Senin, 22 Oktober 2012

DEMOKRASI DI INDONESIA dan DI CINA


PERBANDINGAN PELAKSANAAN DEMOKRASI
DI INDONESIA dan DI CINA
(Sejak Kemerdekaan Hingga Sekarang)
A.    PENDAHULUAN
Negara Indonesia sendiri tidak memiliki kejelasan yang tepat tentang demokrasi itu sendiri. Jika melihat bentuk demokrasi dalam struktur pemerintahan Indonesia dari level Negara, Provinsi, Kabupaten, hingga Kecamatan hampir dapat dipastikan di level ini demokrasi hanya sampai pada proses pembuatan kebijakan, sementara jika mencari demokrasi yang berupa ciri khas yang dapat mewakili bahwa Negara indonesia mempunyai diri demokrasi tersendiri itu dapat dilihat di level desa.[1]
Menurut Moh.Hatta,”Di desa-desa sistem yang demokrasi masih kuat dan hidup sehat sebagai bagian adat istiadat yang hakiki.” Dasarnya adalah pemilikan tanah yang komunal yaitu setiap orang yang merasa bahwa ia harus bertindak berdasarkan persetujuan bersama. Struktur demokrasi yang hidup dalam diri bangsa Indonesia harus berdasarkan demokrasi asli yang berlaku di desa. Gambaran dari tulisan almarhum ini tidak lain dari pola-pola demokrasi tradisional yang dilambangkan oleh musyawarah dalam pencapaian keputusan dan gotong royong dalam pelaksanaan keputusannya tersebut.[2]
Sejak reformasi dan membuka diri (1949), pemerintah dan masyarakat China, berdasarkan situasi negara yang unik itu, memiliki keteguhan untuk melanjutkan perubahan struktur ekonomi dan politik. Meningkatkan sistem demokrasi dan memperkaya bentuk demokrasi, dimana Partai Komunis China (CPC) secara aktif mempromosikan demokrasi dalam kehidupan politik dan sosial negara. Partai memperluas partisipasi politik warga negara dan berhasil merintis jalan bagi demokrasi politik sosialis dengan karakteristik China. Partai menanamkan semangat vitalitas untuk mengangkat China yang damai.
B.  IDENTIFIKASI MASALAH
Dalam pembahasan tugas kuliah Demokrasi dan HAM dapat di identifikasi permasalahan yaitu : Bagaimana Perbandingan Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia dan China sejak kemerdekaan hingga sekarang ?

C.  KERANGKA TEORI
Istilah “demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem “demokrasi” di banyak negara. [3]
Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.
Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu negara (umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica) dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.[4]
Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia. Demikian pula kekuasaan berlebihan di lembaga negara yang lain, misalnya kekuasaan berlebihan dari lembaga legislatif menentukan sendiri anggaran untuk gaji dan tunjangan anggota-anggotanya tanpa mempedulikan aspirasi rakyat, tidak akan membawa kebaikan untuk rakyat.
Intinya, setiap lembaga negara bukan saja harus akuntabel accountable), tetapi harus ada mekanisme formal yang mewujudkan akuntabilitas dari setiap lembaga negara dan mekanisme ini mampu secara operasional (bukan hanya secara teori) membatasi kekuasaan lembaga negara tersebut.
Menurut Robert Dahl pandangan Yunani tentang demokrasi, bahwa warga Negara adalah pribadi yang utuh yang baginya politik adalah aktivitas social yang alami dan tidak terpisah secara tegas dari bidang kehidupan lain. Nilai-nilai tidak terpecah tetapi terpadu karena itu mereka aktif dalam kegiatan politik. Namun dalam prakteknya pula demokrasi Yunani dalam hal kewarganegaraannya merupakan hal yang eksklusif, bukan inklusif. Persyaratan kewargaanegaraan adalah kedua orang tua harus warga Athena asli. Jika orang asing aktif dan memberikan sumbangan besar pada kehidupan ekonomi dan intelektual akan mendapat status tertentu.[5]
Demokrasi menurut asal katanya (semantik) yakni “demos” berarti rakyat dan “kratos” berarti kekuasaan atau berkuasa. Jadi demokrasi artinya kekuasaan atau kedaulatan rakyat. Dalam perkembangannya, terdapat dua aliran demokrasi, yaitu demokrasi konstitusional dan demokrasi yang mendasarkan diri pada pada komunisme. Kelompok pertama berkembang di negara-negara eropa dan amerika sedangkan kelompok kedua berkembang di negara-negara berpaham komunis. Perbedaan fundamental antara keduanya ialah bahwa demokrasi konstitusional mencita-citakan pemerintah tyang terbatas kekuasaannya, suatu negara hukum (Rechstaat) yang tunduk pada Rule of Low. Sebaliknya demokrasi yang mendasarkan dirinya atas komunisme mencita-citakan pemerintahan yang tidak dibatasi kekuasaannya (machstaat) dan lebih bersifat totaliter (Miriam Budiarjo, 1996 : 52).[6]
Demokrasi di Indonesia mempunyai persyaratan Khusus yaitu di lepaskannya semacam “bias” dan ethnosentrisme. Ethnosentrisme membuat kita tidak mampu  menata diri kita dengan objektif dan membuat segala yang kita miliki sekarang ini adalah yang terbaik, yang terjadi di tempat lain adalah sebagai berikut. Demokrasi bukan berarti kekuasaan di tangan penguasa, akan tetapi kekuasaan penuh di tangan rakyat. [7]
Demokrasi normatif adalah sesuatu yang secara idiil hendak dilakukan atau diselenggarakan oleh sebuah negara, misal: pemerintahan dari rakyat dan untuk rakyat. Demokrasi empirik (G. Bingtom Powell) memersyaratkan beberapa kriteria untuk melihat apakah demokrasi betul-betul terwujud dalam suatu negara,  kriteria tersebut :[8]
1.      The legitimacy of the government rest on a claim to represent the desires of its citizens. That is, the claim the government to obedience to its laws is based on the goverments’s assertion to be doing the it to do (Legitimasi sisanya pemerintah tentang klaim untuk mewakili keinginan warganya. Artinya, klaim pemerintah untuk ketaatan kepada hukum-hukumnya didasarkan pada pernyataan pemerintah dalam untuk melakukan itu untuk melakukan).
2.      The organized arrangement the regulates this bargain of the legitimacu is the competitive political election. Leader are electied at regular intervalas,voters at least two political parties that have a change of winning are needed to make such choice meaningful. (Susunan menyelenggarakan mengatur tawar-menawar dari legitimasi adalah pemilu politik kompetitif. Pemimpin yang electied di intervalas reguler, pemilih setidaknya dua partai politik yang memiliki perubahan pemenang yang diperlukan untuk membuat pilihan tersebut bermakna).
3.      Most aduls can participate in the electoral process, both as volters and as candidates for important political office. (Kebanyakan orang dewasa bisa berpartisipasi dalam proses pemilu, baik sebagai volters dan sebagai calon untuk jabatan politik penting)
4.      Citizens votes are secret and coerced. (Warga suara yang rahasia dan dipaksa).
5.      Citizens and leaders enjoy basic freedom of spech, press,assembly, and organization. Both establized. (Warga dan pemimpin menikmati kebebasan dasar berbicara, pers, perakitan, dan organisasi. Keduanya establized).

Sejumlah prasyarat untuk mengamati apakah sebuah political order merupakan sistem yang demokratis atau tidak yaitu:[9]
  1. Akuntabilitas
  2. Rotasi kekuasaan
  3. Rekruitmen politik yang terbuka
  4. Pemilihan umum
  5. Menikmati hak-hak dasar
Dalam demokrasi yg sebenarnya berkuasa adalah rakyat atau demos, populus. Oleh karena itu selalu ditekankan peranan  demos yg menyatanya dlm proses politik yg berjalan. Paling tidak dalam 2 tahap:
1. Agenda setting, tahap untuk memilih masalah apa yg hendak  di bahas dan diputuskan .
2. Deciding of outcome, tahap pengambilan keputusan.
Robert Dahl  Mengajukan 7 indikator dari demokrasi secara empirik:[10]
  1. Control over govermental dicisions abaout is constitutionally vested in elected afficials (Kontrol atas keputusan pemerintah tentang secara konstitusional diberikan pada afficials dipilih).
  2.  Elected officials are chose and peacefully removed in relativety frequent, fair and  free elections in whice coercion in quite limited. (Pejabat terpilih dipilih dan damai dihapus dalam relativitas sering, pemilihan yang adil dan bebas dalam pemaksaan whice dalam cukup terbatas).
  3. Practically all adults have the right to vote in these elections (Hampir semua orang dewasa memiliki hak untuk memilih dalam pemilu)
  4. Most adults have the right to run for public offices for whice candidaties run in these elections (Kebanyakan orang dewasa memiliki hak untuk menjalankan untuk kantor publik untuk candidaties whice dijalankan dalam pemilu)
  5. citizen have an effectively enforcced right to freedom for expanssions, particularly political expression, including criticiism of the official, the conduct of the government, the preveling political, economic, and social system, and dominant ideology. (warga negara memiliki hak efektif enforcced menuju kebebasan expanssions, terutama ekspresi politik, termasuk criticiism resmi, tindakan pemerintah, ideologi preveling sistem politik, ekonomi, dan sosial, dan dominan).
  6. They also have acces to alternative sources of information that are not monopolize by the government or any other single group (Mereka juga memiliki akses pada alternatif sumber informasi yang tidak memonopoli oleh pemerintah atau kelompok tunggal lainnya).
  7. Finall the have an effective unforced right to form and join autonomos associons, incliding political associations, such as political parties and interesy groups, that attempt to influence government by competing in elections and by other peacefeul means. (Finall memiliki hak tidak dipaksa yang efektif untuk membentuk dan bergabung associons autonomos, incliding asosiasi politik, seperti partai politik dan kelompok interesy, yang berusaha untuk mempengaruhi pemerintah dengan bersaing dalam pemilihan umum dan dengan cara peacefeul lainnya).

Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia
  1. Demokrasi Pemerintahan Masa Revolusi Kemerdekaan.
Demokrasi tidak hanya terbatas pada komitmen akan tetapi juga merupakan sesuatu yg perlu diwujudkan. Tidak terlalu banyak membicaraka demokrasi pada masa ini, akan tetapi lebih pada peletakan dasar bagi demokrasi indonesia pada masa selanjutnya.
a.       Political Franchise yang menyeluruh.
b.      Presiden yang secara kontitusional menentukan ia menjadi seorang diktator kemudian dibatasi kekuasannya ketika KNIP dibentuk untuk menggantikan parlement.
c.       maklumat wakil presisen maka dimungkinkan terbentuknya sejumlah parpol yang kemudian menjadi peletak dasar bagi sistem kepartaian indonesia.

Partai politik tumbuh dan berkembang dengan cepat dan fungsi yang paling utama adalah ikut serta memenangkan revolusi kemerdekaan dengan menanamkan kesadaran untuk bernegara serta semangat anti inperialisme dam kolonialisme.

  1. Demokrasi Parlementer
Masa kejayaan dari demokrasi indonesia, karena hampir sama element demokrasi dapat kitatemukan perwujudan dalam kehidupan politik di indonesia.
a.       lembaga perwakilan Rakyat memainkan peranan yang sam tinggi dalam proses politik.
b.      Akuntabilitas memegang jabatan dan politisi pada umumnya sam tinggi.
c.       Kehidupan kepartaian booleh dikatakan memperoleh peluang yang besar untuk berkembang maksimal.
d.      pemilu dilaksanakan menggunkana prinsip demokrasi
e.       masyarakat dapat merasakan hak dasar terpenuhi
Sebab Demokrasi gagal menurut: Herbert Feith (1962), adanya dua gaya kepemimpinan yang sangat berbeda dikalangan elit undonesia pada masa pasca kemerdekaan yaitu di satu pihak oleh Feith disebut Solidarity Makers dan dipihak lain di dalam katagori administrator atau problem sorver. Adnan Buyung Nasution (1993), disebabkan adanya persamaan kepentingan antara soekarno dan angkatan darat yang sama-sama tidak senang dengan proses politik yang sedang berjalan. Afam gaffar (1997), dominannya politik aliran sehingga membangun konsekuensi terhadap pengelolaan konflik, basis sosial ekonomi yang sengat lemah.
  1. Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Soekarno mengajukan usulan yang dikenal sebagai Konsepsi Presiden, kemudian terbentuk lah dewan nasional yang melibatkan semua parpol dan organisasi sosial kemasyarakatan. Konsepsi presiden dan terbentuknya dewan nasional mendapatkan tantangan yang sangat kuat dari sejumlah parpol, terutama MASYUMI dan PSI.
Adapun karakteristik yang utama dari perpolitikan pada era Demokrasi terpimpin adalah:
a.       Menganutnya sistem kepartaian
b.      Dengan terbentunya DPRGR maka peranan lembaga legislatif dalam sistem politik nasional menjadi sedemikian lemah
c.       Basic human right menjadi sangat lemah
d.      Pada masa demokrasi terpimpin merupakan masa puncak dari semangat anti kebebasan pers.
e.       Sentralisasi kekuasaan semaki dominan dalam proses hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
Pandangan A.Syafi’i Ma’arif, demokrasi terpimpin sebenarnya ingin menempatkan Soekarno seagai “Ayah” dalam famili besar yang bernama Indonesia dengan kekuasaan terpusat berada di tangannya. Dengan demikian, kekeliruan yang besar dalam Demokrasi Terpimpin Soekarno adalah adanya pengingkaran terhadap nilai-nilai demokrasi yaitu absolutisme dan terpusatnya kekuasaan hanya pada diri pemimpin. Selain itu, tidak ada ruang kontrol sosial dan check and balance dari legislatif terhadap eksekutif.
  1. Demokrasi Dalam Pemerintahan Orde Baru
Terjadinya pemberontakan G30/S/PKI merupakan titik kulminasi dari pertarungan atau tarik tambang politik antara soekarno, angkatan darat. Era baru pemerintahan antara tahun 1965-1986 ketika soeharto menjadi pejabat presiden RI kemudian dikenal sebagai orde baru. Kekuasan lembaga kepresisenan dikatakan sangat besar soeharto mampu mengontrol rekitmen politik, memiliki sumber daya keuangan yang tidak terbatas dengan melalui budgetary prosess yang ketat yang tidak memungkinkan DPR mengontrolnya, disamping itu ternyata memiliki sejumlah legalitas yang tidak dimiliki siapapun seprti super semar, mandataris MPR, bapak pembangunan serta panglima tertinggi ABRI.
Rotasi kekuasan eksekutif hampir tidak pernah terjadi kecuali dalam tataran rendah misal: gubernur, Bupati/Walikota, Camat dan Kepala Desa. Rekitmen politik tertutup dan sepenuhnya dikontrol oleh lembaga kepresidenan. Pemilihan umum selalu dimenangkan oleh golkar.
Sistem Politik Indonesia dan Perkembangan Demokrasi
a.       Di Indonesia sudah cukup lama di sepakati untuk memakai demokrasi pancasila yang cara dan teknis pelaksanaannya secara umum dan formil sudah dilukiskan dalam UUD 1945.
b.      Tingkahlaku yang dapat menghambat Demokrasi tergantung pada beberapa faktor salah satunya adalah keadaan sosial budaya masyarakat Indonesia yang prularisme atau majemuk.
c.       Di Masyarakat Barat kemajemukan masyarakat di dalam suatu masyarakat mempunyai pengaruh positif terhadap kelangsungan hidup suatu sistem politik yang demokratis.
d.      Di indonesia pluralisme selama ini lebih banyak mendatangkan ketegangan politik, pertentangan idiologi, rasa sentimen kedaerahan, atau perselisihan agama.
e.       Salah satu faktor yang mempengaruhi proses perkembangan Demokrasi adalah perbedaan yang sering mencolok antara harapan yang tinggi dengan kenyataan yang ada dan bisa di capai.
f.       Demokrasi kurang atau tidaknya sesuai  dengan kebudayaan politik yang di hayati oleh mayoritas anggota masyarakat dalam kehidupan politik mereka sehari – hari.

Pelaksanaan Demokrasi di Cina
Pada masa transisi demokrasi pihak pengusaha swasta Cina, yang tadinya tidak begitu mendapat perhatian, justru memiliki potensi demokrasi. Banyak studi mengenai hubungan sektor swasta dengan masa transisi demokrasi, melihat fenomena tersebut melalui dua pendekatan yaitu voluntaris dan strukturalis.
Pertama, dari perspektif voluntaris, dimana pihak-pihak elit politik yang menginginkan adanya reformasi agar mereka dapat bergabung dengan pihak pengusaha swasta dengan tujuan untuk melepaskan diri dari aturan otoritas di Cina. Kedua, dari perspektif strukturalis, pengusaha swasta dapat berkembang menjadi kelas kapitalis pro-demokrasi.[11]


  1. Elitecentric Path To Democratization
Demokrasi menurut voluntaris fokus kepada proses tawar-menawar antara faksi elit dengan mereka yang berada di pihak oposisi pro-demokrasi pada saat rezim otoriter.
  1. Classcentric Path To Democratization
Teori strukturalis atau yang berdasarkan kelas memiliki bermacam-macam pandangan dalam menekankan kepada kontribusi relatif dalam usaha melawan kelas menengah dan tipe-tipe kelas aliansi yang memimpin pada hasil demokratis. Akan tetapi mereka setuju dengan logika Marxis bahwa industrialisasi dalam lingkungan kapitalis memberikan reaksi terhadap hubungan baru diantara alat produksi. Ini memberikan landasan untuk struktur kelas yang berbeda dan dibawah kondisi tertentu, memimpin kepada pembentukan dan praktek kelas. Pada saat itu kelas kapitalis dipandang akan mencari akses yang lebih besar ke dalam sistem politik untuk melindungi properti mereka dan membenarkan kontribusi mereka bagi negara dalam semangat “no taxation without representation”.
Adapun ketiga kategori enterpreneur dalam akses politik atau strategi politik adalah sebagai berikut :
a.    Avoidant Strategies
Strategi ini menunjukkan adanya kekurangan demokrasi dalam akses politik yang dimiliki oleh enterpreneur. Padahal China merupakan negara yang berusaha mendemokratisasikan perekonomiannya. Ini dibuktikan pada wiraswasta avoidant tidak terdaftar dalam ICMB ataupun PEA. Selain itu hal tersebut membuktikan partisipasi yang kecil dari para enterpreneur, untuk melibatkan diri ke dalam akses politis dalam hubungannya dengan negara. Hal tersebut secara praktikal dapat terlihat dari kurangnya keinginan (desire) para enterpreneur tersebut untuk menyuarakan hak-haknya dan melaksanakan kewajibannya melalui legal regulation yang dirancang oleh pemerintah China bagi para enterpreneur.
b.    Acceptant Strategies
Secara implementasinya, kategori ini masih dibagi lagi menjadi dua, yaitu grudgingly acceptant dan loyally acceptant. Pada intinya, kategori ini merupakan transisi dari kategori avoidant untuk menuju tingkat assertive, dimana inti demokrasi dalam hal enterpreneurship dapat terjadi sebagaimana mestinya. Para enterpreneur dalam kategori ini melakukan relasi dengan pemerintahan, seperti mendaftarkan diri mereka ke ICMB atau PEA, dan melaksanakan kewajiban membayar pajak atau denda sebagaimana mestinya. Namun dalam praktiknya, inti demokrasi masih kurang terimplementasikan. Akses politis hanya berlaku sebagai wacana bagi para enterpreneur dalam meneruskan usahanya, tanpa memahami apa itu inti hak-hak ekonomi yang semestinya mereka peroleh sebagai enterpreneur yang telah membayar pajak dan atau denda dengan sewajarnya. 
c.       Assertive Strategies
Kategori ini merupakan satu-satunya unsur yang mendukung terciptanya reformasi demokratis dalam dunia wirausaha di China. Hal tersebut dilatarbelakangi sebuah poin berupa partisipasi para enterpreneur dalam akses politis kepada negara atau pemerintahan. Enterpreneurship yang disokong oleh kuatnya finansial, sebuah kelompok yang mengangkat kepentingan dan kebutuhan mereka kepada pemerintah, menjadi latar belakang mengapa dalam kategori ini reformasi demokratisasi dapat dilaksanakan. Apalagi dalam beberapa daerah terdapat aliansi enterpreneur berbentuk asosiasi yang didaftarkan melalui Civil Affairs Bureau dan ditetapkan sebagai nonprofit societies, dan bertujuan untuk membantu masyarakat yang kurang mampu. Dengan kata lain, dalam kategori ini, organisasi-organisasi ekonomi atau korporasi telah mempunyai akses yang luas, jaringan yang tidak terbatas, terutama dalam hubungannya dengan pemerintah. Oleh karena itu, terdapat hubungan yang sangat signifikan bagi para enterpreneur untuk menyuarakan kepentingan dan hak-hak mereka terhadap pemerintah China, dalam posisi mereka sebagai corporation runners. Hal tersebut dapat dilaksanakan melalui pemberitaan secara media atau publikasi informasi, partisipasi dalam Partai Komunis China (PKC), atau mendokumentasikan komplain mereka terhadap agensi.
Ketiga kategori tersebut merupakan kelas enterpreneur di China dalam hal strategi politis, melalui hubungannya dengan negara atau pemerintahan. Hal tersebut terhubung dengan implementasi demokrasi di China, sejauh mana partisipasi enterpreneur dan kelompok usaha di China berpartisipasi dalam hal politis, sehingga dapat menjadi parameter terciptanya demokrasi dalam elemen enterpreneurship di China.
Diamati dari karakteristik ketiga kategori tersebut, dapat diperhatikan bahwa latar belakang yang dipengaruhi oleh ability dan desire sangat mendorong adanya bagi masing-masing enterpreneur untuk mengkonfrontasi pemerintah dan menyuarakan kepentingannya secara demokratis sesuai dengan kapasitasnya dalam dunia enterpreneur. Sikap terhadap aksesibilitas politis negara atau pemerintahan juga menimbulkan implikasi tersendiri bagi tiap-tiap kategori strategi politis enterpreneur tersebut. Bagi kategori asertif yang berani bersikap menyuarakan kepentingan ekonomisnya terhadap pemerintahan, akan menciptakan durabilitas usaha, karena disokong oleh dukungan pemerintah. Hal tersebut secara esensi akan meningkatkan demokratisasi yang reformis, karena menyuarakan kepentingan dan hak-haknya di depan pemerintahan. Oleh karena itu, kategori assertive sangat krusial bagi penciptaan demokratisasi yang maksimal di China dalam hal ekonomi. Maka, kemudian dapat diketahui demokrasi yang diterapkan China adalah demokrasi kapitalis, dimana di dalamnya tidak terdapat sistem kapitalis tanpa kelas. Demokrasi menurut voluntaris fokus kepada proses tawar-menawar antara faksi elit dengan mereka yang berada di pihak oposisi pro-demokrasi pada saat rezim otoriter. Beberapa faksi elit politik, yang menginginkan adanya reformasi, bersedia memfasilitasi transisi demokrasi. Demokrasi di China turut dipengaruhi oleh pengusaha swasta yang memiliki peran penting dalam pertumbuhan demokrasi di China.







D.  PEMBAHASAN MASALAH
  1. Demokrasi Di Indonesia
Semenjak kemerdekaan 17 agustus 1945, Undang Undang Dasar 1945 memberikan penggambaran bahwa Indonesia adalah negara demokrasi. Dalam mekanisme kepemimpinannya Presiden harus bertanggung jawab kepada MPR dimana MPR adalah sebuah badan yang dipilih dari Rakyat. Sehingga secara hirarki seharusnya rakyat adalah pemegang kepemimpinan negara melalui mekanisme perwakilan yang dipilih dalam pemilu. Indonesia sempat mengalami masa demokrasi singkat pada tahun 1956 ketika untuk pertama kalinya diselenggarakan pemilu bebas di indonesia, sampai kemudian Presiden Soekarno menyatakan demokrasi terpimpin sebagai pilihan sistem pemerintahan. Setelah mengalami masa Demokrasi Pancasila, sebuah demokrasi semu yang diciptakan untuk melanggengkan kekuasaan Soeharto, Indonesia kembali masuk kedalam alam demokrasi pada tahun 1998 ketika pemerintahan junta militer Soeharto tumbang. Pemilu demokratis kedua bagi Indonesia terselenggara pada tahun 1999 yang menempatkan Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan sebagai pemenang Pemilu.
Tumbangnya Orde Baru pada tanggal 21 Mei 1998, adalah momentum pergantian kekuasaan yang sangat revolusioner dan bersejarah di negara ini. Dan pada tanggal 5 Juli 2004, terjadilah sebuah pergantian kekuasaan lewat Pemilu Presiden putaran pertama. Pemilu ini mewarnai sejarah baru Indonesia, karena untuk pertama kali masyarakat memilih secara langsung presidennya. Sebagai bangsa yang besar tentu kita harus banyak menggali makna dari sejarah.
Hari Kamis, 21 Mei 1998, dalam pidatonya di Istana Negara Presiden Soeharto akhirnya bersedia mengundurkan diri atau lebih tepatnya dengan bahasa politis ia menyatakan “berhenti sebagai presiden Indonesia”. Momentum lengser keprabon-nya Raja Indonesia yang telah bertahta selama 32 tahun ini tentu sangat mengejutkan berbagai pihak. Karena sehari sebelumnya ia sudah berniat akan segera membentuk Kabinet Reformasi. Setelah melalui saat-saat yang menegangkan, akhirnya rezim yang begitu kokoh dan mengakar ini berhasil ditumbangkan. Gerakan mahasiswa sekali lagi menjadi kekuatan terpenting dalam proses perubahan ini. Sebuah perubahan yang telah memakan begitu banyak korban, baik korban harta maupun nyawa. Kontan saja mahasiswa kala itu langsung bersorak-sorai, menangis gembira, dan bersujud syukur atas keberhasilan perjuangannya menumbangkan rezim Orde Baru.
Setelah tumbangnya Orde Baru tibalah detik-detik terbukanya pintu reformasi yang telah begitu lama dinanti. Secercah harapan berbaur kecemasan mengawali dibukanya jendela demokrasi yang selama tiga dasawarsa telah ditutup oleh pengapnya otoritarianisme Orde Baru. Momentum ini menjadi penanda akan dimulainya transisi demokrasi yang diharapkan mampu menata kembali indahnya taman Indonesia. Pada hari-hari selanjutnya kata “reformasi” meskipun tanpa ada kesepakatan tertulis menjadi jargon utama yang menjiwai ruh para pejuang pro-demokrasi. Selang tiga tahun pasca turunnya Soeharto dari tahun 1998 sampai 2000, telah terjadi tiga kali pergantian rezim yang memunculkan nama-nama:Habibie, Gus Dur, dan Megawati sebagai presiden Republik Indonesia. Dan duduknya ketiga presiden baru tersebut, juga diwarnai dengan perjuangan yang sengit dan tak kalah revolusioner. Lagi-lagi untuk kesekian kalinya mahasiswa menjadi avant guard yang Mendobrak perubahan tersebut.
Megawati yang baru satu tahun mencicipi empuknya kursi presiden pun oleh mahasiswa kembali dituntut mundur lantaran dianggap gagal dan tidak bisa memenuhi amanat reformasi. Pada tanggal 21 Mei 2003, di hampir seluruh penjuru Indonesia mahasiswa turun ke jalan kembali dan menuntut segera turunnya pemerintahan Megawati. Sekaligus pada hari itu juga mahasiswa secara resmi mendeklarasikan “Matinya Reformasi” dan bahkan lebih jauh lagi memunculkan jargon baru yaitu “Revolusi”. Munculnya jargon baru ini menjadi diskursus yang cukup hangat diperbincangkan. Jargon ini kemudian merebak dan dengan cepat menjangkiti elemen prodemokrasi lainya yang juga menghendaki proses demokratisasi secara lebih cepat. Mahasiswa pun lantas menantang kalau memang tidak ada seorang pun tokoh reformis yang layak dan sanggup mengawal transisi demokrasi, maka saatnya kaum muda memimpin.
Dari sepenggal perjalanan sejarah perjuangan mahasiswa tersebut, kita bisa melihat betapa serius, visioner, dan revolusionernya tekad mereka untuk mewujudkan transisi demokrasi yang sesungguhnya. Namun, ketika kita mengaca pada sejarah secara objektif, kita akan menemukan bahwa masa transisi demokrasi di negara dunia ketiga rata-rata membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Yaitu, antara 20 sampai 25 tahun, yang artinya itu empat sampai lima kali Pemilu di Indonesia. Itupun kalau memenuhi beberapa syarat dan tahapan yang normal.
Menurut pemetaan Samuel Huntington pada tingkatan paling sederhana, demokratisasi mensyaratkan tiga hal : berakhirnya sebuah rezim otoriter, dibangunnya sebuah rezim demokratis, serta konsolidasi kekuatan prodemokrasi.[12] Sedikit berbeda Eep Syaefullah Fatah mengajukan empat tahapan proses demokratisasi dengan mengaca pada pengalaman di Indonesia. Tahapan pertama, berjalan sebelum keruntuhan rezim otoritarian atau totalitarian. Tahapan ini disebutnya dengan Pratransisi. Tahapan kedua, terjadinya liberalisasi politik awal. Dan tahap ini ditandai dengan terjadinya Pemilu yang demokratis serta regulasi kekuasaan sebagai konsekuensi dari hasil Pemilu. Tahapan ketiga adalah Transisi. Tahapan ini ditandai adanya pemerintahan atau pemimpin baru yang bekerja dengan legitimasi yang kuat. Kemudian yang terakhir, tahap keempat adalah Konsolidasi Demokrasi. Tahap ini menurut Eep membutuhkan waktu cukup lama, karena juga harus menghasilkan perubahan paradigma berpikir, pola perilaku, tabiat serta kebudayaan dalam masyarakat.[13]
Lantas bagaimana dengan proses transisi demokrasi yang terjadi di Indonesia? Itulah pertanyaan yang harus kita jawab secara objektif dan kita jadikan dasar evaluasi. Esensi konsolidasi demokrasi sebenarnya adalah ketika telah terbentuknya suatu paradigma berfikir, perilaku dan sikap baik di tingkat elit maupun massa yang mencakup dan bertolak dari prinsip-prinsip demokrasi. Dan untuk konteks Indonesia seharusnya konsolidasi demokrasi ditandai dengan adanya efektifitas pemerintahan, stabilitas politik, penegakan supremasi hukum serta pulihnya kehidupan ekonomi.
Sebenarnya satu parameter yang paling sederhana dan sekaligus menjadi akar permasalahan reformasi dan transisi demokrasi di Indonesia adalah korupsi. Karena yang namanya demokrasi dan reformasi selamanya tidak akan pernah bisa bersatu dan berjalan beriringan bersama korupsi. Padahal justru di Indonesia korupsi telah menjadi tradisi karena berawal dari proses massallisasi dan formallisasi. Korupsi telah terlanjur dianggap wajar dan biasa dalam masyarakat. Kalau dulu era Orde Baru korupsinya masih di bawah meja, kemudian era reformasi korupsinya sudah berani di atas meja. Dan lebih hebatnya lagi sekarang ini sekalian mejanya dikorupsi.
Sementara itu dalam perkembangan ekonomi, beberapa ekonom memang mengacungkan jempol kepada Megawati atas kebijakan ekonomi makronya. Karena secara makro telah terjadi stabilitas ekonomi yang cukup mantap. Itu ditandai dengan naiknya PDB (Product Domestic Bruto) pada kisaran 4%, nilai tukar rupiah juga mulai stabil, cadangan devisa yang mencapai 35 Miliar, nilai eksport di atas 5 Miliar, serta inflasi yang hanya 5% pada tahun 2003. Bahkan yang lebih fantastis lagi IHSG BEJ (Indeks Harga Saham Gabungan Bursa Efek Jakarta) berhasil mencetak rekor tutup tahun 2003 dengan kenaikan 62,8% dan memasuki tahun 2004 dengan menyentuh level psikologis 700, bahkan sempat berada pada posisi tertinggi 786. Namun demikian bagaimana dengan nasib kehidupan ekonomi kawulo alit. Secara sederhana kita bisa melihat pada angka pengangguran yang naik cukup signifikan apalagi ditambah PHK besar-besaran di beberapa perusahaan. Kemudian kemarin kita juga melihat terjadi penggusuran paksa PKL (Pedagang Kaki Lima) dan angkringan di Malioboro, dan masyarakat kecil di ibu kota yang tidak punya tempat tinggal untuk sekadar berteduh. Akhirnya beberapa prestasi kebijakan ekonomi makropun terkubur oleh kurang diperhitungkanya nasib wong cilik.
singkat ternyata reformasi dan demokratisasi yang terjadi di Indonesia masih sebatas liberalisasi politik belaka, tanpa diikuti fase demokratisasi yang bermuara pada suatu konsolidasi. Barangkali inilah yang disebut Sorensen[14] dengan frozen democracy, dimana sistem politik demokrasi yang sedang bersemi berubah menjadi layu karena berbagai kendala yang ada. Akibatnya proses perubahan politik tidak menuju pada pembentukan sosial politik yang demokratis, tetapi malah menyimpang atau bahkan berlawanan dengan arah yang dicita-citakan.
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.[15]
Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan.
Selain pemilihan umum legislatif, banyak keputusan atau hasil-hasil penting, misalnya pemilihan presiden suatu negara, diperoleh melalui pemilihan umum. Pemilihan umum tidak wajib atau tidak mesti diikuti oleh seluruh warganegara, namun oleh sebagian warga yang berhak dan secara sukarela mengikuti pemilihan umum. Sebagai tambahan, tidak semua warga negara berhak untuk memilih (mempunyai hak pilih).
Kedaulatan rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin negara tersebut sebagai negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri secara langsung presiden hanyalah sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat. Walapun perannya dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum sering dijuluki pesta demokrasi. Ini adalah akibat cara berpikir lama dari sebagian masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola, bukan sistem pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik apa pun seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek daripada masa hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun negara. Banyak negara demokrasi hanya memberikan hak pilih kepada warga yang telah melewati umur tertentu, misalnya umur 18 tahun, dan yang tak memliki catatan kriminal (misal, narapidana atau bekas narapidana).
Percobaan demokrasi di Indonesia pada masa Kolonial dimulai dari tingkat desa. Ini sangat menarik untuk dicermati karena banyak pengamat yang mengatakan bahwa demokrasi merupakan sistem yang asli di Indonesia, terutama di tingkat desa. Pertanyaannya mengapa ujicoba demokrasi dimulai dari desa?[16]
Jan Breman (1979) mengemukakan bahwa paham yang mengatakan bahwa desa-desa di Jawa yang dikatakan sebagai desa demokratis sesungguhnya konstruksi kolonial. Desa-desa yang dikatakan “asli”, sebelum mendapat sentuhan Kolonial adalah kepanjangan tangan atau bagian dari sistem feudal yang lebih tinggi dalam tatanan masyarakat Jawa.[17] Hal ini sesuai dengan temuan Wasino (2008) yang membuktikan bahwa di wilayah pusat kekuasaan Jawa, Surakarta tidak ada pemilihan kepala desa hingga awal kemerdekaan. Desa-desa di wilayah tersebut merupakan desa-desa yang terlambat menerima pengaruh Kolonialisme.[18]
Menurut Schiecke (1929) desa-desa di Jawa bukanlah sebuah rumah tangga tertutup yang dapat memenuhi kebutuhannya sendiri. Desa-desa itu sesungguhnya bagian dari struktur dualistik dari sistem kerajaan Jawa yang mendasarkan diri pada pembagian wilayah terdiri dari lingkungan keraton dan desa. Kepala desa merupakan penghubung antara petani dengan administrasi kerajaan. Situasi ini berlangsung sejak abad ke-7 hingga abad ke -18. Kepala-kepala desa diangkat berdasarkan keturunan, dan yang masih dianggap setia kepada administrasi kerajaan.
  1. Demokrasi Di China
Pada tahun 1949, dibawah kepemimpinan Partai Komunis China (CPC), rakyat China meraih kemenangan besar dalam Revolusi Demokrasi Baru, mendirikan Republik Rakyat China dan menyadari hak-hak asasi sebagai tuan dari negara. Setelah berdirinya Tiongkok Baru, pemerintah dan rakyat China berjalan melalui berbagai macam kesulitan dan kemunduran guna mengeksplorasi cara untuk mendirikan dan membangun demokrasi sosialis di suatu negara oriental yang besar, yang pada saat itu miskin dan terbelakang.[19]
Demokrasi politik China, mengikuti nilai-nilai universal dan prinsip-prinsip dasar demokrasi, dan memiliki karakteristik China yang berbeda. Pertama, demokrasi China adalah demokrasi rakyat, dimana rakyat adalah tuan rumah dari negara. Esensi dari demokrasi sosialis China adalah bahwa rakyat merupakan tuan rumah negara. Sesuai konstitusi, semua kekuasaan di Republik Rakyat China adalah milik rakyat. Rakyat menjalankan kekuasaan negara melalui Kongres Rakyat Nasional dan Kongres Rakyat Daerah pada berbagai tingkatan organ-organnya. Dengan legislasi unicameral yang dimiliki Kongres Rakyat Nasional, China tidak mengadopsi sistem demokrasi parlemen dengan pemisahan tiga-kamar atau dua-kamar. Kongres Rakyat Nasional adalah organ tertinggi kekuasaan negara. Administrasi, peradilan dan organ-organ yang memiliki kekuasaan negara, seluruhnya dibentuk oleh Kongres Rakyat, mereka bertanggung jawab dan dengan itu melakukan supervisi. Kongres Rakyat menjalankan kekuasaan legislasi, pengawasan, mengangkat dan memberhentikan pejabat, dan membuat keputusan tentang isu-isu utama; organ-organ administratif bertanggung jawab dalam implementasi hukum, resolusi dan mengadopsi keputusan-keputusan Kongres Rakyat, pengadilan dan organ prokurator, sesuai dengan hukum, independensi dan kewenangan pengadilan dan organ prokurator.
Anggota Kongres Rakyat Nasional dan Kongres Rakyat Daerah di berbagai tingkatan diangkat melalui pemilihan umum yang demokratis. Mereka bertanggung jawab kepada rakyat dan utamanya pada tugas pengawasan mereka. Para wakil Kongres Rakyat di tingkat kabupaten dan kecamatan dipilih langsung oleh para pemilih; Wakil Kongres Rakyat di atas tingkat kabupaten dipilih oleh Kongres Rakyat di tingkat yang lebih rendah. Para wakil Kongres Rakyat pada berbagai tingkatan, berasal dari kelompok etnis, industri, strata sosial dan partai yang berbeda. Karena itu mereka adalah representasi dari masyarakat luas. Dalam prakteknya, telah terbukti bahwa sistem kongres rakyat adalah sistem politik fundamental China, untuk memastikan posisi rakyat sebagai tuan rumah negara.
Kedua, demokrasi China adalah untuk menerapkan sistem kerjasama multi-partai dan konsultasi politik dibawah kepemimpinan CPC. Ada delapan partai politik di China, yaitu: Komite Revolusioner Kuomintang Tiongkok, Liga Democratik China, Asosiasi Konstruksi Nasional Demokratis China, Asosiasi China untuk Promosi Demokrasi, Partai Demokratis Petani dan Pekerja China, Partai Zhi Gong China, serta Liga Masyarakat Jiu San dan Pemerintah Otonom Demokratis Taiwan.
Sistem kerjasama multi-partai dan konsultasi politik di bawah pimpinan CPC adalah sistem partai politik dengan karakteristik China yang berbeda-beda, yang didirikan dan dikembangkan selama periode yang panjang kerjasama antara CPC dan delapan partai demokratis dalam menuju revolusi, konstruksi dan reformasi China. Ini berbeda dari sistem kompetisi dua-partai atau multi-partai dan sistem satu partai yang dipraktekkan di beberapa negara. Karakteristik yang mencolok adalah: kerjasama multi-partai di bawah kepemimpinan CPC, kekuasaan dipegang CPC dan partai-partai demokratis berpartisipasi penuh dalam urusan negara. Delapan partai demokratis adalah teman dekat CPC.
Mereka bersatu dan bekerjasama didalam berpartisipasi mengenai urusan negara, bukan menjadi partai oposisi. CPC mengambil peran utama dalam prinsip politik negara itu, orientasi politik, serta program dan kebijakan utama. Partai-partai demokratis berpartisipasi dalam menjalankan kekuasaan negara, konsultasi dalam kebijakan fundamental negara dan pilihan pemimpin negara, administrasi negara, serta perumusan dan pelaksanaan kebijakan negara, hukum dan regulasi. Mereka juga melakukan pengawasan demokratis atas pekerjaan partai yang berkuasa dan organ-organ negara melalui saluran dan sarana diversifikasi. Sebagai sistem politik dasar dengan demokrasi rakyat, sistem kerjasama multi-partai dan konsultasi politik di bawah kepemimpinan CPC, maka tidak ada pertentangan atau kompetisi seperti di negara-negara Barat, melainkan kolaborasi dan konsultatif. Hal ini dapat mencapai partisipasi politik yang luas dari partai-partai demokratis, organisasi massa dan masyarakat dari semua lapisan kehidupan, dan mempromosikan pengambilan keputusan secara ilmiah dan demokratis dari partai dan pemerintah yang berkuasa di semua tingkatan. Selain itu dapat menghindari masalah pengawasan yang umum terjadi pada sistem satu partai, kekacauan politik, kurangnya stabilitas dan persatuan yang mungkin disebabkan oleh pertentangan dan perselisihan diantara beberapa partai.
Ketiga, demokrasi China didasarkan pada kesetaraan, persatuan dan saling membantu di antara semua kelompok etnis China. China adalah negara multi-etnis yang bersatu. Selain etnis Han, ada 55 kelompok etnis minoritas. Dalam rangka untuk menjamin hak-hak yang setara antara semua kelompok etnis dan kepentingan khusus etnis minoritas, China mempraktekan sistem otonomi daerah etnis dimana rakyat dari etnis minoritas tinggal di satu komunitas. Di sini organ-organ pemerintah dibentuk untuk melaksanakan aturan otonomi. Saat ini China memiliki 155 daerah otonomi etnis, termasuk lima daerah otonom, 30 otonom administrasi dan 120 otonom kabupaten. Selain itu, ada 1.173 kota di mana etnis minoritas tinggal dalam satu komunitas. Menurut hukum, etnis minoritas tidak hanya menikmati hak yang sama untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan urusan negara, tetapi juga memiliki hak eksklusif untuk mengatur urusan lokal kelompok etnis mereka dan urusan lainnya dalam wilayah administratif masing-masing. Daerah otonom etnis memiliki kekuatan untuk merumuskan regulasi otonomi yang terpisah berdasarkan karakteristik politik, ekonomi dan budaya local kelompok etnis tersebut. Dimana ketentuan tertentu dari hukum dan regulasi administrasi terkait, adaptasinya dapat dibuat dalam regulasi otonom dan terpisah. Mereka juga memiliki kekuatan untuk secara mandiri mengatur, mengelola dan mengembangkan usaha ekonomi, sosial dan budaya lokal. Kepala daerah otonom etnis tersebut akan menjadi warga kelompok etnis otonomi daerah di wilayah yang bersangkutan. Negara menyediakan dukungan khusus dalam hal kebijakan, modal, dan personil, mempercepat pembangunan ekonomi, sosial dan budaya di daerah etnis minoritas, dan memastikan semua kelompok etnis memiliki kebebasan untuk menggunakan dan mengembangkan bahasa mereka sendiri baik lisan maupun tertulis, kebebasan untuk melestarikan atau merubah budaya dan adat istiadat mereka sendiri, dan menikmati kebebasan keyakinan agama. Dalam prakteknya, telah terbukti bahwa sistem otonomi daerah etnis adalah sistem yang signifikan untuk menjamin bahwa semua kelompok etnis bekerja bersama untuk pengembangan dan kemakmuran bersama.
Keempat, demokrasi China adalah untuk mempraktekkan self-governance secara luas pada tingkat akar rumput. Sistem demokratis self-governance adalah cara yang paling efektif dan banyak digunakan agar rakyat dapat secara langsung melaksanakan hak demokratis mereka dan menyadari posisi mereka sebagai tuan rumah bagi negaranya sendiri. China kini telah membangun sistem demokrasi self-governance akar rumput, utamanya mencakup komite masyarakat desa, komite lingkungan perkotaan dan konferensi pekerja dan staf dalam organisasi bisnis. Didalam organisasi massa akar rumput  self-governance di daerah perkotaan dan pedesaan, rakyat China secara langsung melaksanakan hak-hak hukum mereka berupa pemilu, pengambilan keputusan, manajemen dan pengawasan yang demokratis, sehingga mereka dapat mengelola urusan publik dan kesejahteraan mereka sendiri melalui komunitas dan organisasi akar rumput mereka. Ini adalah pencapaian yang besar selama pengembangan demokrasi politik China. Secara khusus, ini menjadikan praktek demokrasi secara langsung banyak digunakan secara luas didalam China kontemporer untuk kesuksesan penerapan self-governance masyarakat desa di daerah pedesaan dengan total populasi lebih dari 800 juta. Hal ini membangkitkan antusiasme yang tinggi masyarakat yang tinggal di pedesaan, meningkatkan kreativitas dan rasa tanggung jawab mereka.
Kelima, demokrasi China adalah untuk menerapkan aturan hukum. Ini adalah prinsip yang penting untuk bangunan demokrasi politik China guna mengintegrasikan status rakyat sebagai tuan rumah negara dan aturan hukum. Sejak reformasi dan membuka diri, China berpegang pada strategi dasar pemerintahan negara berdasarkan hukum, dan secara aktif mempromosikan pembangunan negara sosialis di bawah aturan hukum, memperbaiki sistem hukum secara kontinu untuk menjamin hak-hak demokratis rakyat, dan melakukan upaya yang besar untuk membawa semua pekerjaan negara di bawah kekuasaan hukum. Melalui upaya mendorong pelembagaan, standardisasi dan proseduralisasi demokrasi politik, China telah melangkah maju di jalan demokrasi dan supremasi hukum, serta membuka sebuah dunia baru dalam pengembangan peradaban politik manusia. Sekarang, undang-undang sistem sosialis dengan karakteristik China telah didirikan, dengan supremasi konstitusi, undang-undang, regulasi regional dan regulasi administratif di berbagai tingkatan sebagai komponen utama. Hukum untuk dipatuhi, tidak hanya dalam menjalankan urusan negara dan kehidupan sosial, tetapi juga dalam legislasi, peradilan, serta aktivitas pemerintahan dan administrasi. Oleh karena itu sistem demokrasi rakyat berada di bawah perlindungan hukum yang dapat diandalkan.
Keenam, demokrasi China adalah menempatkan rakyat sebagai yang pertama, menghormati dan melindungi HAM. Menghormati dan melindungi HAM adalah isi dan tujuan penting demokrasi politik China. Sejak reformasi dan membuka diri, pemerintah China telah merengkuh penghormatan dan perlindungan HAM sebagai salah satu prinsip utama dalam pengelolaan negara, diterapkan ke berbagai bidang, ekonomi, politik, budaya dan konstruksi sosial, serta secara kontinu mempromosikan pengembangan perlindungan dan modernisasi HAM. Khususnya, selama abad baru ini, prinsip penghormatan dan perlindungan HAM telah diabadikan dalam Konstitusi China dan Konstitusi Partai Komunis China.
Beberapa faksi elit politik, yang menginginkan adanya reformasi, bersedia memfasilitasi transisi demokrasi. Namun jika para kapitalis ikut ambil bagian dalam proses tersebut maka keikutsertaan mereka tersebut akan memotivasi pemerintah dalam rezim yang berkuasa untuk meminimalisir pengeluaran dan mengancam dengan dalih kehilangan kepercayaan diri untuk melindungi kepentingan material mereka. Para pengusaha akan ikut berbaur jika mereka merasa institusi yang demokratis melindungi kepentingan mereka. Hal ini akan menimbulkan sebuah dilema, karena jika kapitalis tidak dilarang dan kepentingan para pengusaha tidak terancam, maka para elit politik akan sulit untuk mendorong adanya perubahan demokrasi. Dengan kata lain, dalam pendekatan ini, pengusaha mempunyai peranan penting dalam perubahan demokratisasi di China.[20]
Menurut Weberian, prekondisi terhadap terhadap kapitalis koheren dapat memunculkan aksi kolektif yang dapat membentuk suatu “keadaan” untuk terbentuknya demokrasi. Revolusi borjuis yang diobservasi Moore (1966) di Inggris, AS dan Perancis menunjukkan jalur kausal ini, dimana borjuis, yang berarti pedagang swasta, beraksi secara kolektif dalam rangka mempertahankan kepentingan material di tiap negara masing-masing. Apakah pengusaha swasta di Cina akan bermobilisasi dan meminta demokrasi untuk mempertahankan kepentingan kelas mereka? Analisis empiris menerangkan bahwa pembentukan kelas tidak terjadi diantara kapitalis Cina karena mereka memiliki identitas sosial yang berbeda, bergantung pada jaringan dan sumber yang berbeda, dan tidak memiliki jenis keluhan yang sama untuk melawan negara.

Perbandingan Pelaksanaan Sistem Pemerintahan di Indonesia dan di Cina

No.
Penyelenggaraan Pemerintahan
Negara
Indonesia
Cina
1.
Sistem Pemerintahan
sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia tidak menganut sistem pemisahan kekuasaan atau separation of power (Trias Politica), dan menganut sistem pembagian kekuasaan (distribution of power)
Sistem pemerintahan Cina adalah sistem komunis.
2.
Pokok-pokok Sistem Pemerintahan
a.    Bentuk negara kesatuan dengan prinsip otonomi yang luas.
b.    Bentuk pemerintahan adalah republik, sedangkan sistem pemerintahan adalah presidensial.
c.       Kepala negara dan kepala pemerintahan  adalah presiden.
d.      Presiden dan wakilnya dipilih dan diangkat oleh MPR untuk masa jabatan 5 tahun. Namun pada pemilu tahun 2004, Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat dalam satu paket untuk masa jabatan 2004–2009.
e.       Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya, yaitu pengadilan tinggi dan pengadilan negeri serta sebuah Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial.
a.  Bentuk negara adalah kesatuan
b.  Bentuk pemerintahan adalah republik dengan sistem demokrasi komunis
c.  Kepala negara adalah presiden, sedangkan kepala pemerintahan adalah perdana menteri.
d. Presiden dipilih oleh Kongres Rakyat Nasional untuk masa jabatan 5 tahun (biasanya merangkap sebagai Ketua Partai). Sedangkan untuk jabatan Perdana menteri (Sekretaris Jenderal Partai) diusulkan oleh presiden dengan persetujuan Kongres Rakyat Nasional
e.  Kekuasaan yudikatif (Badan kehakiman) terdiri atas Supreme Peoples Court, Local Peoples Courts dan Special Peoples Courts. dijalankan secara bertingkat kaku oleh Pengadilan Rakyat di bawah pimpinan Mahkamah Agung Cina




E. PENUTUP
1.    SIMPULAN
Demokrasi diartikan sebagai pemerintahan atau kekuasaan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Istilah demokrasi ini memberikan posisi penting bagi rakyat sebab dengan demokrasi, hak-hak rakyat untuk menentukan sendiri jalannya organisasi Negara dijamin.[21] Penerapan demokrasi di berbagai Negara di dunia memiliki ciri khas dan spesifikasi masing-masing, lazimnya sangat dipengaruhi oleh ciri khas masyarakat sebagai rakyat dalam suatu negara. Indonesia sendiri menganut demokrasi pancasila di mana demokrasi itu dijiwai dan diintegrasikan oleh nilai-nilai luhur Pancasila sehingga tidak dapat diselewengkan begitu saja.
Implementasi demokrasi pancasila di Indonesia terlihat pada pesta demokrasi yang diselenggarakan tiap lima tahun sekali. Dengan diadakannya Pemilihan Umum baik legislatif maupun presiden dan wakil presiden terutama di era reformasi ini, aspirasi rakyat dan hak-hak politik rakyat dapat disalurkan secara langsung dan benar serta kedaulatan rakyat yang selama ini hanya ada dalam angan-angan akhirnya dapat terwujud.
China merupakan negara komunis yang berusaha menyelipkan esensi demokrasi melalui demokratisasi dalam hal ekonomi, meskipun hal tersebut tak terlalu cukup tampak apabila dilihat dari lapisan enterpreneur yang sebagian besar terdiri dari rakyat kecil. Enterpreneur mendapatkan akses ke negara dalam hal sosial, politik, dan ekonomi. Tipologi hipotesis menunjukkan batas-batas formasi kelas di antara para wiraswastawan. Para wiraswasta harus memiliki kemampuan (ability) untuk merusak rezim otoritarian dan mendorong kearah alternatif demokrasi demi pengembangan sektor swasta, serta keinginan (desire) untuk mengkonfrontasikan negara. Wiraswasta dapat membuka perusahaan di beberapa negara melalui usaha individu maupun organisasi. Sementara itu, maksud dari keinginan untuk mengkonfrontasikan negara adalah kesediaan wiraswasta untuk mempertahankan kepentingannya dengan tegas. Oleh karena itu, para enterpreneur China diharapkan dapat memasuki kategori assertive untuk mengimbangi implementasi demokratisasi, khususnya dalam bidang ekonomi di China yang menerapkan sistem komunisme. [22]
China menjadi yang pertama di antara kekuatan-kekuatan dunia yang menyebar-luaskan, dan menerapkan rencana nasional tentang perlindungan HAM, dalam National Human Rights Action Plan of China (2009-2010) untuk mempromosikan pengembangan segala hal yang berkaitan dengan HAM. Sekarang, China tengah menyusun rencana aksi nasional baru HAM untuk periode 2012-2015, sebagai program kedua. Selama lebih dari 30 tahun, negara-negara berpenduduk miskin telah mengurangi lebih dari 200 juta penduduk miskin. Standar hidup keseluruhan penduduk China dapat diselesaikan dalam dua lompatan sejarah, dari kemiskinan yang subsisten, dan kemudian menjadi kaya. Dengan rata-rata harapan hidup sampai 73 tahun, seluruh rakyat China telah mendapatkan martabat dan kebebasan yang lebih besar untuk menentukan hidup mereka dengan cara mereka sendiri.
Pada intinya demokrasi adalah persamaan hak dan kedudukan dari setiap warga negara di dalam sebuah negara yang demokratis. Demokrasi harus ditegakkan dalam berbagai bidang, yakni demokrasi politik, demokrasi ekonomi, demokrasi hukum dan demokrasi pjendidikan. Sedang inti demokrasi itu sendiri adalah keadilan. [23] Demokrasi yang sesungguhnya adalah demokrasi tanpa embel-embel dibelakangnya, karena tiga macam demokrasi yang diterapkan di indonesia ternyata gagal.

2.    SARAN
Demokrasi hendaknya dilaksanakan secara integral, universal dan komprehensif dan diciptakan melalui tegaknya keadilan politik, keadilan ekonomi, keadilan sosial dan keadilan hukum sesuai dengan karakteristik sosio cultural tiap Negara.


DAFTAR PUSTAKA

Breman, Jan, 1979, “Desa Jawa dan Negara Kolonial”, Cakrawala, no. 11, th XI, Salatiga: LPIS, UKSW.

Wasino, 2008, Kapitalisme Bumiputra: Perubahan Masyarakat Mangkunegaran, Yogyakarta: LkiS.

Wasino, 2007, Bahan Ajar Sejarah Kebangsaan, Semarang: AKPOL

Wasino, Demokrasi, Dulu, Kini, Dan Esok Disampaikan dalam Diskusi Sejarah “Wajah Demokrasi Indonesia” diselenggarakan oleh Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta, Departmen Kebudayaan dan Pariwisata, di Gedung LPMP, Semarang, tanggal 30-31 Maret 2009. Wasino,Guru Besar Sejarah, Universitas Negeri Semarang.

Samuel Huntington , Gelombang Demokratisasi Ketiga, Pustaka Grafiti Press:1997, hal.45.

Eep Syaefullah Fatah , Zaman Kesempatan; Agenda-agenda Besar Demokratisasi Pasca Orde Baru, Mizan, 2000, hal. xxxviii-xli.

Sorensen ,Demokrasi dan Demokratisasi: Proses dan Prospek dalam Sebuah Dunia yang sedang Berubah. Pustaka Pelajar dan CCSS, 2003.









[2] Ibid., hlm. 2.
[3] Demokrasi http://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi>
[4] Demokrasi http://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi>
[8] Ibid., hlm. 5.
[9] Ibid., hlm. 3.
[12]  Samuel Huntington, Gelombang Demokratisasi Ketiga, Pustaka Grafiti Press:1997, hal.45.
[13] Eep Syaefullah Fatah, Zaman Kesempatan; Agenda-agenda Besar Demokratisasi Pasca Orde Baru, Mizan, 2000, hal. xxxviii-xli.
[14] Sorensen, Demokrasi dan Demokratisasi: Proses dan Prospek dalam Sebuah Dunia yang sedang Berubah. Pustaka Pelajar dan CCSS, 2003,
[15] Demokrasi, ... Ibid., hlmn, 2.
[16] Wasino, Demokrasi, Dulu, Kini, Dan Esok Disampaikan dalam Diskusi Sejarah “Wajah Demokrasi Indonesia” diselenggarakan oleh Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta, Departmen Kebudayaan dan Pariwisata, di Gedung LPMP, Semarang, tanggal 30-31 Maret 2009.
[17] Breman, Jan, 1979, “Desa Jawa dan Negara Kolonial”, Cakrawala, no. 11, th XI, Salatiga: LPIS, UKSW.
[18] Wasino, 2007, Bahan Ajar Sejarah Kebangsaan, Semarang: AKPOL