dia adalah simbol marwah negeri. “Dan budak-budak di kampung kita tu Tok, mendengarnya terharu, sampai menitikkan air mata”, cerita Mahmud. “Menagis kenapa Mud?”, Tanya saya. “Lapar, rupanya tak ada makan nasi, cuma epok-epok yang dihidangkan waktu mereka berkunjung ke kampong kita”.

Saya menggaruk-garuk kepala, di dalam bayangan saya nampak ada seseorang yang berbuih-buih mulutnya bersilat lidah dari hulu ke hilir menceritakan kehebatannya dan mencoba meyakinkan orang-orang. Ya, orang yang jadi lawan bicaranya, dan tentulah orang yang jadi lawan bicaranya itu sampai ternganga-nganga mendengar kehebatannya. Ah, dari mana pulalah datang istilah “jual koyok” itu, pikir saya. Istilah yang diungkapkan Mahmud tadi. Yang dipekikkannya kepada saya. Seingat saya seumur hidup saya tak pernah berjualan koyok kalau memakainya memang pernah dan bukan hanya sekali tapi sudah berkali-kali, terutama ketika sakit gigi, ia melintang di pipi.

Istilah itu saya pikir muncul karena koyok itu dianggap bisa menyembuhkan segala macam hal, segala macam penyakit, katakanlah seperti orang “jual obat” yang menawarkan satu jenis obat tapi bisa menyembuhkan seribu penyakit. Mana bisa? Karena itulah muncul “jual koyok”, menjual sesuatu yang dianggap mampu menyelesaikan permasalahan yang ada.

“Betul”, kata Mahmud. “jual koyok tu, jual cerita yang tak betul, seolah-olah dia saja yang hebat, dia saja yang benar, dia saja yang baik”, tambah Mahmud, mempertegas apa yang saya pikirkan tentang istilah jual koyok itu. Kalau begitu suailah apa yang saya pikirkan dengan apa yang kawan saya itu pikirkan juga. Memikirkan tentang siapa si penjual koyok itu. Sesuai juga dengan apa yang kawan saya katakan bahwa orang kita ini paling pandai jual koyok tapi paling mudah juga dikoyok oleh orang lain.

Seperti musim panas yang sekarang ini sedang kita rasakan. Panas karena memang hujan sudah lama tak turun-turun. Panas karena para penjual koyok itu kembali lagi hadir dengan wajah yang lebih santun. Santun yang dibuat-buat. Gambarnya bermunculan di sepanjang jalan, tertempel di dinding-dinding, di kedai-kedai, di tiang-tiang listrik dan dimana-mana saja yang ada ruang pasti mereka para tim sukses akan menempelnya. Mungkin seperti menempel koyok itu juga, soal sakitnya apa, diagnosanya apa yang penting koyok menjadi langkah penyelamatan pertama.

“Yang menempel itu penjual koyok juga, Mud”, berjam-jam mereka menceritakan kehebatan gambar orang yang ditempelnya itu, padahal kita tahu ada yang sudah 5 tahun lalu berkuasa, tak jelas juga apa yang dibuatnya. Seperti tak tahu atau pura-pura tak tahu bahwa selama ini ada kekuasaan di tangannya, atau itu adalah kekuasaan semu. Kekuasaan yang ada di tangan tapi tak berdaya untuk menggunakan, tak ada keberanian. Ada juga yang haus kuasa, begitu bernafsu, padahal dalam pikiran saya dan juga Mahmud, buat apa sih kekuasaan? Kalau ujungnya adalah penderitaan, kalau ujungnya kita mesti harus merasa terzalimi dan dizalimi oleh orang lain kemudian kita pula ingin menzalimi orang lain itu.

“Ssst!, tak usahlah kita pakai istilah kata-kata itu, ngeri mendengarkannya”, ujar Mahmud. “Ini negeri yang bermartabat. Tak ada orang di sini yang mau zalim menzalimi hanya karena kekuasaan. Bukankah sejarah menulis bahwa orang Melayu itu paling rela memberikan kekuasaannya kepada orang lain selagi itu untuk kepentingan negerinya”, tambah Mahmud lagi.

Tapi susah juga hendak mengatakan perihal “bermartabat” itu. Orang-orang kini lebih memilih untuk berpikir yang penting menang daripada berpikir apa yang harus dimenangkan. Hari ini pastilah di dalam bayangan para calon gubernur negeri ini yang kemarin sudah mendaftarkan diri sampai pada batas waktu terakhir dengan berbagai cara perjuangan mereka mendapatkan partai-partai pendukungnya bahwa mereka akan menang dan begitu juga para pengusungnya bahwa mereka juga yakin akan menang. Tak ada seorangpun yang berpikir kalah, kecuali dia yang memang dibayar untuk hanya mendampingi pencalonan takut kalau-kalau tak cukup calonnya.

Bukan hanya kemenangan pribadi tapi ada banyak yang harus dimenangkan dalam pertarungan ini nanti. “Kemenangan negeri ini, itu yang paling utama, Tok. Bahwa kemenangan kita dari “menjual diri” dan “dibeli” oleh masyarakat banyak karena ada rasa kepercayaan mereka dan amanah yang diberikan oleh mereka kepada kita. Karena itulah orang-orang yang akan “menjual diri” itu harus bergegas menyampaikan kepada para “pembeli” mereka yakni masyarakat bahwa mereka adalah seuatu yang pantas dihargai karena memiliki kemampuan dan kesepahaman terhadap tanggung jawab membangun negeri ini.”

“Kalau tidak terjual negeri ini, Tok”, keluh Mahmud, suaranya agak merendah, saya agak terenyuh juga mendengar keluh Mahmud itu. Biasanya kawan saya itu garang, apalagi kalau ada orang yang mau menggadai negeri ini, Tapi kali ini tidak, dia malah merendah. Padahal menurutnya jika tersilap langkah, para penjual koyok itu bisa meninabobokkan kawan-kawan kita yang berada di segala penjuru kampung yang ada. Alamat terjual negeri ini.

“Siapa yang akan peduli, Mud? Kalau bukan awak siapa lagi?”. Hati saya sebenarnya bimbang juga melihat kenyataan yang ada. Tapi itulah politik, kita biasanya hanya bersatu ketika nasib kita susah, hidup papa kedana tapi ketika nasib sudah membaik dan harta sudah mengeliligi kita, mulailah kita bertelagah di antara kita sesama. Kita biasanya tak sanggup membeli tapi kalau terpaksa mengganti kita berjuang setengah mati. Kita biasanya mengukur sesuatu yang kecil dan kita melihat kita besar di situ Tetapi ketika berada dalam sesuatu yang besar kita tak mau mengakuinya bahwa kita begitu kecil berada disitu. Kita meyakini bahwa kita bisa berbuat apa saja yang dinginkan rakyat, kita bisa menjadi penawar duka hati rakyat, menjadi pelipur lara rakyat, menjadi dewa penolong rakyat.

Seperti koyok tadi, yang bisa mengobati apa saja yang sebenarnya kita sendiri yang mengatakan bisa. Lalu kita menempelnya selembar di kening untuk menghilang pening, kita terlelap dan bermimpi bertemu dengan seorang bidadari dan ketika terbangun kita menganggap koyok itu juga yang telah mempertemukannya. Anda mau koyok ? Saya ada tiga, mungkin juga empat, atau ambillah semuanya. ***

Ibas SBY di pinang Tim Anas

Tim Anas Langsung Pinang

JPNN, Jakarta
redaksi@batampos.com Alamat E-mail ini dilindungi dari robot spam. Anda perlu mengaktifkan JavaScript untuk melihatnya

Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) masih menjadi salah satu calon terkuat Sekjen DPP Partai Demokrat ke depan. Tim pemenangan Anas Urbaningrum dalam kongres lalu siap mendorong putra bungsu SBY itu untuk menduduki posisi tersebut, mendampingi ketua umum terpilih Anas Urbaningrum.

Ketua tim pemenangan Anas, Ahmad Mubarok mengungkapkan, skenario tersebut juga sudah disampaikan kepada Ibas. “Dia memilih merendah dan bilang kalau masih ada orang lain yang lebih baik. Tapi, ini yang justru menarik,” kata Mubarok saat dihubungi tadi malam (24/5).

Menurut dia, sikap rendah hati itu justru menjadi bukti kematangan Ibas dalam berpolitik saat ini. Karena itu, dia yakin, posisi Sekjen sudah cukup tepat untuk dipercayakan kepadanya. “Dia cukup cerdas, cepat sekali berkembangnya,” tambah mantan wakil ketua umum DPP Partai Demokrat tersebut.

Menurut Mubarok, potensi anggota Komisi I DPR kelahiran Bandung, 21 November 1980 tersebut yang sudah muncul saat ini baru sekitar 60 persen.

“Dia itu aset Demokrat. Kira-kira setengah tahun lagi dia pasti sudah matang,” yakinya.

Selama ini, lanjut dia, Ibas belum banyak mendapat kesempatan keluar. Dia relatif masih terus berada di bawah bayang-bayang SBY. Namun, Mubarok yakin, jika dia diberi kepercayaan, pasti ceritanya akan lain. “Buktinya di kongres kemarin. Sebagai ketua SC dia sukses. Bahkan, kongres Demokrat dianggap sebagai kongres paling demokratis,” tambahnya.

Apakah Anas juga sudah setuju Ibas jadi Sekjen? Mubarok menyatakan bahwa Anas belum memberikan kepastian. Sebagai sosok yang demokratis, kata dia, Anas biasanya memang lebih suka mendengar dulu masukan-masukan dari pihak lain. “Dia tunggu masukan dari saya, termasuk masukan dari rekan-rekan sesama tim yang lain,” imbuhnya.

Susunan lengkap kepengurusan Demokrat pada masa kepemimpinan Anas diperkirakan baru terlihat pada dua pekan mendatang. Kubu Andi Mallarangeng, yang kalah sejak putaran pertama pemilihan, juga melihat potensi Ibas untuk masuk dalam kepengurusan baru.

”Wacana itu sudah sejak dulu, juga sudah berkembang dan DPC-DPC juga mengatakan itu. Menurut saya, bagus juga itu,” kata Ramadhan Pohan, mantan sekretaris tim sukses Andi Mallarangeng di gedung DPR, Jakarta, kemarin (24/5).

Menurut Pohan, seperti hal terpilihnya Anas, Ibas sudah layak dan mampu menduduki posisi penting di kepengurusan harian. Modal yang dibawa Ibas sudah cukup. Apalagi, Ibas juga sukses menggelar kongres yang disebut-sebut paling demokratis dibanding yang lain. “Ibas sudah berhasil jadi ketua SC. Itu modal penting,” ujarnya.

Tidak hanya Ibas, Andi Mallarangeng sebagai pesaing Anas dalam kongres pun siap ditempatkan di posisi mana pun. Sebagai ketua umum baru, menurut Pohan, Anas siap merangkul para pesaingnya di dalam kepengurusan. Dengan merangkul Andi, akan ada sisi positif yang didapat di kepengurusan Anas. “Di mata rakyat (Andi) itu tertinggi. Kalau tidak dilibatkan, pasti rugi,” ujarnya.

Kekalahan Andi dalam Kongres Demokrat tersebut, jelas Pohan, lebih disebabkan komunikasi politik yang kurang intensif dengan ketua DPC-DPD Demokrat sebagai pemegang hak suara. Bukan karena tingkat elektabilitas Andi yang rendah di tengah masyarakat.

”Yang punya hak pilih kan DPC-DPD, bukan masyarakat umum,” kata Pohan. Dia menyatakan, Anas dan Marzuki Alie memang mempunyai kedekatan emosional dengan DPC-DPD Demokrat. “Keterlibatan dan komunikasi mereka secara langsung dengan DPC-DPD membuahkan hasil. Kekuatan inilah yang tidak dimiliki Andi,” ujarnya.

Berharap Anas Lawan Oligarki Politik

Kelompok parpol koalisi pemerintahan punya ekspektasi tinggi terhadap Anas Urbaningrum yang terpilih sebagai ketua umum DPP Partai Demokrat. Mereka tidak hanya berharap sosok Anas dapat menjadikan kinerja koalisi lebih baik, tetapi juga melawan arah penguasaan parpol yang didominasi segelintir orang, politisi, dan pengusaha.

”Semoga Anas mampu mendemokratiskan kecenderungan oligarki yang begitu kuat di partai politik,” kata Ketua DPP PPP Lukman Hakim Saifudin di Jakarta kemarin (24/5).

Dia memotivasi Anas agar tetap menjaga idealisme. “Semoga idealismenya terus dan justru semakin berkobar setelah menjadi orang nomor satu di parpol terbesar,” tutur Lukman yang juga wakil ketua MPR itu.

Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie juga mengucapkan selamat kepada Anas. Menurut dia, terpilihnya Anas menunjukkan bahwa proses demokrasi berjalan dengan baik di Partai Demokrat. Bagi Ical, sapaan Aburizal Bakrie, Anas pantas untuk memikul jabatan ketua umum dan bisa membangun Partai Demokrat.

Ketua DPP Partai Golkar Priyo Budi Santoso menyatakan, pencapaian Anas terbilang istimewa. Partai Demokrat dianggap telah melakukan lompatan regenerasi yang positif. ”Itu tradisi alih generasi yang hebat,” papar dia. Sebagai pemenang Pemilu 2009, Partai Demokrat telah berani menampilkan tokoh muda berusia 40 tahunan. Dia yakin bahwa kapasitas Anas tidak kalah oleh ketua umum lain.

Wakil Ketua Umum DPP PAN Drajad Wibowo juga mengapresiasi terpilihnya Anas secara demokratis itu. Sebagai bagian dari mitra koalisi pemerintahan, Drajad menegaskan, PAN siap bekerja sama dengan ketua umum Partai Demokrat yang baru, baik di eksekutif maupun legislatif. ”Meski, mungkin ada sedikit perubahan dalam pola komunikasi antarpartai koalisi di DPR,” ucap dia.

Namun, Drajad tidak mau mengeksplorasi lebih mendalam atas pernyataan tersebut. “Tidak usah dirinci. Anas mempunyai pola komunikasi tersendiri. Yang jelas, positif,” terang Drajad lantas tertawa.

Sementara itu, sebagai kolega di lintas fraksi dan koalisi, Ketua DPP PKB Marwan Jafar berharap komunikasi politik dengan Partai Demokrat bisa semakin intensif. “Koalisi harus semakin mantap,” ungkap Marwan.

Menurut dia, dengan terobosan besar, koalisi akan semakin produktif dalam bekerja untuk rakyat. “Anas harus berani menciptakan perubahan di forum fraksi-fraksi dan koalisi,” tegas ketua Fraksi PKB di DPR itu.

Ketua Fraksi PKS Mustafa Kamal juga memberikan apresiasi khusus atas pemilihan ketua umum di Partai Demokrat. Proses di kongres Demokrat menunjukkan adanya demokrasi di Indonesia. Ke depan, Mustafa berharap proses itu bisa berkembang ke ruang-ruang yang memungkinkan terjadinya demokrasi. “Tidak hanya kepada Anas, itu lebih kepada Demokrat,” terang Mustafa.

Apakah itu akan menginspirasi PKS pada munas yang segera berlangsung? Mustafa menyatakan, setiap partai memiliki jati diri sendiri. Ada aturan yang dijalankan setiap partai. Aturan antara partai satu dan lainnya berbeda-beda. “Tidak perlu penyeragaman. Setiap partai kan punya warna,” tegas dia. ***

keringat cagub/cawagub kepri

Ditulis oleh Redaksi , Senin, 24 May 2010 08:29

Gerimis turun di depan rumah megah di Blok A17 Perumahan Duta Mas, Batam Center, Rabu (19/5) pagi. Kehadiran puluhan tamu, yang datang silih berganti, membuat suasana terasa hangat. Rumah itu tak pernah sepi. Belasan mobil berjejer di depannya. Satu di antaranya Toyota Fortuner hitam yang mesinnya tengah menyala.

Sesaat kemudian, sang tuan rumah, HM Soerya Respationo, calon wakil gubernur Kepri yang berpasangan dengan HM Sani, keluar dari rumah. Ia langsung masuk ke Fortuner hitam. “Yuk, kita berangkat,” katanya.

Pagi itu, iring-iringan mobil rombongan Soerya menuju Pelabuhan Telagapunggur, sebuah feri carteran sudah menanti di sana. Lapangan Pamedan Tanjungpinang adalah tujuan akhir perjalanan mereka.

Sepanjang pelayaran menuju Tanjungpinang, mereka bernyanyi, mempelesetkan lagu Munajat Cinta milik kelompok The Rock. Liriknya diganti, Tuhan kirimkanlah Kepri, pemimpin yang baik hati, yang mencintai rakyatnya, Sani dan Soerya.

Di Lapangan Pamedan gerimis makin deras. Soerya turun dari panggung, berbaur dengan massa. Ia bergoyang di bawah hujan. Berbasah-basah. Sehari sebelumnya, di Lapangan Antam, Bintan, Soerya berpanas-panas di tengah massa pendukungnya. Dia menantang tim kampanyenya yang mengaku masih muda, ikut berjemur di bawah terik matahari.

Sepulang dari Bintan, malamnya Soerya bertemu warga di Tanjungpiayu. Pagi-pagi keesokan harinya menuju Tanjungpinang lagi. Lalu, Kamisnya Soerya kembali berada di atas feri menuju Karimun.

Menjelang pemilihan calon gubernur dan wakil gubernur Kepri, 26 Mei, Soerya berkejaran dengan waktu. Siang malam ia menghadiri pertemuan dan berkampanye. “Orang yang ingin ketemu banyak sekali. Waiting list-nya banyak. Banyak yang tak bisa ketemu karena agenda Bapak (Soerya,red) padat,” kata Saproni, anggota tim kampanye pasangan 2 HMS ini.

HM Sani juga begitu. “Setiap hari saya baru tidur jam 2 pagi. Jam 5 sudah bangun. Sibuk sekali,” kata pasangan Soerya itu di Gedung Olah Raga Kacapiring, Tanjungpinang, Selasa (18/5).

Namun Sani mengaku tak lelah. Senyumnya terus diumbar. “Ikhlas dan semangat. Itu kuncinya,” tuturnya. Sepanjang masa kampanye, baik di lapangan terbuka maupun pertemuan-pertemuan terbatas, kata Sani, penerimaan masyarakat terhadap pasangan 2 HMS sangat tinggi. “Saya optimis. Apalagi tokoh pembentukan Provinsi Kepri, Huzrin Hood, bergabung dengan kami. Insya Allah menang,” kata Sani.

Sumber Batam Pos menyebutkan, Sanilah yang melobi Huzrin. Sani dianggap punya hubungan yang dekat dengan Huzrin. Selain sama-sama berasal dari Kundur, Sani dan Huzrin juga tak pernah punya dendam pribadi. Karena itu, tim 2 HMS memilih mengutus Sani, bukan Soerya. Ditanya soal ini, Sani tak menampik. “Saya berteman dengan dia bukan hanya di kala senang, di kala susah saya juga berteman. Saat dia dipenjara, saya sering berkunjung. Kami teman baik,” tutur Sani.

Sani mengaku sudah berjuang maksimal. “Apapun hasilnya, saya serahkan kepada Yang di Atas,” tuturnya.

Sani selalu menyanyi di setiap kampanye. Sebelum berorasi, dia rutin ke belakang panggung menemui band pengiringnya. Kepada mereka, Sani memesan lagu Cucak Rowo. Ia juga hafal, harus menyanyi dengan nada apa. “Usai orasi nanti, langsung musik ya. Cucak Rowo,” katanya kepada mereka.

Meski suaranya agak fals, Sani selalu bersemangat jika menyanyikan lagu Cucak Rowo. Sepanjang kampanye di lapangan Antam Bintan di tengah terik matahari, atau di bawah guyuran hujan di lapangan Pamedan Tanjungpinang, ia terus bergoyang dengan Cucak Rowo-nya itu. Tangannya terangkat, mengacungkan dua jari, sebagai tanda nomor urut 2, nomor pasangan 2 HMS itu.

Massa tak henti-hentinya meneriakkan nama 2 HMS. Apalagi setiap dia berteriak 2 HMS, massa selalu menjawabnya dengan teriakan “menang”. Ia mengingatkan massa agar tak memilih yang lain. ”Jangan ada dusta di antara kita,” teriaknya.

***

Kamis (20/5) siang, Nyat Kadir baru selesai mandi. Dia mengenakan batik lengan panjang, bercelana hitam. Rambutnya berminyak, tersisir rapi ke belakang. Di tangannya, Blackberry Gemini warna hitam tergenggam.

Wajahnya terlihat segar. Ia menemui para tamu yang sudah menunggu di rumahnya, di Tiban II Sekupang. Empat pasang sofa di ruang tamunya hampir penuh. “Saya baru pulang dari Karimun, habis ini mau ke Jakarta,” katanya.

Sehari sebelumnya, Nyat Kadir seharian di Karimun. Dia berkampanye di empat titik tanpa jeda. Dia menyapa dan berdialog dengan warga Teluk Paku, Lembah Permai, Lubuk Semut, dan Batu Lipai. Malamnya, dia tak kembali ke Batam. Tapi memilih bernyanyi dengan para pengamen di Pasar Malam Karimun.

Nyat yang pernah punya album bersama artis dangdut Cici Paramida membawakan lagu-lagu Melayu. Lagu-lagu seperti Fatwa Pujangga, Seroja dan Si Buah Hati dibawakannya penuh perasaan. Nyat memetik sendiri gitarnya. “Saya memberi semangat kepada mereka, karena selama ini mereka kurang diperhatikan,” tuturnya.

Nyat mengaku tak punya banyak dana dalam pemilihan gubernur Kepri kali ini. Beda dengan dulu, saat ia baru mundur dari kursi Wali Kota Batam, tahun 2005 silam. Karena itu, dia tak jor-joran dalam berkampanye. “Tapi saya bangga dengan pendukung saya. Militansi mereka sangat tinggi,” katanya.
Besarnya dukungan, dan semangat yang ada pada dirinya, kata Nyat, yang memberi energi lebih. Nyat mengaku tak merasa capek meski harus begadang tiap malam. “Saya istirahat paling hanya tiga jam sehari,” katanya.

Dalam sehari, Nyat menghadiri sepuluh pertemuan di luar rumahnya. Pukul sebelas malam, dia baru pulang. “Itu tak bisa langsung istirahat. Banyak tamu ingin ketemu di rumah. Bahkan kadang sampai azan Subuh terdengar,” katanya.

Saking banyaknya tamu, Nyat sampai harus menggelar open house. Dari pagi sampai malam dia tak beranjak. Duduk di kursi ruang tamunya, menerima mereka yang bergantian menyatakan dukungan. Satu-satunya obat jika ia merasa lelah, kata Nyat, adalah dipijat tukang pijat langganannya, Syamsurizal. “Biasanya pijat di rumah,” ujarnya.

Nyat dan pendukungnya juga banyak menggelar doa bersama. Di musala yang berada di samping rumahnya, ada yang khusus mengkhatam Alquran 30 juz setiap hari. Yasin dan doa Asmaul Husna juga terus dipanjatkan untuk kemenangan Nyat Kadir. “Sampai-sampai kami mempelesetkan kepanjangan NKRI dengan Naik Karena Ridho Ilahi,” katanya.

Nyat merasa ada yang berbeda dalam keikutsertaannya di pemilihan gubernur Kepri, kali ini. Perasaannya makin mantap, militansi pendukung juga dirasakannya lebih tinggi.

“Sekarang saya juga tak terikat, bisa kemana-mana tanpa harus minta izin sana-sini. Beda dengan dulu,” katanya.

Dia mengaku sudah mengerahkan segala energi dan kemampuannya. Pemilihan gubernur kali ini adalah kesempatan terakhir baginya. “Dalam setiap pertandingan pasti dua kemungkinannya, kalah atau menang. Saya optimis menang, tapi juga siap menerima apapun yang terjadi nanti,” tuturnya.

***

Jumat (21/5) adalah kampanye terakhir pasangan Aida Ismeth dan Eddy Wijaya. Bertempat di lapangan parkir Stadion Temenggung Abdul Jamal, Batam, kampanye berlangsung meriah karena dihibur grup musik Radja. Kehadiran ribuan pendukung membuat Aida sumringah. Aida yang duduk di samping kiri panggung terus menebar senyum.

Begitu acara bubar, ribuan pendukung menyerbu Aida, mereka berebut ingin bersalaman dan foto bersama. Petugas keamanan terpaksa mengelilingi Aida lalu mengawalnya hingga ke mobil.

Menurut Agustar, Aida selalu optimis. Perasaan itu didasari hasil survei oleh tim pemenangan Aida Berjaya yang menunjukkan elektabilitas dan popularitas pasangan itu sangat dinamis.

Kampanye Aida Ismeth dan Eddy Wijaya selama dua pekan ini termasuk yang meriah dan besar-besaran. Tidak sedikit biaya yang dikeluarkan.
Agustar mengungkapkan, di Batam bisa menghabiskan biaya antara Rp300 juta-Rp400 juta sekali kampanye. Biaya menghadirkan grup musik Radja saja, katanya, sekitar Rp70 juta. (med/uma/bal)
--------