Rabu, 02 Juni 2010

pengawasan dan desentralisasi pemerintah desa

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 20 TAHUN 2001
TENTANG
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN
PEMERINTAHAN DAERAH
....................


Desentralisasi dan
Demokrasi Desa1
Sutoro Eko2
Membangun kembali negara Indonesia
harus dimulai dari bawah, yaitu mulai
dari membuat desa terkondisi.
(Kasdiyono, Ketua Forum BPD
Kabupaten Kulonprogo)

Berbicara tentang pembaharuan desa bukan berarti menghukum desa sebagai terdakwa utama, melainkan membawa desa pada posisi yang sebenarnya ke dalam konteks desentralisasi dan demokrasi lokal. Desentralisasi adalah bingkai pembaharuan untuk pola hubungan antara desa dengan pemerintah supradesa (negara), yang kemudian bakal melahirkan kembali otonomi desa. Demokrasi lokal adalah bingkai pembaharuan terhadap tata pemerintahan desa atau hubungan antara pemerintah desa, parlemen desa (Badan Perwakilan Desa, BPD) dan elemen-elemen masyarakat desa yang lebih luas. Saya hendak mengedepankan argumen bahwa desa harus “dibela” desentralisasi dan sekaligus harus “dilawan” dengan demokrasi......................

beasiswa pendidikan

Tanjungpinang, Mei 2010
Perihal : MOHON BANTUAN PENDIDIKAN.

Kepada yth.
…………………………………………
…………………………………………
Di
TEMPAT

Dengan hormat,
Saya yang bertandatangan dibawah ini :
Nama : ..............
Tempat/tgl.Lahir: .......................
Alamat : ........................
Agama / No.Hp : ....................
Jenis kelamin : Laki-Laki
Status : Mahasiswa FISIPOL UMRAH Kepri

Dengan ini saya Mohon Bantuan Beasiswa kepada Pemerintah Kabupaten Karimun. Hal ini mengingat bahwa untuk mengurangi beban biaya perkuliahan dan saat ini sedang dalam proses menyelesaikan pendidikan untuk mendapat gelar kesarjanaan sosial (S-1 / S.Sos) di FISIPOL UMRAH Kepri. Besar harapan saya permohonan ini terealisasi dan dapat dipergunakan untuk mengurangi beban biaya perkuliahan. (perincian kebutuhan anggaran terlampir).
Demikian disampaikan, atas perhatian dan dukungan moril/materilnya saya ucapkan terimakasih.

Hormat saya,
Yang mengajukan permohonan

JONI SANDRA


1.DASAR BERPIKIR
Pada dasarnya proses pendidikan sebuah bangsa terletak pada proses berpikir masyarakat bangsanya yang visioner dan progressif. Salah satu perjuangan yang senantiasa harus di ingat oleh bangsa ini adalah perjuangan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan kecerdasan itulah, kita akan sanggup mengisi kemerdekaan, dengan melakukan pembangunan di semua bidang kehidupan. Tujuan akhir yang ingin di capai mencapai masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. Untuk itu dibutuhkan peran serta masyarakat dalam mengembangkan proses pembelajaran pendidikan.
Pendidikan merupakan sebuah proses dimana generasi muda di persiapkan memasuki masa depan. Di masa lalu, pendidikan bermakna mempersiapkan “masa depan yang ketahui oleh generasi yang lebih tua”, sehingga pendidikan lebih berisikan sosialisasi nilai-nilai yang ada. Pendidikan menjadi semacam “pengalihan tongkat estafet” semata. Di zaman ini masa depan adalah terra incognita, dataran yang tidak kita kenali lagi seperti dulu. Ketidapastian menjadi nama dari zaman yang akan di masuki generasi penerus sekaligus pelurus arah bagsa.
Untuk itu ditegaskan bagi decision makers disini harus meletakkan political commitment kepada pendidikan dengan pemahaman bahwa pembangunan daerah dilakukan dalam konteks berpikir sistemik, dimana pendidikan dijadikan pondasi berpikir. Dan kerangka makronya adalah membangun budaya pembelajaran didalam masyarakat daerah agar mampu berkompetisi dan unggul. Sekian.

2.LEMBAR PERSYARATAN BANTUAN
NO TERLAMPIR
1. fotocopy KTP / KK / KTM
2. Copiyan SKRIPSI
3. Surat keterangan aktif kuliah
4. Fotocopy bukti pembayaran SPP
5. Fotocopy KHS legalisir
6. Surat keterangan tidak mampu dari Lurah

3. PERINCIAN KEBUTUHAN ANGGARAN MENYELESAIKAN STUDY SARJANA SOSIAL (S-1) di STISIPOL Raja Haji Tanjungpinang

NO KEBUTUHAN JUMLAH
1 Hutang biaya Kuliah (SPP) 4 semster @ Rp 900.000.- Rp 3.600.000,-
2 Biaya seminar dan skripsi Rp 1.500.000,-
4 Pembelian 10 buku fokus Penelitian 2 Rp 50.000,- Rp 500.000,-
5 Biaya wisuda Rp 1.400.000.-
TOTAL KEBUTUHAN Rp 7.000.000,-

TERBILANG : TUJUH JUTA RUPIAH
Hormat saya,
Yang mengajukan permohonan

JONI SANDRA

memaknai 100 hari kerja

NOTULEN LAPORAN
DISKUSI “SERATUS HARI PEMERINTAHAN BARU”
2 November 2004, KBRI Den Haag
Oleh : Aditya Prabawa
Diskusi ini diangkat dari makalah Eep Saefulloh Fatah yang berjudul Seratus Hari Pemerintahan Baru :
Makna, Arti Penting, dan Agenda Kerja , dan dari makalah yang berjudul Sepuluh Pekerjaan Rumah Politik
Presiden Baru.
Bagian Pertama
Penyampaian makalah oleh Eep Saefulloh
Setiap pemilu selalu diikuti oleh rehabilitasi harapan, adanya peningkatan ekspektasi
terhadap Presiden baru. Bahkan kadang-kadang harapan tersebut ada yang tidak
proporsional. Pemilu dianggap sebagai obat mujarab perbaikan bangsa. 5 tahun telah
lewat dari pemilu 1999, dan harapan tidak tercapai. Pemilu 2004, pemilihan umum
langsung pertama, kembali menimbulkan harapan baru dengan terpilihnya Susilo
Bambang Yudhoyono(SBY) dan Muhammad Yusuf Kalla.
Sebenarnya dengan berakhirnya pemilu, pekerjaan baru saja dimulai. Pemilu
merupakan salah satu proses dari pembentukan kekuasaan. Semakin demokratis pemilu
semakin berkualitas proses pembentukan kekuasaan, dan semakin berkualitas pemilih
semakin berkualitas pembentukan kekuasaan. Pembentukan kekuasaan hanya merupakan
bagian dari 3 kehidupan politik. 2 kehidupan lainnya, yaitu penggunaan kekuasaan dan
pengawasan adalah yang lebih penting. Kita memulai tugas sebagai pemilih, kemudian
mengemban tugas warganegara yaitu terlibat dalam penggunaan dan pengawasan
kekuasaan.
Dari diskusi dengan mahasiswa2 sebelumnya, Eep menangkap kesalahan ide bahwa
evaluasi Pemerintah bisa dilakukan dalam 100 hari. Para mahasiswa tersebut berkata
“mari kita tunggu 100 hari, kemudian kita menentukan apakah Pemerintahan ini layak
untuk dijatuhkan atau tidak”. Menurut Eep, di negara manapun tidak pernah ada
Pemerintah yang bisa bekerja efektif dalam 100 hari, apalagi di Indonesia yang memiliki
warisan masalah multidimensional. Jadi 100 hari bukan waktu untuk evaluasi perlu atau
tidaknya menjatuhkan Pemerintah, bukan mengukur berhasil tidaknya pemberantasan
KKN, apalagi kasus2 yang besar.
Makna 100 hari :
Makna 1, yaitu 100 hari adalah proses penuntasan pembentukan kekuasaan.
Pembentukan kekuasaan seperti pembentukan kabinet, melengkapi lembaga
kepresidenan, dan setiap kementerian diberi kesempatan untuk merestrukturisasi
organisasinya.
Dalam hal pembentukan kabinet; terjadi diskusi mengenai kabinet kerja dan kabinet
gotong royong. Bisa dikatakan sebagai kabinet ahli atau kabinet keterwakilan partai yang
menjadi prioritas. SBY pernah berkata bahwa ia akan membentuk kabinet yang benar2
benar ahli. Tapi kemudian, Eep mendapat kesan bahwa SBY tidak bisa memenuhi
janjinya dengan baik mengenai keterwakilan partai dan keahlian di dalam kabinetnya.
Dalam hal keterwakilan, Partai Demokrat merasa kecewa karena jabatan menteri hanya 1
yang mereka peroleh. Bahkan akan lahir buku oto kritik terhadap SBY dari kalangan
Partai Demokrat sendiri. PKBpun merasa kecewa. Dalam hal keahlian, menteri
pendidikan yang baru tidak punya background pendidikan.
Menurut Eep, keterwakilan dan keahlian sebetulnya bukanlah tujuan. Yang paling
penting adalah kompetensi. Jadi misalkan banyak ahli duduk di dalam kabinet, tetapi
mereka tidak bisa mencapai tujuan yang besar karena tidak adanya platform yang sama
diantara mereka. Jadi, keterwakilan dan keahlian adalah energi potensial, dan ketika
diubah menjadi energi kinetik, maka bentuknya adalah kompetensi. Masih perlu ditunggu
apakah kabinet SBY tidak kompeten.
Makna 2; 100 hari adalah waktu bagi Pemerintah untuk menegaskan komitmennya
dalam bentuk program kerja, prioritas, strategi, dan taktik. 100 hari berarti komitmen
yang diucapkan selama kampanye, diimplementasikan dalam bentuk yang lebih terinci
dan terukur. Dengan ini maka masyarakat tahu ke arah mana Pemerintah ini akan dibawa.
Makna 3; 100 hari adalah memberi sinyal yang jelas dalam bidang politik dan
ekonomi tentang arah dan kemungkinan keberhasilan. Dalam 100 hari ini, kita bisa
mengetahui strategi ekonomi, apakah Pemerintah memilih pro-efficiency policy atau
memilih security oriented policy. Pro-efficiency policy mendukung pasar internasional
dan globalisasi, sedangkan security oriented policy mendukung ekonomi kerakyatan,
pasar domestik, dan proteksionis.
Dari 3 makna diatas dapat disimpulkan bahwa 100 hari tidak cukup untuk menyimpulkan
bahwa Pemerintahan ini layak dijatuhkan atau tidak.
Dari 3 makna diatas maka kita hanya dapat menguji :
1. Personalia kabinet; apakah mereka ahli, mewakili partai dengan baik, dan
kompeten.
2. Program kerja; seperti apakah ada upaya pemberantasan korupsi, apakah ada
strategi untuk reformasi tentara
3. Kemudian kita baru tau seberapa kompeten kabinet ini menyelesaikan programprogram
awal mereka. Dalam hal korupsi, jika tidak ada sinyal dalam 100 hari
mengenai pemberantasan korupsi, maka jangan harap akan ada pemberantasan
korupsi di kedepannya.
Dalam hal pemberantasan korupsi, personalia sangat penting karena mereka
menempati pos-pos penting pemberantasan korupsi, yaitu Jaksa Agung, Menteri
Kehakiman, Menteri Sekretaris Negara. Kepala Kepolisian, di luar Presiden dan Wapres.
Jadi aktor sangat penting dalam upaya pemberantasan korupsi. Contoh, Cory Aquino
pada awal pemerintahannya ditentang banyak pihak karena menggunakan orang2 yg
tidak berpengalaman di pos2 penting pemberantasan korupsi tsb. Tapi dalam 5 tahun
3
kemudian terbukti bahwa pilihannya tepat, karena orang2 yang tidak berpengalaman di
posisi2 tersebut bukan merupakan bagian dari benang kusut korupsi, sehingga efektif.
Perlu adanya pilot project pada tiap departemen di pemerintahan SBY. Kemudian apakah
SBY merupakan pemimpin yang kuat atau tidak, itu akan diuji dalam reformasi tentara.
Kemudian menurut Eep, perlu adanya aturan2; salah satunya aturan untuk mendesak
Presiden memenuhi janjinya untuk memecat menterinya jika terindikasi korupsi. Kepres
dari SBY perlu ditunggu. Setelah itu perlu ada lembaga, dan kita punya KPK. Dengan
adanya aktor, aturan, dan lembaga maka akan muncul mekanisme. Korea dibawah Kim
Dae-jung berhasil membangun mekanisme tersebut hanya dalam tempo 3 tahun. Setelah
muncul mekanisme, dengan adanya pengawasan dari publik, maka terbentuklah sistem.
Bagian Kedua
Sesi Tanya Jawab/Diskusi
Menurut Eep, Kepres SBY mengenai pemberantasan korupsi perlu ditunggu.
Peserta diskusi: mempertanyakan efektifitas Kepres dalam pemberantasan korupsi
dengan argumen bahwa Kepres itu sifatnya temporer; ganti presiden maka ganti Kepres.
Eep beragumen:
Bahwa Presiden tanpa menunggu apapun dapat melakukan sesuatu dalam hal
pemberantasan korupsi. Secara teoritis, ahli2 transisi dan konsolidasi
demokrasi(transitologist dan considologist) mengatakan bahwa Presiden bisa mengambil
inisiatif yang kadang-kadang melanggar aturan untuk memfasilitasi lahirnya aturan2 baru
yang lebih demokratis. Inisiatif ini disebut juga initiative transitional. Mandela pada saat
menjadi presiden, jika dia harus taat pada aturan2, maka dia tidak bisa melakukan banyak
karena aturan2 tersebut adalah warisan masa lalu. Cory Aquino juga terbentur hal yang
sama, tapi dia kemudian membentuk tim yang menghasilkan konstitusi baru.
Initiative transitional ini kurang dibahas di Indonesia. Presiden-presiden Indonesia,
selain kepemimpinannya kurang kuat, juga kurang memainkan initiative transitional.
SBY terpaku pada hukum yang ada di Indonesia, meski ada kritikan2 terhadap calon2
menterinya yang bermasalah. SBY pernah berkata, “kita hanya bisa mengatakan orang itu
bermasalah jika hukum mengatakan orang tsb bermasalah”. Berarti Akbar Tanjungpun
layak jadi menteri, meskipun dia telah mengembalikan uang 40 milyar yang
membuktikan korupsi telah terjadi. Jadi SBY bisa melahirkan Kepres atau PP yang
sifatnya temporer untuk memfasilitasi terbentuknya aturan2 baru yang kuat dan
permanen, tanpa harus menunggu DPR dan MPR.
SBY pernah berjanji akan melakukan shock therapy. Perlu ditunggu apakah ada 1
kasus korupsi yang dibawa ke pengadilan, dan waktu 100 hari itu cukup untuk
melakukannya.
4
Peserta diskusi: mempertanyakan teori penggunaan 100 hari dalam menguji suatu
pemerintahan apakah memberi harapan atau tidak
Eep mengatakan: bahwa tidak ada landasan teori tertentu mengenai penggunaan 100
hari. Para institutionalist berpendapat bahwa 1/4 dari 1 tahun masa pemerintahan
dianggap cukup untuk menilai pemerintahan apakah memberi harapan atau tidak.
Peserta diskusi: menanyakan kans reformasi UU oleh DPR
Eep mengatakan: agak pesimis kalo DPR akan mereformasi UU politik. Salah satu UU
yang perlu diperbaiki adalah UU pemilu legislatif. Bupati dan kepala desa dipilih
langsung, tapi kok anggota legislatif dipilih berdasarkan nomor urut. Dengan kondisi
seperti ini, maka yang harus dilakukan oleh kita adalah melipat gandakan desakan ke
DPR untuk melakukan reformasi UU.
Peserta diskusi: menanyakan apakah kita bisa lepas dari IMF
Eep mengatakan: dari semua menteri di jajaran kabinet SBY; Aburizal Bakrie, Sri
Mulyani, Marie Pangestu, Sugiarto, dan Yusuf Anwar, tidak ada satupun yang
mempermasalahkan IMF. Jadi jika dilihat dari personalianya, tidak ada kecenderungan
pada pemerintahan sekarang untuk kritis terhadap IMF.
Kita dapat mengupayakan agar masalah IMF masuk dalam pembahasan, mekanismenya
dengan kaukus-kaukus. Kaukus2 berbicara di berbagai forum kemudian menjadi
masukan bagi pemerintah. Draft UU TNI banyak berasal dari masukan kaukus. Mengenai
masalah IMF, Bappenas cocok untuk dilobby karena membuat kerangka pembangunan
menengah dan panjang (fungsi yang berubah sejak adanya pemilihan langsung)
Peserta diskusi: menanyakan berapa lama waktu menunggu untuk menyatakan
Pemerintah gagal
Eep berpendapat: bahwa waktu satu tahun cukup, selama 3 bulan Pemerintah
mempersipkan fondasi, dan 9 bulan menjalankan. Dapat dilihat apa yang bisa dilakukan
SBY terhadap reformasi tentara misalnya. Bagaimana upayanya melakukan pen-sipil-an
lembaga intelijen dan Departemen Pertahanan. Sekarang ini remiliterisasi lembaga
intelijen yang malahan yang terjadi.
Pilot project yang bisa dilakukan oleh SBY salah satunya mereformasi Sekretariat
Negara. Selama ini Sekretariat negara sumber penyelewengan dana negara. Eep bercerita,
bahwa selama dia menjabat anggota MPR, dia pernah ditawari oleh Sekretariat Negara
uang kehormatan untuk 5 tahun yang dibayar di muka.
Peserta diskusi : apakah adil semua evaluasi 100 hari dilimpahkan hanya pada
Pemerintah
Eep menjawab : bahwa DPR memang perlu dievaluasi juga, dan Indonesia sekarang
punya parlemen watch dan lembaga lainnya. Pemerintah yang punya platform dan DPR
5
yang punya platform akan mudah diawasi. Permasalahannya kemudian adalah dalam
Koalisi Kerakyatan dan Koalisi Kebangsaan, seringkali kita tidak menemukan platform
kecuali untuk mendukung Megawati dan kemudian menjegal SBY habis-habisan. Dalam
pendidikan dalam masalah hutang luar negeri. Platform untuk masalah2 tersebut tidak
ada.
Peserta diskusi : menanyakan apa peran aktif mahasiswa yang dapat dikontribusikan ke
dalam 100 hari pemerintahan SBY
Eep mengatakan : bahwa di kalangan mahasiswa harus ada kerelaan bahwa politik
ditentukan oleh kebijakan, dan kebijakan diputuskan oleh mereka yang di lembaga
formal. Sehingga strategi yang penting dilakukan oleh mahasiswa adalah
menyambungkan aspirasi yang terus dipelihara dengan kebijakan yang selalu dikeluarkan
oleh Pemerintah. Jika aspirasi itu tidak tersambung, maka mahasiswa semakin lama akan
menjadi “pemandu sorak” dalam proses transisinya. Seperti halnya dalam pertandingan
basket, pemandu sorak menyemarakkan pertandingan tapi tidak pernah menentukan score
akhir. Jadi alternatif yang dapat dilakukan untuk menyambung aspirasi mahasiswa adalah
dengan kaukus-kaukus, selain menggalang gerakan-gerakan di jalan.
Peserta diskusi : menyatakan bahwa tidak mungkin mengharapkan Pemerintah untuk
menyelesaikan seluruh permasalahan rakyat Indonesia, yang harus menyelesaikannya
adalah rakyat Indonesia
Eep mengatakan : presiden yang sukses bukanlah presiden yang membuat rakyat
bertumpu padanya dalam banyak hal. Presiden yang sukses adalah presiden yang mampu
memfasilitasi terbentuknya cara berpikir baru di Indonesia, bahwa rakyat merasa bahwa
masa depannya ada di tangannya.
Salah satu perkembangan yang menggembirakan dari pemilu 2004 adalah perkembangan
pada pemilih, dimana pemilih tidak bisa lagi dimobilisasi oleh partai politik dan elit-elit
partai. Terjadinya pergeseran dari supporter menjadi voter.
-Sekian laporan dari saya, Aditya Prabawa. Semoga laporan ini menjadi bahan diskusi
di Groningen dan mendorong semakin banyaknya diskusi-diskusi serupa di kemudian
hari ☺ -