PERBANDINGAN
PELAKSANAAN DEMOKRASI
DI INDONESIA dan DI CINA
(Sejak Kemerdekaan
Hingga Sekarang)
A.
PENDAHULUAN
Negara Indonesia sendiri tidak memiliki kejelasan yang tepat
tentang demokrasi itu sendiri. Jika melihat bentuk demokrasi dalam struktur
pemerintahan Indonesia dari level Negara, Provinsi, Kabupaten, hingga Kecamatan hampir dapat dipastikan di
level ini demokrasi hanya sampai pada proses pembuatan kebijakan, sementara
jika mencari demokrasi yang berupa ciri khas yang dapat mewakili bahwa Negara
indonesia mempunyai diri demokrasi tersendiri itu dapat dilihat di level desa.[1]
Menurut Moh.Hatta,”Di desa-desa sistem yang demokrasi masih
kuat dan hidup sehat sebagai bagian adat istiadat yang hakiki.” Dasarnya adalah
pemilikan tanah yang komunal yaitu setiap orang yang merasa bahwa ia harus
bertindak berdasarkan persetujuan bersama. Struktur demokrasi yang hidup dalam
diri bangsa Indonesia harus berdasarkan demokrasi asli yang berlaku di desa.
Gambaran dari tulisan almarhum ini tidak lain dari pola-pola demokrasi
tradisional yang dilambangkan oleh musyawarah dalam pencapaian keputusan dan
gotong royong dalam pelaksanaan keputusannya tersebut.[2]
Sejak reformasi dan membuka diri (1949), pemerintah dan
masyarakat China, berdasarkan situasi negara yang unik itu, memiliki keteguhan
untuk melanjutkan perubahan struktur ekonomi dan politik. Meningkatkan sistem
demokrasi dan memperkaya bentuk demokrasi, dimana Partai Komunis China (CPC)
secara aktif mempromosikan demokrasi dalam kehidupan politik dan sosial negara.
Partai memperluas partisipasi
politik warga negara dan berhasil merintis jalan bagi demokrasi politik
sosialis dengan karakteristik China. Partai
menanamkan semangat vitalitas untuk mengangkat China yang damai.
B.
IDENTIFIKASI MASALAH
Dalam
pembahasan tugas kuliah Demokrasi dan HAM dapat di identifikasi permasalahan
yaitu : Bagaimana Perbandingan Pelaksanaan
Demokrasi di Indonesia dan China sejak kemerdekaan hingga sekarang ?
C.
KERANGKA TEORI
Istilah
“demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad
ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah
sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah
ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi
sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem “demokrasi” di banyak
negara. [3]
Kata “demokrasi”
berasal dari dua kata, yaitu demos
yang berarti rakyat, dan kratos/cratein
yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan
rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh
rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri
dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini
disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.
Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu negara (umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica) dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.[4]
Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu negara (umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica) dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.[4]
Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat
penting untuk diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan
pemerintah (eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk
masyarakat yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah
seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia. Demikian pula kekuasaan
berlebihan di lembaga negara yang lain, misalnya kekuasaan berlebihan dari
lembaga legislatif menentukan sendiri anggaran untuk gaji dan tunjangan
anggota-anggotanya tanpa mempedulikan aspirasi rakyat, tidak akan membawa
kebaikan untuk rakyat.
Intinya, setiap
lembaga negara bukan saja harus akuntabel accountable),
tetapi harus ada mekanisme formal yang mewujudkan akuntabilitas dari setiap
lembaga negara dan mekanisme ini mampu secara operasional (bukan hanya secara
teori) membatasi kekuasaan lembaga negara tersebut.
Menurut Robert Dahl pandangan Yunani tentang demokrasi,
bahwa warga Negara adalah pribadi yang utuh yang baginya politik adalah
aktivitas social yang alami dan tidak terpisah secara tegas dari bidang
kehidupan lain. Nilai-nilai tidak terpecah tetapi terpadu karena itu mereka
aktif dalam kegiatan politik. Namun dalam prakteknya pula demokrasi Yunani
dalam hal kewarganegaraannya merupakan hal yang eksklusif, bukan inklusif.
Persyaratan kewargaanegaraan adalah kedua orang tua harus warga Athena asli.
Jika orang asing aktif dan memberikan sumbangan besar pada kehidupan ekonomi
dan intelektual akan mendapat status tertentu.[5]
Demokrasi menurut asal katanya (semantik) yakni “demos” berarti rakyat dan “kratos” berarti kekuasaan atau
berkuasa. Jadi demokrasi artinya kekuasaan atau kedaulatan rakyat. Dalam
perkembangannya, terdapat dua aliran demokrasi, yaitu demokrasi konstitusional
dan demokrasi yang mendasarkan diri pada pada komunisme. Kelompok pertama
berkembang di negara-negara eropa dan amerika sedangkan kelompok kedua berkembang
di negara-negara berpaham komunis. Perbedaan fundamental antara keduanya ialah
bahwa demokrasi konstitusional mencita-citakan pemerintah tyang terbatas
kekuasaannya, suatu negara hukum (Rechstaat)
yang tunduk pada Rule of Low.
Sebaliknya demokrasi yang mendasarkan dirinya atas komunisme mencita-citakan
pemerintahan yang tidak dibatasi kekuasaannya (machstaat) dan lebih bersifat totaliter (Miriam Budiarjo, 1996 :
52).[6]
Demokrasi di
Indonesia mempunyai persyaratan Khusus yaitu di lepaskannya semacam “bias” dan ethnosentrisme. Ethnosentrisme membuat
kita tidak mampu menata diri kita dengan
objektif dan membuat segala yang kita miliki sekarang ini adalah yang terbaik,
yang terjadi di tempat lain adalah sebagai berikut. Demokrasi bukan berarti
kekuasaan di tangan penguasa, akan tetapi kekuasaan penuh di tangan rakyat. [7]
Demokrasi
normatif adalah sesuatu yang secara idiil hendak dilakukan atau diselenggarakan
oleh sebuah negara, misal: pemerintahan dari rakyat dan untuk rakyat. Demokrasi
empirik (G. Bingtom Powell) memersyaratkan beberapa kriteria untuk melihat
apakah demokrasi betul-betul terwujud dalam suatu negara, kriteria tersebut :[8]
1. The legitimacy of the government rest on
a claim to represent the desires of its citizens. That is, the claim the
government to obedience to its laws is based on the goverments’s assertion to
be doing the it to do (Legitimasi sisanya pemerintah tentang
klaim untuk mewakili keinginan warganya. Artinya, klaim pemerintah untuk
ketaatan kepada hukum-hukumnya didasarkan pada pernyataan pemerintah dalam
untuk melakukan itu untuk melakukan).
2. The organized arrangement the regulates
this bargain of the legitimacu is the competitive political election. Leader
are electied at regular intervalas,voters at least two political parties that
have a change of winning are needed to make such choice meaningful. (Susunan
menyelenggarakan mengatur tawar-menawar dari legitimasi adalah pemilu politik
kompetitif. Pemimpin yang electied di intervalas reguler, pemilih setidaknya
dua partai politik yang memiliki perubahan pemenang yang diperlukan untuk
membuat pilihan tersebut bermakna).
3. Most aduls can participate in the
electoral process, both as volters and as candidates for important political
office. (Kebanyakan
orang dewasa bisa berpartisipasi dalam proses pemilu, baik sebagai volters dan
sebagai calon untuk jabatan politik penting)
4. Citizens votes are secret and coerced. (Warga
suara yang rahasia dan dipaksa).
5. Citizens and leaders enjoy basic freedom
of spech, press,assembly, and organization. Both establized. (Warga
dan pemimpin menikmati kebebasan dasar berbicara, pers, perakitan, dan organisasi.
Keduanya establized).
Sejumlah
prasyarat untuk mengamati apakah sebuah
political order merupakan sistem yang demokratis atau tidak yaitu:[9]
- Akuntabilitas
- Rotasi
kekuasaan
- Rekruitmen
politik yang terbuka
- Pemilihan
umum
- Menikmati
hak-hak dasar
Dalam demokrasi
yg sebenarnya berkuasa adalah rakyat atau demos,
populus. Oleh karena itu selalu ditekankan peranan demos yg menyatanya dlm proses politik yg
berjalan. Paling tidak dalam 2 tahap:
1. Agenda setting, tahap untuk memilih
masalah apa yg hendak di bahas dan diputuskan
.
2. Deciding
of outcome, tahap pengambilan keputusan.
Robert Dahl Mengajukan 7 indikator dari demokrasi secara
empirik:[10]
- Control
over govermental dicisions abaout is constitutionally vested in elected afficials (Kontrol
atas keputusan pemerintah tentang secara konstitusional diberikan pada
afficials dipilih).
- Elected officials are chose and
peacefully removed in relativety frequent, fair and free elections in whice coercion in quite
limited. (Pejabat terpilih dipilih dan damai
dihapus dalam relativitas sering, pemilihan yang adil dan bebas dalam
pemaksaan whice dalam cukup terbatas).
- Practically
all adults have the right to vote in these elections (Hampir
semua orang dewasa memiliki hak untuk memilih dalam pemilu)
- Most
adults have the right to run for public offices for whice candidaties run
in these
elections (Kebanyakan orang dewasa memiliki
hak untuk menjalankan untuk kantor publik untuk candidaties whice
dijalankan dalam pemilu)
- citizen
have an effectively enforcced right to freedom for expanssions, particularly
political expression, including criticiism of the official, the conduct of
the government, the preveling political, economic, and social system, and dominant
ideology. (warga negara memiliki hak efektif
enforcced menuju kebebasan expanssions, terutama
ekspresi politik, termasuk criticiism resmi, tindakan pemerintah, ideologi preveling sistem politik, ekonomi,
dan sosial, dan dominan).
- They
also have acces to alternative sources of information that are not monopolize
by the government or any other single group (Mereka
juga memiliki akses pada alternatif sumber informasi yang tidak memonopoli oleh pemerintah atau
kelompok tunggal lainnya).
- Finall
the have an effective unforced right to form and join autonomos associons,
incliding political associations, such as political parties and interesy
groups, that attempt to influence government by competing in elections and
by other peacefeul means. (Finall
memiliki hak tidak dipaksa
yang efektif untuk membentuk dan bergabung associons
autonomos, incliding
asosiasi politik, seperti partai politik dan kelompok interesy, yang berusaha untuk mempengaruhi pemerintah dengan
bersaing dalam pemilihan
umum dan dengan cara peacefeul
lainnya).
Pelaksanaan
Demokrasi di Indonesia
- Demokrasi Pemerintahan Masa Revolusi Kemerdekaan.
Demokrasi tidak hanya terbatas pada
komitmen akan tetapi
juga merupakan sesuatu yg perlu diwujudkan. Tidak terlalu banyak membicaraka demokrasi pada masa ini, akan tetapi lebih pada peletakan dasar bagi
demokrasi indonesia pada masa selanjutnya.
a. Political Franchise yang
menyeluruh.
b. Presiden yang secara kontitusional menentukan ia
menjadi seorang diktator kemudian
dibatasi kekuasannya ketika KNIP dibentuk untuk menggantikan parlement.
c. maklumat
wakil presisen maka dimungkinkan terbentuknya sejumlah parpol yang kemudian menjadi peletak dasar bagi
sistem kepartaian indonesia.
Partai politik
tumbuh dan berkembang dengan cepat dan fungsi yang paling utama adalah ikut serta
memenangkan revolusi kemerdekaan dengan menanamkan kesadaran untuk
bernegara serta semangat anti inperialisme dam kolonialisme.
- Demokrasi Parlementer
Masa kejayaan dari demokrasi
indonesia, karena hampir
sama element demokrasi
dapat kitatemukan perwujudan
dalam kehidupan politik di indonesia.
a. lembaga
perwakilan Rakyat memainkan peranan
yang
sam tinggi dalam proses politik.
b. Akuntabilitas memegang
jabatan dan politisi pada
umumnya
sam tinggi.
c. Kehidupan kepartaian
booleh dikatakan memperoleh
peluang
yang besar untuk berkembang maksimal.
d. pemilu
dilaksanakan menggunkana prinsip
demokrasi
e.
masyarakat dapat
merasakan hak dasar terpenuhi
Sebab Demokrasi
gagal menurut: Herbert
Feith (1962), adanya dua gaya
kepemimpinan
yang sangat berbeda dikalangan
elit undonesia pada masa
pasca
kemerdekaan yaitu di satu
pihak oleh
Feith disebut Solidarity Makers
dan dipihak lain di dalam katagori administrator atau problem sorver. Adnan Buyung Nasution
(1993), disebabkan adanya persamaan
kepentingan
antara soekarno dan angkatan darat yang sama-sama tidak senang dengan proses
politik yang sedang berjalan. Afam gaffar (1997), dominannya politik aliran sehingga
membangun konsekuensi
terhadap pengelolaan konflik,
basis sosial ekonomi yang sengat lemah.
- Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Soekarno
mengajukan usulan yang dikenal
sebagai
Konsepsi Presiden, kemudian terbentuk lah dewan nasional yang
melibatkan semua
parpol dan organisasi
sosial kemasyarakatan.
Konsepsi presiden dan terbentuknya dewan nasional mendapatkan
tantangan yang sangat kuat
dari sejumlah parpol, terutama
MASYUMI
dan PSI.
Adapun
karakteristik yang utama dari
perpolitikan
pada era Demokrasi terpimpin
adalah:
a.
Menganutnya sistem
kepartaian
b. Dengan
terbentunya DPRGR maka peranan
lembaga legislatif dalam
sistem
politik nasional menjadi
sedemikian
lemah
c. Basic human right
menjadi sangat lemah
d. Pada
masa demokrasi terpimpin
merupakan
masa puncak dari semangat
anti kebebasan
pers.
e. Sentralisasi
kekuasaan semaki dominan
dalam proses hubungan antara
pemerintah pusat dengan pemerintah
daerah.
Pandangan A.Syafi’i Ma’arif, demokrasi terpimpin sebenarnya ingin
menempatkan Soekarno seagai “Ayah” dalam famili besar yang bernama Indonesia
dengan kekuasaan terpusat berada di tangannya. Dengan demikian, kekeliruan yang
besar dalam Demokrasi Terpimpin Soekarno adalah adanya pengingkaran terhadap
nilai-nilai demokrasi yaitu absolutisme dan terpusatnya kekuasaan hanya pada
diri pemimpin. Selain itu, tidak ada ruang kontrol sosial dan check and balance
dari legislatif terhadap eksekutif.
- Demokrasi Dalam Pemerintahan Orde
Baru
Terjadinya
pemberontakan G30/S/PKI merupakan titik kulminasi dari
pertarungan atau tarik tambang politik antara soekarno, angkatan darat. Era baru pemerintahan
antara tahun 1965-1986 ketika soeharto menjadi pejabat presiden RI kemudian
dikenal sebagai orde baru. Kekuasan lembaga
kepresisenan dikatakan sangat besar
soeharto
mampu mengontrol rekitmen politik, memiliki sumber daya keuangan yang
tidak terbatas dengan melalui
budgetary
prosess yang ketat yang tidak
memungkinkan DPR
mengontrolnya, disamping itu ternyata memiliki sejumlah legalitas yang
tidak dimiliki siapapun seprti super
semar,
mandataris MPR, bapak pembangunan serta panglima tertinggi ABRI.
Rotasi kekuasan
eksekutif hampir tidak pernah
terjadi kecuali dalam
tataran rendah misal: gubernur, Bupati/Walikota, Camat dan Kepala Desa. Rekitmen politik
tertutup dan sepenuhnya dikontrol oleh lembaga kepresidenan. Pemilihan umum selalu
dimenangkan oleh golkar.
Sistem
Politik Indonesia dan Perkembangan Demokrasi
a. Di
Indonesia sudah cukup lama di sepakati untuk memakai demokrasi pancasila yang
cara dan
teknis pelaksanaannya secara umum dan formil sudah dilukiskan dalam UUD 1945.
b. Tingkahlaku
yang dapat menghambat Demokrasi
tergantung pada beberapa
faktor salah satunya adalah keadaan
sosial budaya masyarakat
Indonesia yang prularisme atau
majemuk.
c. Di
Masyarakat Barat kemajemukan masyarakat di dalam suatu masyarakat mempunyai pengaruh positif
terhadap kelangsungan hidup
suatu
sistem politik yang demokratis.
d. Di
indonesia pluralisme selama ini lebih banyak mendatangkan ketegangan politik, pertentangan idiologi,
rasa sentimen kedaerahan,
atau perselisihan agama.
e. Salah
satu faktor yang mempengaruhi proses
perkembangan
Demokrasi adalah perbedaan
yang
sering mencolok antara harapan yang
tinggi
dengan kenyataan yang ada dan bisa di capai.
f. Demokrasi
kurang atau tidaknya sesuai dengan kebudayaan
politik yang di hayati oleh mayoritas anggota masyarakat dalam kehidupan
politik mereka sehari – hari.
Pelaksanaan
Demokrasi di Cina
Pada masa
transisi demokrasi pihak pengusaha swasta Cina, yang tadinya tidak begitu
mendapat perhatian, justru memiliki potensi demokrasi. Banyak studi mengenai
hubungan sektor swasta dengan masa transisi demokrasi, melihat fenomena
tersebut melalui dua pendekatan yaitu voluntaris dan strukturalis.
Pertama, dari perspektif
voluntaris, dimana pihak-pihak elit politik yang menginginkan adanya reformasi
agar mereka dapat bergabung dengan pihak pengusaha swasta dengan tujuan untuk
melepaskan diri dari aturan otoritas di Cina. Kedua, dari perspektif strukturalis, pengusaha swasta dapat
berkembang menjadi kelas kapitalis pro-demokrasi.[11]
- Elitecentric
Path To Democratization
Demokrasi
menurut voluntaris fokus kepada proses tawar-menawar antara faksi elit dengan
mereka yang berada di pihak oposisi pro-demokrasi pada saat rezim otoriter.
- Classcentric
Path To Democratization
Teori
strukturalis atau yang berdasarkan kelas memiliki bermacam-macam pandangan
dalam menekankan kepada kontribusi relatif dalam usaha melawan kelas menengah
dan tipe-tipe kelas aliansi yang memimpin pada hasil demokratis. Akan tetapi
mereka setuju dengan logika Marxis bahwa industrialisasi dalam lingkungan
kapitalis memberikan reaksi terhadap hubungan baru diantara alat produksi. Ini memberikan
landasan untuk struktur kelas yang berbeda dan dibawah kondisi tertentu,
memimpin kepada pembentukan dan praktek kelas. Pada saat itu kelas kapitalis
dipandang akan mencari akses yang lebih besar ke dalam sistem politik untuk
melindungi properti mereka dan membenarkan kontribusi mereka bagi negara dalam
semangat “no taxation without
representation”.
Adapun ketiga
kategori enterpreneur
dalam akses politik atau strategi politik adalah
sebagai berikut :
a.
Avoidant
Strategies
Strategi ini
menunjukkan adanya kekurangan demokrasi dalam akses politik yang dimiliki oleh
enterpreneur. Padahal China merupakan negara yang berusaha mendemokratisasikan
perekonomiannya. Ini dibuktikan pada wiraswasta avoidant tidak terdaftar dalam
ICMB ataupun PEA. Selain itu hal tersebut membuktikan partisipasi yang kecil
dari para enterpreneur, untuk melibatkan diri ke dalam akses politis dalam
hubungannya dengan negara. Hal tersebut secara praktikal dapat terlihat dari
kurangnya keinginan (desire) para enterpreneur tersebut untuk menyuarakan
hak-haknya dan melaksanakan kewajibannya melalui legal regulation yang
dirancang oleh pemerintah China bagi para enterpreneur.
b.
Acceptant
Strategies
Secara
implementasinya, kategori ini masih dibagi lagi menjadi dua, yaitu grudgingly acceptant dan loyally acceptant. Pada intinya,
kategori ini merupakan transisi dari kategori avoidant untuk menuju tingkat
assertive, dimana inti demokrasi dalam hal enterpreneurship dapat terjadi
sebagaimana mestinya. Para enterpreneur dalam kategori ini melakukan relasi
dengan pemerintahan, seperti mendaftarkan diri mereka ke ICMB atau PEA, dan
melaksanakan kewajiban membayar pajak atau denda sebagaimana mestinya. Namun
dalam praktiknya, inti demokrasi masih kurang terimplementasikan. Akses politis
hanya berlaku sebagai wacana bagi para enterpreneur dalam meneruskan usahanya,
tanpa memahami apa itu inti hak-hak ekonomi yang semestinya mereka peroleh
sebagai enterpreneur yang telah membayar pajak dan atau denda dengan
sewajarnya.
c.
Assertive
Strategies
Kategori ini
merupakan satu-satunya unsur yang mendukung terciptanya reformasi demokratis
dalam dunia wirausaha di China. Hal tersebut dilatarbelakangi sebuah poin
berupa partisipasi para enterpreneur dalam akses politis kepada negara atau
pemerintahan. Enterpreneurship yang disokong oleh kuatnya finansial, sebuah
kelompok yang mengangkat kepentingan dan kebutuhan mereka kepada pemerintah,
menjadi latar belakang mengapa dalam kategori ini reformasi demokratisasi dapat
dilaksanakan. Apalagi dalam beberapa daerah terdapat aliansi enterpreneur
berbentuk asosiasi yang didaftarkan melalui Civil Affairs Bureau dan ditetapkan
sebagai nonprofit societies, dan bertujuan untuk membantu masyarakat yang
kurang mampu. Dengan kata lain, dalam kategori ini, organisasi-organisasi ekonomi
atau korporasi telah mempunyai akses yang luas, jaringan yang tidak terbatas,
terutama dalam hubungannya dengan pemerintah. Oleh karena itu, terdapat
hubungan yang sangat signifikan bagi para enterpreneur untuk menyuarakan
kepentingan dan hak-hak mereka terhadap pemerintah China, dalam posisi mereka
sebagai corporation runners. Hal tersebut dapat dilaksanakan melalui
pemberitaan secara media atau publikasi informasi, partisipasi dalam Partai
Komunis China (PKC), atau mendokumentasikan komplain mereka terhadap agensi.
Ketiga kategori
tersebut merupakan kelas enterpreneur di China dalam hal strategi politis,
melalui hubungannya dengan negara atau pemerintahan. Hal tersebut terhubung
dengan implementasi demokrasi di China, sejauh mana partisipasi enterpreneur
dan kelompok usaha di China berpartisipasi dalam hal politis, sehingga dapat
menjadi parameter terciptanya demokrasi dalam elemen enterpreneurship di China.
Diamati dari
karakteristik ketiga kategori tersebut, dapat diperhatikan bahwa latar belakang
yang dipengaruhi oleh ability dan desire sangat mendorong adanya bagi
masing-masing enterpreneur untuk mengkonfrontasi pemerintah dan menyuarakan
kepentingannya secara demokratis sesuai dengan kapasitasnya dalam dunia
enterpreneur. Sikap terhadap aksesibilitas politis negara atau pemerintahan
juga menimbulkan implikasi tersendiri bagi tiap-tiap kategori strategi politis
enterpreneur tersebut. Bagi kategori asertif yang berani bersikap menyuarakan
kepentingan ekonomisnya terhadap pemerintahan, akan menciptakan durabilitas
usaha, karena disokong oleh dukungan pemerintah. Hal tersebut secara esensi
akan meningkatkan demokratisasi yang reformis, karena menyuarakan kepentingan
dan hak-haknya di depan pemerintahan. Oleh karena itu, kategori assertive
sangat krusial bagi penciptaan demokratisasi yang maksimal di China dalam hal
ekonomi. Maka, kemudian dapat diketahui demokrasi yang diterapkan China adalah
demokrasi kapitalis, dimana di dalamnya tidak terdapat sistem kapitalis tanpa
kelas. Demokrasi menurut voluntaris fokus kepada proses tawar-menawar antara
faksi elit dengan mereka yang berada di pihak oposisi pro-demokrasi pada saat
rezim otoriter. Beberapa faksi elit politik, yang menginginkan adanya
reformasi, bersedia memfasilitasi transisi demokrasi. Demokrasi di China turut
dipengaruhi oleh pengusaha swasta yang memiliki peran penting dalam pertumbuhan
demokrasi di China.
D. PEMBAHASAN
MASALAH
- Demokrasi Di Indonesia
Semenjak
kemerdekaan 17 agustus 1945, Undang Undang Dasar 1945 memberikan penggambaran
bahwa Indonesia adalah negara demokrasi. Dalam mekanisme kepemimpinannya
Presiden harus bertanggung jawab kepada MPR dimana MPR adalah sebuah badan yang
dipilih dari Rakyat. Sehingga secara hirarki seharusnya rakyat adalah pemegang
kepemimpinan negara melalui mekanisme perwakilan yang dipilih dalam pemilu.
Indonesia sempat mengalami masa demokrasi singkat pada tahun 1956 ketika untuk
pertama kalinya diselenggarakan pemilu bebas di indonesia, sampai kemudian
Presiden Soekarno menyatakan demokrasi terpimpin sebagai pilihan sistem
pemerintahan. Setelah mengalami masa Demokrasi Pancasila, sebuah demokrasi semu
yang diciptakan untuk melanggengkan kekuasaan Soeharto, Indonesia kembali masuk
kedalam alam demokrasi pada tahun 1998 ketika pemerintahan junta militer
Soeharto tumbang. Pemilu demokratis kedua bagi Indonesia terselenggara pada
tahun 1999 yang menempatkan Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan sebagai
pemenang Pemilu.
Tumbangnya Orde
Baru pada tanggal 21 Mei 1998, adalah momentum pergantian kekuasaan yang sangat
revolusioner dan bersejarah di negara ini. Dan pada tanggal 5 Juli 2004,
terjadilah sebuah pergantian kekuasaan lewat Pemilu Presiden putaran pertama.
Pemilu ini mewarnai sejarah baru Indonesia, karena untuk pertama kali
masyarakat memilih secara langsung presidennya. Sebagai bangsa yang besar tentu
kita harus banyak menggali makna dari sejarah.
Hari Kamis, 21 Mei 1998, dalam pidatonya di Istana Negara Presiden Soeharto akhirnya bersedia mengundurkan diri atau lebih tepatnya dengan bahasa politis ia menyatakan “berhenti sebagai presiden Indonesia”. Momentum lengser keprabon-nya Raja Indonesia yang telah bertahta selama 32 tahun ini tentu sangat mengejutkan berbagai pihak. Karena sehari sebelumnya ia sudah berniat akan segera membentuk Kabinet Reformasi. Setelah melalui saat-saat yang menegangkan, akhirnya rezim yang begitu kokoh dan mengakar ini berhasil ditumbangkan. Gerakan mahasiswa sekali lagi menjadi kekuatan terpenting dalam proses perubahan ini. Sebuah perubahan yang telah memakan begitu banyak korban, baik korban harta maupun nyawa. Kontan saja mahasiswa kala itu langsung bersorak-sorai, menangis gembira, dan bersujud syukur atas keberhasilan perjuangannya menumbangkan rezim Orde Baru.
Hari Kamis, 21 Mei 1998, dalam pidatonya di Istana Negara Presiden Soeharto akhirnya bersedia mengundurkan diri atau lebih tepatnya dengan bahasa politis ia menyatakan “berhenti sebagai presiden Indonesia”. Momentum lengser keprabon-nya Raja Indonesia yang telah bertahta selama 32 tahun ini tentu sangat mengejutkan berbagai pihak. Karena sehari sebelumnya ia sudah berniat akan segera membentuk Kabinet Reformasi. Setelah melalui saat-saat yang menegangkan, akhirnya rezim yang begitu kokoh dan mengakar ini berhasil ditumbangkan. Gerakan mahasiswa sekali lagi menjadi kekuatan terpenting dalam proses perubahan ini. Sebuah perubahan yang telah memakan begitu banyak korban, baik korban harta maupun nyawa. Kontan saja mahasiswa kala itu langsung bersorak-sorai, menangis gembira, dan bersujud syukur atas keberhasilan perjuangannya menumbangkan rezim Orde Baru.
Setelah
tumbangnya Orde Baru tibalah detik-detik terbukanya pintu reformasi yang telah
begitu lama dinanti. Secercah harapan berbaur kecemasan mengawali dibukanya
jendela demokrasi yang selama tiga dasawarsa telah ditutup oleh pengapnya
otoritarianisme Orde Baru. Momentum ini menjadi penanda akan dimulainya
transisi demokrasi yang diharapkan mampu menata kembali indahnya taman
Indonesia. Pada hari-hari selanjutnya kata “reformasi” meskipun tanpa ada
kesepakatan tertulis menjadi jargon utama yang menjiwai ruh para pejuang
pro-demokrasi. Selang tiga tahun pasca turunnya Soeharto dari tahun 1998 sampai
2000, telah terjadi tiga kali pergantian rezim yang memunculkan
nama-nama:Habibie, Gus Dur, dan Megawati sebagai presiden Republik Indonesia.
Dan duduknya ketiga presiden baru tersebut, juga diwarnai dengan perjuangan
yang sengit dan tak kalah revolusioner. Lagi-lagi untuk kesekian kalinya
mahasiswa menjadi avant guard yang Mendobrak perubahan tersebut.
Megawati yang
baru satu tahun mencicipi empuknya kursi presiden pun oleh mahasiswa kembali
dituntut mundur lantaran dianggap gagal dan tidak bisa memenuhi amanat
reformasi. Pada tanggal 21 Mei 2003, di hampir seluruh penjuru Indonesia
mahasiswa turun ke jalan kembali dan menuntut segera turunnya pemerintahan
Megawati. Sekaligus pada hari itu juga mahasiswa secara resmi mendeklarasikan
“Matinya Reformasi” dan bahkan lebih jauh lagi memunculkan jargon baru yaitu
“Revolusi”. Munculnya jargon baru ini menjadi diskursus yang cukup hangat
diperbincangkan. Jargon ini kemudian merebak dan dengan cepat menjangkiti
elemen prodemokrasi lainya yang juga menghendaki proses demokratisasi secara
lebih cepat. Mahasiswa pun lantas menantang kalau memang tidak ada seorang pun
tokoh reformis yang layak dan sanggup mengawal transisi demokrasi, maka saatnya
kaum muda memimpin.
Dari sepenggal
perjalanan sejarah perjuangan mahasiswa tersebut, kita bisa melihat betapa
serius, visioner, dan revolusionernya tekad mereka untuk mewujudkan transisi
demokrasi yang sesungguhnya. Namun, ketika kita mengaca pada sejarah secara
objektif, kita akan menemukan bahwa masa transisi demokrasi di negara dunia
ketiga rata-rata membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Yaitu, antara 20 sampai
25 tahun, yang artinya itu empat sampai lima kali Pemilu di Indonesia. Itupun
kalau memenuhi beberapa syarat dan tahapan yang normal.
Menurut pemetaan
Samuel Huntington pada tingkatan paling sederhana, demokratisasi mensyaratkan
tiga hal : berakhirnya sebuah rezim otoriter, dibangunnya sebuah rezim
demokratis, serta konsolidasi kekuatan prodemokrasi.[12]
Sedikit berbeda Eep Syaefullah Fatah
mengajukan
empat tahapan proses demokratisasi dengan mengaca pada pengalaman di Indonesia.
Tahapan pertama, berjalan sebelum keruntuhan rezim otoritarian atau
totalitarian. Tahapan ini disebutnya dengan Pratransisi. Tahapan kedua,
terjadinya liberalisasi politik awal. Dan tahap ini ditandai dengan terjadinya
Pemilu yang demokratis serta regulasi kekuasaan sebagai konsekuensi dari hasil
Pemilu. Tahapan ketiga adalah Transisi. Tahapan ini ditandai adanya
pemerintahan atau pemimpin baru yang bekerja dengan legitimasi yang kuat.
Kemudian yang terakhir, tahap keempat adalah Konsolidasi Demokrasi. Tahap ini
menurut Eep membutuhkan waktu cukup lama, karena juga harus menghasilkan
perubahan paradigma berpikir, pola perilaku, tabiat serta kebudayaan dalam
masyarakat.[13]
Lantas bagaimana
dengan proses transisi demokrasi yang terjadi di Indonesia? Itulah pertanyaan
yang harus kita jawab secara objektif dan kita jadikan dasar evaluasi. Esensi
konsolidasi demokrasi sebenarnya adalah ketika telah terbentuknya suatu
paradigma berfikir, perilaku dan sikap baik di tingkat elit maupun massa yang
mencakup dan bertolak dari prinsip-prinsip demokrasi. Dan untuk konteks
Indonesia seharusnya konsolidasi demokrasi ditandai dengan adanya efektifitas
pemerintahan, stabilitas politik, penegakan supremasi hukum serta pulihnya
kehidupan ekonomi.
Sebenarnya satu
parameter yang paling sederhana dan sekaligus menjadi akar permasalahan
reformasi dan transisi demokrasi di Indonesia adalah korupsi. Karena yang
namanya demokrasi dan reformasi selamanya tidak akan pernah bisa bersatu dan
berjalan beriringan bersama korupsi. Padahal justru di Indonesia korupsi telah
menjadi tradisi karena berawal dari proses massallisasi dan formallisasi.
Korupsi telah terlanjur dianggap wajar dan biasa dalam masyarakat. Kalau dulu
era Orde Baru korupsinya masih di bawah meja, kemudian era reformasi korupsinya
sudah berani di atas meja. Dan lebih hebatnya lagi sekarang ini sekalian
mejanya dikorupsi.
Sementara itu
dalam perkembangan ekonomi, beberapa ekonom memang mengacungkan jempol kepada
Megawati atas kebijakan ekonomi makronya. Karena secara makro telah terjadi
stabilitas ekonomi yang cukup mantap. Itu ditandai dengan naiknya PDB (Product
Domestic Bruto) pada kisaran 4%, nilai tukar rupiah juga mulai stabil, cadangan
devisa yang mencapai 35 Miliar, nilai eksport di atas 5 Miliar, serta inflasi
yang hanya 5% pada tahun 2003. Bahkan yang lebih fantastis lagi IHSG BEJ
(Indeks Harga Saham Gabungan Bursa Efek Jakarta) berhasil mencetak rekor tutup
tahun 2003 dengan kenaikan 62,8% dan memasuki tahun 2004 dengan menyentuh level
psikologis 700, bahkan sempat berada pada posisi tertinggi 786. Namun demikian
bagaimana dengan nasib kehidupan ekonomi kawulo alit. Secara sederhana kita
bisa melihat pada angka pengangguran yang naik cukup signifikan apalagi
ditambah PHK besar-besaran di beberapa perusahaan. Kemudian kemarin kita juga
melihat terjadi penggusuran paksa PKL (Pedagang Kaki Lima) dan angkringan di
Malioboro, dan masyarakat kecil di ibu kota yang tidak punya tempat tinggal
untuk sekadar berteduh. Akhirnya beberapa prestasi kebijakan ekonomi makropun
terkubur oleh kurang diperhitungkanya nasib wong cilik.
singkat ternyata
reformasi dan demokratisasi yang terjadi di Indonesia masih sebatas
liberalisasi politik belaka, tanpa diikuti fase demokratisasi yang bermuara
pada suatu konsolidasi. Barangkali inilah yang disebut Sorensen[14] dengan frozen
democracy, dimana sistem politik demokrasi yang sedang bersemi berubah menjadi
layu karena berbagai kendala yang ada. Akibatnya proses perubahan politik tidak
menuju pada pembentukan sosial politik yang demokratis, tetapi malah menyimpang
atau bahkan berlawanan dengan arah yang dicita-citakan.
Demokrasi adalah
bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan
kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh
pemerintah negara tersebut. Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga
kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan
dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam
peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis
lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling
mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.[15]
Ketiga jenis
lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki
kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif,
lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan judikatif
dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki
kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan
legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak
sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya
melalui proses pemilihan umum legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan.
Selain pemilihan
umum legislatif, banyak keputusan atau hasil-hasil penting, misalnya pemilihan
presiden suatu negara, diperoleh melalui pemilihan umum. Pemilihan umum tidak
wajib atau tidak mesti diikuti oleh seluruh warganegara, namun oleh sebagian
warga yang berhak dan secara sukarela mengikuti pemilihan umum. Sebagai
tambahan, tidak semua warga negara berhak untuk memilih (mempunyai hak pilih).
Kedaulatan
rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih presiden
atau anggota-anggota parlemen secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih
luas. Suatu pemilihan presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung
tidak menjamin negara tersebut sebagai negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat
memilih sendiri secara langsung presiden hanyalah sedikit dari sekian banyak
kedaulatan rakyat. Walapun perannya dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu
pemilihan umum sering dijuluki pesta demokrasi. Ini adalah akibat cara berpikir
lama dari sebagian masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola,
bukan sistem pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal
sebaik apa pun seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek
daripada masa hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun negara.
Banyak negara demokrasi hanya memberikan hak pilih kepada warga yang telah
melewati umur tertentu, misalnya umur 18 tahun, dan yang tak memliki catatan
kriminal (misal, narapidana atau bekas narapidana).
Percobaan demokrasi di
Indonesia pada masa Kolonial dimulai dari tingkat desa. Ini sangat menarik
untuk dicermati karena banyak pengamat yang mengatakan bahwa demokrasi
merupakan sistem yang asli di Indonesia, terutama di tingkat desa.
Pertanyaannya mengapa ujicoba demokrasi dimulai dari desa?[16]
Jan Breman (1979)
mengemukakan bahwa paham yang mengatakan bahwa desa-desa di Jawa yang dikatakan
sebagai desa demokratis sesungguhnya konstruksi kolonial. Desa-desa yang
dikatakan “asli”, sebelum mendapat sentuhan Kolonial adalah kepanjangan tangan
atau bagian dari sistem feudal yang lebih tinggi dalam tatanan masyarakat Jawa.[17]
Hal ini sesuai dengan temuan Wasino (2008) yang membuktikan bahwa di wilayah
pusat kekuasaan Jawa, Surakarta tidak ada pemilihan kepala desa hingga awal
kemerdekaan. Desa-desa di wilayah tersebut merupakan desa-desa yang terlambat
menerima pengaruh Kolonialisme.[18]
Menurut Schiecke (1929)
desa-desa di Jawa bukanlah sebuah rumah tangga tertutup yang dapat memenuhi
kebutuhannya sendiri. Desa-desa itu sesungguhnya bagian dari struktur dualistik
dari sistem kerajaan Jawa yang mendasarkan diri pada pembagian wilayah terdiri
dari lingkungan keraton dan desa. Kepala desa merupakan penghubung antara
petani dengan administrasi kerajaan. Situasi ini berlangsung sejak abad ke-7
hingga abad ke -18. Kepala-kepala desa diangkat berdasarkan keturunan, dan yang
masih dianggap setia kepada administrasi kerajaan.
- Demokrasi Di China
Pada tahun 1949, dibawah kepemimpinan
Partai Komunis China (CPC), rakyat China meraih kemenangan besar dalam Revolusi
Demokrasi Baru, mendirikan Republik Rakyat China dan menyadari hak-hak asasi
sebagai tuan dari negara. Setelah berdirinya Tiongkok Baru, pemerintah dan
rakyat China berjalan melalui berbagai macam kesulitan dan kemunduran guna
mengeksplorasi cara untuk mendirikan dan membangun demokrasi sosialis di suatu
negara oriental yang besar, yang pada saat itu miskin dan terbelakang.[19]
Demokrasi politik China, mengikuti
nilai-nilai universal dan prinsip-prinsip dasar demokrasi, dan memiliki
karakteristik China yang berbeda.
Pertama,
demokrasi China adalah demokrasi rakyat, dimana rakyat adalah tuan rumah dari
negara. Esensi dari demokrasi sosialis China adalah bahwa rakyat merupakan tuan
rumah negara. Sesuai konstitusi, semua kekuasaan di Republik Rakyat China
adalah milik rakyat. Rakyat menjalankan kekuasaan negara melalui Kongres Rakyat
Nasional dan Kongres Rakyat Daerah pada berbagai tingkatan organ-organnya.
Dengan legislasi unicameral yang dimiliki Kongres Rakyat Nasional, China tidak
mengadopsi sistem demokrasi parlemen dengan pemisahan tiga-kamar atau
dua-kamar. Kongres Rakyat Nasional adalah organ tertinggi kekuasaan negara.
Administrasi, peradilan dan organ-organ yang memiliki kekuasaan negara,
seluruhnya dibentuk oleh Kongres Rakyat, mereka bertanggung jawab dan dengan
itu melakukan supervisi. Kongres Rakyat menjalankan kekuasaan legislasi,
pengawasan, mengangkat dan memberhentikan pejabat, dan membuat keputusan
tentang isu-isu utama; organ-organ administratif bertanggung jawab dalam
implementasi hukum, resolusi dan mengadopsi keputusan-keputusan Kongres Rakyat,
pengadilan dan organ prokurator, sesuai dengan hukum, independensi dan
kewenangan pengadilan dan organ prokurator.
Anggota Kongres Rakyat Nasional dan
Kongres Rakyat Daerah di berbagai tingkatan diangkat melalui pemilihan umum
yang demokratis. Mereka bertanggung jawab kepada rakyat dan utamanya pada tugas
pengawasan mereka. Para wakil Kongres Rakyat di tingkat kabupaten dan kecamatan
dipilih langsung oleh para pemilih; Wakil Kongres Rakyat di atas tingkat
kabupaten dipilih oleh Kongres Rakyat di tingkat yang lebih rendah. Para wakil
Kongres Rakyat pada berbagai tingkatan, berasal dari kelompok etnis, industri,
strata sosial dan partai yang berbeda. Karena itu mereka adalah representasi
dari masyarakat luas. Dalam prakteknya, telah terbukti bahwa sistem kongres
rakyat adalah sistem politik fundamental China, untuk memastikan posisi rakyat
sebagai tuan rumah negara.
Kedua,
demokrasi China adalah untuk menerapkan sistem kerjasama multi-partai dan
konsultasi politik dibawah kepemimpinan CPC. Ada delapan partai politik di
China, yaitu: Komite Revolusioner Kuomintang Tiongkok, Liga Democratik China,
Asosiasi Konstruksi Nasional Demokratis China, Asosiasi China untuk Promosi
Demokrasi, Partai Demokratis Petani dan Pekerja China, Partai Zhi Gong China,
serta Liga Masyarakat Jiu San dan Pemerintah Otonom Demokratis Taiwan.
Sistem kerjasama multi-partai dan
konsultasi politik di bawah pimpinan CPC adalah sistem partai politik dengan
karakteristik China yang berbeda-beda, yang didirikan dan dikembangkan selama
periode yang panjang kerjasama antara CPC dan delapan partai demokratis dalam menuju
revolusi, konstruksi dan reformasi China. Ini berbeda dari sistem kompetisi
dua-partai atau multi-partai dan sistem satu partai yang dipraktekkan di
beberapa negara. Karakteristik yang mencolok adalah: kerjasama multi-partai di
bawah kepemimpinan CPC, kekuasaan dipegang CPC dan partai-partai demokratis
berpartisipasi penuh dalam urusan negara. Delapan partai demokratis adalah
teman dekat CPC.
Mereka bersatu dan bekerjasama didalam
berpartisipasi mengenai urusan negara, bukan menjadi partai oposisi. CPC mengambil
peran utama dalam prinsip politik negara itu, orientasi politik, serta program
dan kebijakan utama. Partai-partai demokratis berpartisipasi dalam menjalankan
kekuasaan negara, konsultasi dalam kebijakan fundamental negara dan pilihan
pemimpin negara, administrasi negara, serta perumusan dan pelaksanaan kebijakan
negara, hukum dan regulasi. Mereka juga melakukan pengawasan demokratis atas
pekerjaan partai yang berkuasa dan organ-organ negara melalui saluran dan
sarana diversifikasi. Sebagai sistem politik dasar dengan demokrasi rakyat,
sistem kerjasama multi-partai dan konsultasi politik di bawah kepemimpinan CPC,
maka tidak ada pertentangan atau kompetisi seperti di negara-negara Barat,
melainkan kolaborasi dan konsultatif. Hal ini dapat mencapai partisipasi
politik yang luas dari partai-partai demokratis, organisasi massa dan
masyarakat dari semua lapisan kehidupan, dan mempromosikan pengambilan
keputusan secara ilmiah dan demokratis dari partai dan pemerintah yang berkuasa
di semua tingkatan. Selain itu dapat menghindari masalah pengawasan yang umum
terjadi pada sistem satu partai, kekacauan politik, kurangnya stabilitas dan
persatuan yang mungkin disebabkan oleh pertentangan dan perselisihan diantara
beberapa partai.
Ketiga,
demokrasi China didasarkan pada kesetaraan,
persatuan dan saling membantu di antara semua kelompok etnis China. China
adalah negara multi-etnis yang bersatu. Selain etnis Han, ada 55 kelompok etnis
minoritas. Dalam rangka untuk menjamin hak-hak yang setara antara semua kelompok
etnis dan kepentingan khusus etnis minoritas, China mempraktekan sistem otonomi
daerah etnis dimana rakyat dari etnis minoritas tinggal di satu komunitas. Di
sini organ-organ pemerintah dibentuk untuk melaksanakan aturan otonomi. Saat
ini China memiliki 155 daerah otonomi etnis, termasuk lima daerah otonom, 30
otonom administrasi dan 120 otonom kabupaten. Selain itu, ada 1.173 kota di
mana etnis minoritas tinggal dalam satu komunitas. Menurut hukum, etnis
minoritas tidak hanya menikmati hak yang sama untuk berpartisipasi dalam
penyelenggaraan urusan negara, tetapi juga memiliki hak eksklusif untuk
mengatur urusan lokal kelompok etnis mereka dan urusan lainnya dalam wilayah
administratif masing-masing. Daerah otonom etnis memiliki kekuatan untuk
merumuskan regulasi otonomi yang terpisah berdasarkan karakteristik politik,
ekonomi dan budaya local kelompok etnis tersebut. Dimana ketentuan tertentu
dari hukum dan regulasi administrasi terkait, adaptasinya dapat dibuat dalam
regulasi otonom dan terpisah. Mereka juga memiliki kekuatan untuk secara
mandiri mengatur, mengelola dan mengembangkan usaha ekonomi, sosial dan budaya
lokal. Kepala daerah otonom etnis tersebut akan menjadi warga kelompok etnis
otonomi daerah di wilayah yang bersangkutan. Negara menyediakan dukungan khusus
dalam hal kebijakan, modal, dan personil, mempercepat pembangunan ekonomi,
sosial dan budaya di daerah etnis minoritas, dan memastikan semua kelompok
etnis memiliki kebebasan untuk menggunakan dan mengembangkan bahasa mereka
sendiri baik lisan maupun tertulis, kebebasan untuk melestarikan atau merubah
budaya dan adat istiadat mereka sendiri, dan menikmati kebebasan keyakinan
agama. Dalam prakteknya, telah terbukti bahwa sistem otonomi daerah etnis
adalah sistem yang signifikan untuk menjamin bahwa semua kelompok etnis bekerja
bersama untuk pengembangan dan kemakmuran bersama.
Keempat,
demokrasi China adalah untuk mempraktekkan self-governance secara luas pada
tingkat akar rumput. Sistem demokratis self-governance adalah cara yang paling
efektif dan banyak digunakan agar rakyat dapat secara langsung melaksanakan hak
demokratis mereka dan menyadari posisi mereka sebagai tuan rumah bagi negaranya
sendiri. China kini telah membangun sistem demokrasi self-governance akar
rumput, utamanya mencakup komite masyarakat desa, komite lingkungan perkotaan
dan konferensi pekerja dan staf dalam organisasi bisnis. Didalam organisasi
massa akar rumput self-governance di daerah perkotaan dan pedesaan,
rakyat China secara langsung melaksanakan hak-hak hukum mereka berupa pemilu,
pengambilan keputusan, manajemen dan pengawasan yang demokratis, sehingga
mereka dapat mengelola urusan publik dan kesejahteraan mereka sendiri melalui
komunitas dan organisasi akar rumput mereka. Ini adalah pencapaian yang besar
selama pengembangan demokrasi politik China. Secara khusus, ini menjadikan
praktek demokrasi secara langsung banyak digunakan secara luas didalam China
kontemporer untuk kesuksesan penerapan self-governance masyarakat desa di
daerah pedesaan dengan total populasi lebih dari 800 juta. Hal ini
membangkitkan antusiasme yang tinggi masyarakat yang tinggal di pedesaan,
meningkatkan kreativitas dan rasa tanggung jawab mereka.
Kelima,
demokrasi China adalah untuk menerapkan aturan
hukum. Ini adalah prinsip yang penting untuk bangunan demokrasi politik China
guna mengintegrasikan status rakyat sebagai tuan rumah negara dan aturan hukum.
Sejak reformasi dan membuka diri, China berpegang pada strategi dasar
pemerintahan negara berdasarkan hukum, dan secara aktif mempromosikan pembangunan
negara sosialis di bawah aturan hukum, memperbaiki sistem hukum secara kontinu
untuk menjamin hak-hak demokratis rakyat, dan melakukan upaya yang besar untuk
membawa semua pekerjaan negara di bawah kekuasaan hukum. Melalui upaya
mendorong pelembagaan, standardisasi dan proseduralisasi demokrasi politik,
China telah melangkah maju di jalan demokrasi dan supremasi hukum, serta
membuka sebuah dunia baru dalam pengembangan peradaban politik manusia.
Sekarang, undang-undang sistem sosialis dengan karakteristik China telah
didirikan, dengan supremasi konstitusi, undang-undang, regulasi regional dan
regulasi administratif di berbagai tingkatan sebagai komponen utama. Hukum
untuk dipatuhi, tidak hanya dalam menjalankan urusan negara dan kehidupan sosial,
tetapi juga dalam legislasi, peradilan, serta aktivitas pemerintahan dan
administrasi. Oleh karena itu sistem demokrasi rakyat berada di bawah
perlindungan hukum yang dapat diandalkan.
Keenam,
demokrasi China adalah menempatkan rakyat sebagai
yang pertama, menghormati dan melindungi HAM. Menghormati dan melindungi HAM
adalah isi dan tujuan penting demokrasi politik China. Sejak reformasi dan
membuka diri, pemerintah China telah merengkuh penghormatan dan perlindungan
HAM sebagai salah satu prinsip utama dalam pengelolaan negara, diterapkan ke
berbagai bidang, ekonomi, politik, budaya dan konstruksi sosial, serta secara
kontinu mempromosikan pengembangan perlindungan dan modernisasi HAM. Khususnya,
selama abad baru ini, prinsip penghormatan dan perlindungan HAM telah
diabadikan dalam Konstitusi China dan Konstitusi Partai Komunis China.
Beberapa faksi
elit politik, yang menginginkan adanya reformasi, bersedia memfasilitasi
transisi demokrasi. Namun jika para kapitalis ikut ambil bagian dalam proses
tersebut maka keikutsertaan mereka tersebut akan memotivasi pemerintah dalam
rezim yang berkuasa untuk meminimalisir pengeluaran dan mengancam dengan dalih
kehilangan kepercayaan diri untuk melindungi kepentingan material mereka. Para
pengusaha akan ikut berbaur jika mereka merasa institusi yang demokratis
melindungi kepentingan mereka. Hal ini akan menimbulkan sebuah dilema, karena
jika kapitalis tidak dilarang dan kepentingan para pengusaha tidak terancam,
maka para elit politik akan sulit untuk mendorong adanya perubahan demokrasi.
Dengan kata lain, dalam pendekatan ini, pengusaha mempunyai peranan penting
dalam perubahan demokratisasi di China.[20]
Menurut
Weberian, prekondisi terhadap terhadap kapitalis koheren dapat memunculkan aksi
kolektif yang dapat membentuk suatu “keadaan” untuk terbentuknya demokrasi.
Revolusi borjuis yang diobservasi Moore (1966) di Inggris, AS dan Perancis
menunjukkan jalur kausal ini, dimana borjuis, yang berarti pedagang swasta,
beraksi secara kolektif dalam rangka mempertahankan kepentingan material di
tiap negara masing-masing. Apakah pengusaha swasta di Cina akan bermobilisasi
dan meminta demokrasi untuk mempertahankan kepentingan kelas mereka? Analisis
empiris menerangkan bahwa pembentukan kelas tidak terjadi diantara kapitalis
Cina karena mereka memiliki identitas sosial yang berbeda, bergantung pada
jaringan dan sumber yang berbeda, dan tidak memiliki jenis keluhan yang sama
untuk melawan negara.
Perbandingan Pelaksanaan Sistem
Pemerintahan di Indonesia dan di Cina
No.
|
Penyelenggaraan
Pemerintahan
|
Negara
|
|
Indonesia
|
Cina
|
||
1.
|
Sistem Pemerintahan
|
sistem pemerintahan Negara
Republik Indonesia tidak menganut sistem pemisahan kekuasaan atau separation of power (Trias Politica),
dan menganut sistem pembagian kekuasaan (distribution
of power)
|
Sistem pemerintahan Cina adalah
sistem komunis.
|
2.
|
Pokok-pokok Sistem Pemerintahan
|
a.
Bentuk
negara kesatuan dengan prinsip otonomi yang luas.
b.
Bentuk
pemerintahan adalah republik, sedangkan sistem pemerintahan adalah
presidensial.
c.
Kepala
negara dan kepala pemerintahan adalah presiden.
d.
Presiden
dan wakilnya dipilih dan diangkat oleh MPR untuk masa jabatan 5 tahun. Namun
pada pemilu tahun 2004, Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung
oleh rakyat dalam satu paket untuk masa jabatan 2004–2009.
e.
Kekuasaan
yudikatif dijalankan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya,
yaitu pengadilan tinggi dan pengadilan negeri serta sebuah Mahkamah
Konstitusi dan Komisi Yudisial.
|
a.
Bentuk
negara adalah kesatuan
b.
Bentuk
pemerintahan adalah republik dengan sistem demokrasi komunis
c.
Kepala
negara adalah presiden, sedangkan kepala pemerintahan adalah perdana menteri.
d.
Presiden
dipilih oleh Kongres Rakyat Nasional untuk masa jabatan 5 tahun (biasanya
merangkap sebagai Ketua Partai). Sedangkan untuk jabatan Perdana menteri
(Sekretaris Jenderal Partai) diusulkan oleh presiden dengan persetujuan
Kongres Rakyat Nasional
e.
Kekuasaan
yudikatif (Badan kehakiman) terdiri atas Supreme Peoples Court, Local Peoples
Courts dan Special Peoples Courts. dijalankan secara bertingkat kaku oleh
Pengadilan Rakyat di bawah pimpinan Mahkamah Agung Cina
|
E. PENUTUP
1.
SIMPULAN
Demokrasi diartikan sebagai pemerintahan atau kekuasaan dari rakyat oleh rakyat dan untuk
rakyat. Istilah demokrasi ini memberikan posisi penting bagi rakyat sebab
dengan demokrasi, hak-hak rakyat untuk menentukan sendiri jalannya organisasi
Negara dijamin.[21] Penerapan
demokrasi di berbagai Negara di dunia memiliki ciri khas dan spesifikasi
masing-masing, lazimnya sangat dipengaruhi oleh ciri khas masyarakat sebagai rakyat
dalam suatu negara. Indonesia sendiri menganut demokrasi pancasila di mana
demokrasi itu dijiwai dan diintegrasikan oleh nilai-nilai luhur Pancasila
sehingga tidak dapat diselewengkan begitu saja.
Implementasi demokrasi pancasila di Indonesia terlihat pada pesta demokrasi yang diselenggarakan tiap lima
tahun sekali. Dengan diadakannya Pemilihan Umum baik legislatif maupun presiden
dan wakil presiden terutama di era reformasi ini, aspirasi rakyat dan hak-hak
politik rakyat dapat disalurkan secara langsung dan benar serta kedaulatan
rakyat yang selama ini hanya ada dalam angan-angan akhirnya dapat terwujud.
China merupakan
negara komunis yang berusaha menyelipkan esensi demokrasi melalui demokratisasi
dalam hal ekonomi, meskipun hal tersebut tak terlalu cukup tampak apabila
dilihat dari lapisan enterpreneur yang sebagian besar terdiri dari rakyat
kecil. Enterpreneur mendapatkan akses ke negara dalam hal sosial, politik, dan
ekonomi. Tipologi hipotesis menunjukkan batas-batas formasi kelas di antara para
wiraswastawan. Para wiraswasta harus memiliki kemampuan (ability) untuk merusak
rezim otoritarian dan mendorong kearah alternatif demokrasi demi pengembangan
sektor swasta, serta keinginan (desire) untuk mengkonfrontasikan negara.
Wiraswasta dapat membuka perusahaan di beberapa negara melalui usaha individu
maupun organisasi. Sementara itu, maksud dari keinginan untuk
mengkonfrontasikan negara adalah kesediaan wiraswasta untuk mempertahankan
kepentingannya dengan tegas. Oleh karena itu, para enterpreneur China
diharapkan dapat memasuki kategori assertive untuk mengimbangi implementasi
demokratisasi, khususnya dalam bidang ekonomi di China yang menerapkan sistem
komunisme. [22]
China menjadi yang pertama di antara
kekuatan-kekuatan dunia yang menyebar-luaskan, dan menerapkan rencana nasional
tentang perlindungan HAM, dalam National
Human Rights Action Plan of China (2009-2010) untuk mempromosikan
pengembangan segala hal yang berkaitan dengan HAM. Sekarang, China tengah
menyusun rencana aksi nasional baru HAM untuk periode 2012-2015, sebagai
program kedua. Selama lebih dari 30 tahun, negara-negara berpenduduk miskin
telah mengurangi lebih dari 200 juta penduduk miskin. Standar hidup keseluruhan
penduduk China dapat diselesaikan dalam dua lompatan sejarah, dari kemiskinan
yang subsisten, dan kemudian menjadi kaya. Dengan rata-rata harapan hidup
sampai 73 tahun, seluruh rakyat China telah mendapatkan martabat dan kebebasan
yang lebih besar untuk menentukan hidup mereka dengan cara mereka sendiri.
Pada intinya demokrasi adalah persamaan hak dan kedudukan
dari setiap warga negara di dalam sebuah negara yang demokratis. Demokrasi
harus ditegakkan dalam berbagai bidang, yakni demokrasi politik, demokrasi
ekonomi, demokrasi hukum dan demokrasi pjendidikan. Sedang inti demokrasi itu
sendiri adalah keadilan. [23]
Demokrasi yang sesungguhnya adalah demokrasi tanpa embel-embel dibelakangnya,
karena tiga macam demokrasi yang diterapkan di indonesia ternyata gagal.
2.
SARAN
Demokrasi hendaknya dilaksanakan secara integral, universal dan komprehensif dan diciptakan melalui tegaknya keadilan
politik, keadilan ekonomi, keadilan sosial dan keadilan hukum sesuai
dengan karakteristik sosio cultural tiap Negara.
DAFTAR
PUSTAKA
Breman,
Jan, 1979, “Desa Jawa dan Negara
Kolonial”, Cakrawala, no. 11, th XI, Salatiga: LPIS, UKSW.
Wasino, 2008, Kapitalisme Bumiputra: Perubahan Masyarakat
Mangkunegaran, Yogyakarta: LkiS.
Wasino, 2007, Bahan Ajar Sejarah Kebangsaan, Semarang: AKPOL
Wasino, Demokrasi,
Dulu, Kini, Dan Esok Disampaikan dalam Diskusi Sejarah
“Wajah Demokrasi Indonesia” diselenggarakan oleh Balai Pelestarian Sejarah dan
Nilai Tradisional Yogyakarta, Departmen Kebudayaan dan Pariwisata, di Gedung
LPMP, Semarang, tanggal 30-31 Maret 2009. Wasino,Guru Besar
Sejarah, Universitas Negeri Semarang.
Samuel
Huntington , Gelombang Demokratisasi Ketiga, Pustaka Grafiti Press:1997,
hal.45.
Eep
Syaefullah Fatah , Zaman Kesempatan; Agenda-agenda Besar Demokratisasi Pasca
Orde Baru, Mizan, 2000, hal. xxxviii-xli.
Sorensen
,Demokrasi dan Demokratisasi: Proses dan Prospek dalam Sebuah Dunia yang sedang
Berubah. Pustaka Pelajar dan CCSS, 2003.
[2] Ibid., hlm. 2.
[8] Ibid., hlm. 5.
[9] Ibid., hlm. 3.
[13] Eep
Syaefullah Fatah, Zaman Kesempatan;
Agenda-agenda Besar Demokratisasi Pasca Orde Baru, Mizan, 2000, hal. xxxviii-xli.
[14] Sorensen, Demokrasi
dan Demokratisasi: Proses dan Prospek dalam Sebuah Dunia yang sedang Berubah. Pustaka
Pelajar dan CCSS, 2003,
[15] Demokrasi, ... Ibid., hlmn, 2.
[16] Wasino, Demokrasi,
Dulu, Kini, Dan Esok Disampaikan dalam Diskusi Sejarah “Wajah
Demokrasi Indonesia” diselenggarakan oleh Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai
Tradisional Yogyakarta, Departmen Kebudayaan dan Pariwisata, di Gedung LPMP,
Semarang, tanggal 30-31 Maret 2009.
[17]
Breman, Jan, 1979, “Desa Jawa dan Negara Kolonial”, Cakrawala, no. 11,
th XI, Salatiga: LPIS, UKSW.