Senin, 23 Januari 2017

Bidik Misi 2017



Jadwal Pendaftaran Bidikmisi Tahun 2017 [1]

#
Nama Kegiatan
Dibuka
Ditutup
1
Pendaftaran Sekolah
14 Januari 2017
01 September 2017
2
Pendaftaran Siswa
14 Januari 2017
01 September 2017
3
SNMPTN
18 Februari 2017
06 Maret 2017
4
Seleksi Mandiri PTN
25 Februari 2017
01 September 2017
5
PMDK-PN
25 Februari 2017
01 Mei 2017
6
SBMPTN
08 April 2017
05 Mei 2017
7
Seleksi Mandiri PTS
22 April 2017
01 September 2017
8
UMPN
04 Mei 2017
10 Juni 2017
Keterangan:
Jadwal dapat berubah sewaktu-waktu


[1] http://bidikmisi.belmawa.ristekdikti.go.id/




Persyaratan untuk mendaftar tahun 2017adalah sebagai berikut:
1. Siswa SMA/SMK/MA atau bentuk lain yang sederajat yang akan lulus pada tahun 2017;
2. Lulusan tahun 2016 yang bukan penerima Bidikmisi dan tidak bertentangan dengan ketentuan penerimaan mahasiswa baru di masing-masing perguruan tinggi;
3. Usia paling tinggi pada saat mendaftar adalah 21 tahun;
4. Tidak mampu secara ekonomi dengan kriteria:
1.     Siswa penerima Beasiswa Siswa Miskin (BSM) atau Pemegang Kartu Indonesia Pintar (KIP) atau sejenisnya; atau
2.     Pendapatan kotor gabungan orang Tua/Wali (suami istri) maksimal sebesar Rp3.000.000,00 per bulan dan atau pendapatan kotor gabungan orangtua/wali dibagi jumlah anggota keluarga maksimal Rp750.000,00 setiap bulannya.
5. Pendidikan orang Tua/Wali setinggi-tingginya S1 (Strata 1) atau Diploma 4;
6. Memiliki potensi akademik baik berdasarkan rekomendasi objektif dan akurat dari Kepala Sekolah;
7. Pendaftar difasilitasi untuk memilih salah satu diantara PTN atau PTS dengan ketentuan:
a. PTN dengan pilihan seleksi masuk:
1.     Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN);
2.     Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMTPN);
3.     Seleksi mandiri PTN.
4.     Politeknik, UT, dan Institut Seni dan Budaya
PTS sesuai dengan pilihan seleksi masuk.

Bidik Misi- Info Pendaftaran untuk Beasiswa special Bidik Misi tahun 2017-2018 beberapa Pendaftaran melalui Beasiswa bernama Bidik Misi tahun 2017-2018. Beasiswa Bidik Misi, Melalui pendaftaran dengan beberapa ketentuan Beasiswa Bidik Misi, pada kesempatan kali ini kita akan membahas mengenai pendaftaran Online Beasiswa Bidik Misi simak selengkapnya dibawah ini.
Untuk itu kita akan membahas mengenai Pendaftaran Beasiswa Bidik Misi, ya jika kita melihat secara history bahwa perhatian pemerintah terhadap dunia pendidikan memang jadi prioritas saat ini mengingat ada sekitar 20 persen APBN di alokasikan untuk Beasiswa Bidik Misi dengan beberapa ketentuan persyaratan seperti Beasiswa Bidik Misi diperuntukan untuk mereka yang berasal dari keluarga kurang mampu tetapi memiliki prestasi akademik dan nonakademik.
Masalah biaya mungkin sebagain kecil orang yang kurang mampu tidak lagi harus dipikirkan sebab sudah ada solusi yang bisa dirakasakan seperti beasiswa yang diberikan pemerintah melalui DIKTI bahakan untuk jalur beasiswa Bidik Misi ini sangat amat diminati setiap tahun ada sekitar puluhan ribu pelajar yang ikut seleksi dalam Beasiswa Bidik Misi dengan tujuan belajar perguruan tinggi negeri terbaik di Indonesia.
Pendaftaran Online Beasiswa Bidik Misi
Untuk mendapatkan beasiswa bidik misi teman-teman harus menyiapkan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi melalui situs resmi bidik misi pelajara lulusan sekolah menengah atas dan kejuruan serta sederajat dapat ikut mendaftar dengan catatan sekolah tempat pelajar sudah didaftarkan oleh pihak sekolah beasiswa Bidik Misi.
Kalau boleh beri tanggapan urusan mendaftarkan sekolah bukan menjadi kewajiban anda selaku pelajar melainkan urusan sekolah, selain itu anda bisa mendaftar secara perorangan melalui situs, tidak sembarang orang yang bisa mendaftar harus memenuhi persyaratan seperti besaran penghasilan kedua orang tua dan pekerjaan orang tua jangan sampai yang menerima beasiswa Bidik Misi malah mereka yang tidak berhak.
Saat ini cukup tepat sebagian dari biaya pendidikan yang diberikan melalui Beasiswa Bidik Misi sudah tepat sasaran tetapi beberapa evaluasi menyebutkan masih ada banyak beasiswa Bidik Misi dibeberapa perguruan tinggi negeri yang tersebar diseluruh Indonesia, terlebih pada fakultas kedokteran, nah untuk lebih jelas persyaratan apa saja yang harus dipenuhi agar bisa mendaftar online Beasiswa Bidik Misi.
Untuk lebih jelasnya mari kita simak beberapa persyaratan beasiswa Bidik Misi untuk persyaratan agar bisa melanjutkan pendaftaran jika anda tidak memenuhi beberapa persyaratan dipastikan anda tidak bisa mendaftar melalui jalur beasiswa bidik misi ini untuk lebih jelasnya admin akan merangkunya dalam beberapa uraian mengenai,
Persyaratan Umum Beasiswa Bidik Misi :
  • Siswa SMA/SMK/MA/MAK atau bentuk lain yang sederajat yang akan lulus pada tahun ini.
  • Lulusan tahun 2014 yang bukan penerima Bidikmisi dan tidak bertentangan dengan ketentuan penerimaan mahasiswa baru di masing-masing perguruan tinggi.
  • Usia paling tinggi pada saat mendaftar adalah 21 tahun.
  • Tidak mampu secara ekonomi dengan kriteria : a). Siswa penerima Beasiswa Siswa Miskin (BSM); b). Pemegang Kartu Pengaman Sosial (KPS) atau sejenisnya ; c). Pendapatan kotor gabungan orangtua/wali (suami istri) sebesar-besarnya Rp3.000.000,00 per-bulan. 
  • Pendapatan yang dimaksud meliputi seluruh penghasilan yang diperoleh. Untuk pekerjaan nonformal/informal pendapatan yang dimaksud adalah rata rata penghasilan per bulan dalam satu tahun terakhir; dan atau d). Pendapatan kotor gabungan orangtua/wali dibagi jumlah anggota keluarga sebesar-besarnya Rp750.000,00 setiap bulannya.
  •  Pendidikan orang tua/wali setinggi-tingginya S1 (Strata 1) atau Diploma 4.
  • Berpotensi akademik baik berdasarkan rekomendasi kepala sekolah.
  • Pendaftar difasilitasi untuk memilih salah satu diantara PTN atau PTS dengan ketentuan: a). PTN dengan pilihan seleksi masuk: 1) Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN); 2) Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMTPN); 3) Seleksi mandiri di 1 (satu) PTN b). PTS dengan pilihan seleksi masuk di 1 (satu) PTS.
Untuk persyaratan harus memenuhi secara keseluruhan, selain itu ada beberapa Jalur masuk yang bisa diikuti melalui jalur bidik misi, anda bisa mendaftar melalui jalur SNMPTN atau SBMPTN untuk lebih jelas maka kita akan bahas satu persatu mengenai jalur beasiswa bidik misi yang bisa di ikuti simak selengkapnya dibawah ini mengenai,
Jalur masuk Beasiswa Bidik Misi :

1. Jalur Masuk Beasiswa Bidik Misi SNMPTN
Jika anda mendaftar anda bisa memilih jalur masuk SNMPTN bidik misi bedanya adalah anda mengusulkan pendaftaran melalui beasiswa bidik misi, untuk tes tetap sama seperti jalur pada umumnya tetapi ketika dinyatakan lulus anda resmi langsung mendapatkan beasiswa bidik misi yang di inginkan, untuk pendaftaran anda bisa mengakses informasi di situs resmi BidikMisi.Belmawa.Ristekdikti.go.idselanjutnya lanjutkan pendaftaran melalui situs resmi di snmptn.ac.id.

 
2. Jalur Masuk Beasiswa Bidik Misi SBMPTN
Bagi pelajar yang tidak lulus seleksi pada beasiswa jalur sebelumnya bisa mendaftar melalui jalur berbeda seperti jalur SBMPTN, selain itu untuk yang tidak mendapatkan jalur undangan juga bisa mengikuti jalur beasiswa bidik misi di SBMPTN untuk seleksi sama seperti pada umumnya hanya saja jika dinyatakan lulus maka anda berhak menerima beasiswa bidik misi yang dimaksud. Untuk pendaftaran anda cukup mengakses situs resmi di BidikMisi.Belmawa.Ristekdikti.go.id kemudian lanjut pada sbmptn.or.id.


3. Jalur Masuk Mandiri Beasiswa Bidik Misi 

Untuk jalur ini biasanya ada beberapa kampus yang membuka secara resmi melalui Jalur Mandiri beasiswa Bidik Misi juga diberikan kepada calon mahasiswa baru yang ingin menimba ilmu di perguruan tinggi negeri tertentu, meski tidak semau PTN membuka Jalur Mandiri untuk Bidik Misi tetapi ada sebagian yang menyediakan jalur tersebut tinggal mana yang akan pilih sesuai dengan kemampuan dan kesempatan. Untuk proses pendaftaran silahkan kunjungi situs resmi PTN yang ada dan daftaran diri anda melalui situs resmi di BidikMisi.Belmawa.Ristekdikti.go.id.
Ketiga jalur masuk inilah yang akan mengantarkan anda menuju beasiswa bidik misi untuk jalur lain juga anda melalui jalur mandiri silahkan akses melalui situs PTN atau PTS yang anda minati, seperti yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa untuk mendapatkan beasiswa bidik misi terlebih dahulu tempat anda sekolah terdaftar beasiswa bidik misi.
Untuk lebih jelas kita akan mengurauikan mengenai jadwal penting pendaftaran Online beasiswa Bidik Misi dibawah ini simak selengkapnya mulai dari pendaftaran sekolah sampai dengan pendaftaran Online dari masing-masing jalur seleski berikut selengkapnya dibawah ini :


Seperti yang telah admin sebutkan diatas bahwa ada beberapa persyaratan khusus lainya yang harus digunakan untuk pendaftaran online beasiswa bidik misi, diantaranya seperti nilai raport dan beberapa nilai lainya untuk melengkapi pendaftaran untuk lebih jelas berikut informasi mengenai,
Persyaratan Khusus Beasiswa Bidik Misi :
  1. Kartu peserta dan formulir pendaftaran program Bidikmisi yang dicetak dari sistem Bidikmisi.
  2. Surat keterangan lulus dari Kepala Sekolah.
  3. Fotokopi rapor semester 1 (satu) s.d. 6 (enam) yang dilegalisir oleh Kepala Sekolah.
  4. Fotokopi ijazah yang dilegalisir oleh Kepala Sekolah.
  5. Fotokopi nilai ujian akhir nasional yang dilegalisir oleh Kepala Sekolah.
  6. Surat keterangan tentang prestasi/peringkat siswa di kelas dan bukti pendukung prestasi lain di bidang ko-kurikuler dan ekstrakurikuler yang disahkan (legalisasi) oleh Kepala Sekolah.
  7. Kartu Pengaman Sosial (KPS/BSM). (jika merupakan penerima BSM) Surat Keterangan Penghasilan Orang tua/wali atau Surat Keterangan Tidak Mampu yang dapat dibuktikan kebenarannya, yang dikeluarkan oleh Kepala desa/Kepala dusun/Instansi tempat orang tua bekerja/tokoh masyarakat.
  8. Fotokopi Kartu Keluarga atau Surat Keterangan tentang susunan keluarga.
  9. Fotokopi rekening listrik bulan terakhir (apabila tersedia aliran listrik) dan atau bukti pembayaran PBB (apabila mempunyai bukti pembayaran) dari orang tua/wali-nya.
Semua proses pendaftaran dapat dilakukan melalui situs resmi di bidikmisi.dikti.go.id kemudian lanjukan pendaftaran sesuai dengan jalur yang di inginkan jika SNMPTN maka pendaftaran dilaksanakan melalui situs jalur tersebut, jika melalui jalur masuk SBMPTN maka melalui jalur tersebut. Untuk metode seleksi sama seperti pada umunya menggunakan seleksi non tulis dan tertulis hanya saja untuk bidik misi ditambahkan tes wawancara untuk orang tua yang bersangkutan.
Agar beasiswa yang diterima tepat sasaran biasanya pihak kampus setelah lulus akan memverifikasi data yang ada dan mengkroscek ke tempat yang bersangkutan tim dari kampus akan meninjau tempat tinggal anda. Sisanya jika anda dinyatakan lulus harus melengkapi berkas atau registrasi ulang sesuai dengan kebijakan kampus tempat anda sekolah.
Untuk beasiswa bidik misi biasanya akan ditempatkan diasrama pada semester awal sampai beberapa semester, nantinya Mahasiswa penerima beasiswa bidik misi akan menerima uang beasiswa setiap akhir atau awal masuk pada setiap semester, yang harus menjadi catatan adalah mereka yang sudah menerima beasiswa bidik misi tidak boleh doble artinya hanya satu beasiswa saja jika tidak maka dipastikan anda akan kena sangsi berupa pengembalian beasiswa yang telah diberikan oleh pilhak kampus.
Bagi penerima beasiswa bidik misi ada batasan waktu yang telah ditetapkan lama studi maksimal 8 semester, besaran beasiswa yang diterima sesuai dengan fakultas pilihan anda, nantinya akan diberikan beberapa rincian seperti biaya tempat tinggal, biaya makan perbulan dan biaya persemester. Jika mahasiswa penerima beasiswa bidik misi tidak menyelesaikan kuliah sesuai masa studi yang telah ditetapkan maka, semester 9 anda harus membayar uang kuliah dan beberapa keperluan lain secara sendiri.
Lebih parahnya lagi anda terancam mengembalikan semua biaya yang telah diterima, selain itu jika anda dinyatakan DO atas semua kesalahan baik dari kesalahan akademik atau masalah kriminal lainya maka anda harus mengembalikan uang yang sudah diterima beserta denda dua kali lipat jika tidak anda akan ternacam humuman pidana.
Saran admin bagi yang lulus beasiswa bidik misi nanti belajarlah dengan serius dan jangan macam-macam kuliah dan berprestasi sebab untuk kuliah dan mendapatkan beasiswa itu tidak mudah, bagi yang masih berjuang untuk mendapatkan beasiswa bidik misi admin doakan lulus sesuai dengan harapan seperti bisa kuliah dikampus impian anda amin.
Demikianlah informasi mengenai pendaftaran Onlien Beasiswa Bidik Misi tahun ini semoga dapat memberikan manfaat dan dapat mempermudahkan anda dalam proses pendaftaran, jangan lupa untuk terus berusahan dan berdoa, karna barang siapa yang bersungguh-sungguh ia akan menemukan apa yang mereka inginkan, Tuhan tidak akan menzolimi hambanya, semua usaha akan diperhatikan dan diberikan jika tidak cobalah tahun berikutnya pantnag menyerah terima kasih sampai ketemu di kabar selanjutnya.

http://www.kuliahan.com/2015/02/pendaftaran-bidik-misi.html

Pemborosan dan Penolakan Pembangunan Pusat Pemerintahan Provinsi Kepulauan Riau Di Dompak


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah
Kebijakan publik merupakan tindakan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam mengendalikan pemerintahannya. Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, kebijakan publik dan hukum mempunyai peranan yang penting. Pembahasan mengenai hukum dapat meliputi dua aspek yaitu :
Pertama, aspek keadilan menyangkut tentang kebutuhan masyarakat akan rasa adil di tengah sekian banyak dinamika dan konflik di tengah masyarakat. Kedua, aspek legalitas ini menyangkut apa yang disebut dengan hukum positif yaitu sebuah aturan yang ditetapkan oleh sebuah kekuasaan negara yang sah dan dalam pemberlakuannya dapat dipaksakan atas nama hukum.[1]

Berdasarkan kedua aspek tersebut, seringkali terjadi perbenturan di mana “terkadang hukum positif ternyata tidak menjamin terpenuhinya rasa keadilan dan sebaliknya rasa keadilan seringkali tidak mempunyai kepastian hukum. Di tengah itu maka komprominya adalah bagaimana agar semua hukum positif yang ada selalu merupakan cerminan dari rasa keadilan itu sendiri” [2]
Berangkat dari kesadaran tersebutlah maka selanjutnya hukum pada dasarnya akan lebih banyak berbicara pada “sekian banyak rentetan aturan-aturan yang sah dan legal. Masyarakat akan lebih banyak dikendalikan dinamika sosialnya oleh aturan-aturan ini. Pada sisi ini kemudian masyarakat modern memunculkan gagasan tentang kebijakan publik sebagai sebuah instrumen dalam mengendalikan masyarakat”. [3]
Dengan demikian maka melalui kebijakan publik ini akan dilakukan penyesuaian bagi penerapan hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah agar sesuai dengan rasa keadilan masyarakat yang sekaligus dapat menumbuhkan kepatuhan masyarakat terhadap hukum. Kebijakan publik berperan sebagai pengaturan masyarakat yang pada umumnya menekankan pada proses dengan tetap memerlukan hukum untuk keabsahan dari kebijakan publik dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Kebijakan publik yang telah diadopsi dan dilegitimasikan oleh pemerintah dan lembaga legislatif, sudah semestinya diimplementasikan melalui sistem administrasi publiknya, tak terkecuali mengenai kebijakan desentralisasi. Masalah ini dikemukakan oleh Heaphey bahwa : [4]
“Keputusan-keputusan seringkali tidak dibuat di lapangan dan segala petunjuk pelaksanaan (juklak) serta petunjuk teknis (juknis) selalu berasal dari kantor-kantor pusat departemen. Administrator di lapangan hanya menerima sedikit tanggung jawab mengenai apa yang harus mereka kerjakan”.

Bahwa masih banyaknya masyarakat Kepulauan Riau yang menolak dibangunnya Pulau Dompak sebagai Pusat Pemerintahan Provinsi Kepulauan Riau, hal ini dibuktikan dengan berbagai tindakan yang mereka lakukan dan dinyatakan dalam komitmen bersama dalam bentuk menyampaikan SOMASI kepada Gubernur dan DPRD Provinsi Kepulauan Riau.
Adapun dasar SOMASI Masyarakat Provinsi Kepulauan Riau pada Gubernur dan DPRD Kepulauan Riau dengan permintaan penghentian pembangunan Pusat Pemerintahan Provinsi Kepulauan Riau di Dompak tersebut adalah : [5]
1.      Bahwa kami adalah stakeholder/pemilik Provinsi Kepulauan Riau yang telah dibuktikan dengan kami mengikuti Pemilu dan memilih saudara-saudara sebagai anggota DPRD Kepri.
2.      Bahwa kami menolak dan merasa keberatan adanya pembangunan kantor pusat Pemerintahan Provinsi Kepri tersebut karena telah melanggar ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
3.      Bahwa tindakan pembangunan tersebut telah melanggar Undang-Undang Dasar 1945 serta prinsip-prinsip tentang pembangunan yang berwawasan lingkungan serta melanggar Undang-Undang Lingkungan, Undang-Undang HAM, Undang-Undang pokok Agraria serta Peraturan Menteri Agraria tentang aturan penggunaan lahan untuk kepentingan pembangunan.
4.      Bahwa proses program pelaksanaan pembangunan tersebut tidak didasari oleh study kelayakan, sosialisasi dan dengar pendapat dengan masyarakat, dan tidak ada persetujuan dari DPRD Kepri dilokasi yang akan dibangun sekarang.
5.      Bahwa perbuatan tersebut adalah perbuatan yang melanggar Undang-Undang Pidana, Perdata, Korupsi, Undang-Undang Tata Usaha Negara serta pelanggaran terhadap sistem ketatanegaraan.
6.       Bahwa dengan pembangunan tersebut, masyarakat Dompak sangat dirugikan karena menghilangkan tempat tinggal dan mata pencaharian serta fasilitas umum lainnya yang sudah dimiliki masyarakat Dompak.
7.      Bahwa lahan tersebut merupakan Hutan Produksi Konversi yang merupakan sebagai alat penyangga stabilitas lingkungan alam, yang seharusnya dilindungi dan dilestarikan untuk mencegah adanya Global Warming, dimana wilayah hutan di Republik Indonesia menjadi sorotan Internasional dan adanya kesepakatan-kesepakatan yang telah ditandatangani Pemerintah Indonesia kepada internasional yang seharusnya Pemerintah Provinsi Kepri mendukung program tersebut agar Provinsi Kepri tidak dituduh sebagai pelanggar dan perusak lingkungan serta penyebab panas bumi untuk kawasan wilayah Indonesia dan Negara-Negara yang berada di sekitar Provinsi Kepri.
8.      Bahwa lokasi tersebut merupakan hutan yang belum mendapat izin dari Menteri Kehutanan Republik Indonesia.
9.      Bahwa Kepri merupakan wilayah Kepulauan yang lebih besar lautan daripada daratan, maka pembangunan kantor pusat Pemerintahan Provinsi Kepri adalah satu upaya yang sia-sia dan merugikan masyarakat yang seharusnya dana yang sangat besar tersebut digunakan untuk membangun ekonomi, pendidikan serta kesejahteraan masyarakat lainnya.
10.  Bahwa kantor Gubernur Kepri yang digunakan sekarang (ex.kantor Bupati Bintan) amsih dianggap layak sebagai pusat pemerintahan, dan apabila hendak dilakukan renovasi guna memenuhi jumlah kebutuhan ruang kantor yang diperlukan, maka biayanya tidak terlalu mahal dan wajar untuk sebuah perkantoran pemerintahan.
11.  Bahwa patut dipertanyakan atas dasar apa Pemerintah Provinsi Kepri telah melakukan lelang Prakualifikasi terhadap proyek-proyek pembangunan di Pulau Dompak, padahal kita ketahui bahwa PERDA nya belum disahkan oleh DPRD Kepri, oleh karena itu prosesi pelelangan proyek tersebut adalah cacat hukum.
12.  Berdasarkan hal tersebut diatas, bahwa perbuatan yang dilakukan oleh saudara-saudara adalah merupakan tindakan yang melawan hukum dan karena itu kami MENSOMASI saudara dan minta saudara untuk tidak melaksanakan pembangunan kantor Pemerintahan Provinsi Kepri di Pulau Dompak, serta diminta kepada saudara anggota DPRD Kepri untuk melakukan hak interpelasi dan pengawasan serta memerintahkan untuk menghentikan pembangunan tersebut. Dan jika saudara tidak melaksanakan permintaan kami ini dalam waktu 3 (tiga) hari sejak tanggal surat ini, maka kami akan menyampaikan SOMASI II dan SOMASI III, dan apabila tidak dilaksanakan juga, maka kami akan melakukan :
a.       Akan membuka posko-posko Referendum untuk mencabut hak pilih rakyat Kepri.
b.      Kami akan memproses perkara ini secara Undang-Undang Pidana, Perdata, Korupsi dan Mahkamah Konstitusi.
Masyarakat Kepulauan Riau yang tergabung dalam Lembaga Swadaya Masyarakat Kepulauan Riau Center (LSM Kepri Center) secara terbuka menyampaikan keberatan dan penolakan atas kebijakan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dibawah kepemimpinan Ismeth Abdullah dan HM.Sani (periode 2005-2010) yang akan segera melakukan pembangunan secara besar-besaran berbagai fasilitas perkantoran di Pulau Dompak yang dijadikan sebagai pusat pemerintahan Provinsi Kepulauan Riau. Adapun yang menjadi alasan penolakan LSM Kepri Center tersebut diantaranya sebagai berikut : [6]
1) Secara Sosiologis, bahwa masih banyak masyarakat miskin di Kepulauan Riau yang tidak mendapat sentuhan pembangunan dari Provinsi Kepulauan Riau yang baru berumur 2 tahun ini sejak terbentuk. Masih banyak puskesmas yang sangat diperlukan masyarakat, namun tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan dengan baik dikarenakan terbatasnya fasilitas dan tidak tersedianya tenaga medis yang memadai. Apabila pemerintah Provinsi Kepulauan Riau tetap memaksakan penggunaan dana APBD  yang mencapai 2 Triliun Rupiah lebih hanya untuk membangun kantor-kantor di Pulau Dompak yang sama sekali tidak menyentuh masyarakat, maka akan bertambahlah kemiskinan di Kepulauan Riau dan akan terlantarlah penyediaan pelayanan untuk mensejahterakan masyarakat karena dana APBD terkuras untuk pembangunan tersebut.
2) Secara Ekonomis, bahwa  saat ini Pemerintah Kabupaten Bintan akan membangun pusat  pemerintahan di Bintan Buyu. Apabila pemerintah Kabupaten Bintan pindah nantinya, maka akan banyak sekali gedung-gedung perkantoran yang akan mereka tinggalkan dan sangat layak untuk dijadikan perkantoran Provinsi Kepulauan Riau. Begitu juga dengan kantor Gubernur saat ini (eks kantor Bupati Bintan), masih tersedia lahan yang memadai untuk dikembangkan sebagai kantor Gubernur Kepulauan Riau. Maka sangat mengherankan mengapa pemerintah Provinsi Kepulauan Riau  mau menguras triliunan rupiah dana APBD hanya untuk membangun perkantoran di pulau Dompak?.
3) Secara Geografis, bahwa apabila pulau Dompak yang letaknya terpisah daratan dengan Tanjungpinang di jadikan sebagai pusat pemerintahan, maka akan menjauhkan dari masyarakat yang berakibat sulitnya masyarakat Kepulauan Riau untuk mendapatkan pelayanan dan berurusan dengan pemerintahan Provinsi Kepulauan Riau. Padahal tujuan dibentuknya Provinsi Kepualaun Riau adalah untuk memperpendek rentang kendali guna memberikan pelayanan yang mudah kepada masyarakat.
4) Secara Yuridis, ini adalah hal terpenting bahwa secara hukum sesuai dengan Keputusan Menteri  kehutanan no. 173/KPTS/II/ 1986 bahwa pulau dompak adalah kawasan Hutan Konversi dan Hutan Produksi Terbatas, maka apabila membangun dikawasan tersebut adalah merupakan tindak pidana.
Alasan Yuridis yang berkembang ditengah-tengah masyarakat Kepulauan Riau menyebutkan bahwa kawasan Pulau Dompak adalah termasuk kawasan Hutan Produksi Konversi (HPK), ada lagi yang mengatakan pulau Dompak berstatus Hutan Kesepakatan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka LSM Kepri Center meminta penjelasan tentang status hukum pulau Dompak (wilayah Pemerintah Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau, dahulu dalam Provinsi Riau).[7]
Berdasarkan latar belakang permasalahan kebijakan publik yang dikeluarkan oleh Gubernur bersama DPRD Kepri tentang pusat Pemerintahan Provinsi Kepulauan Riau di Dompak maka dalam kesempatan ini penulis tertarik melakukan kajian akademis yuridis dengan judul “Pemborosan dan Penolakan Pembangunan Pusat Pemerintahan Provinsi Kepulauan Riau Di Dompak”.
1.2  Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan kebijakan publik seperti yang telah dijelaskan tersebut, maka permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.      Kebijakan Gubernur Kepri dan DPRD Kepri meneruskan Pembangunan Pusat Pemerintahan Provinsi Kepulauan Riau Di Dompak?
2.      Pemborosan APBD Kepri pada Pembangunan Pusat Pemerintahan Provinsi Kepulauan Riau Di Dompak?


BAB II
PEMBAHASAN DAN ANALISIS
2.1  Kebijakan Pemerintahan Kepulauan Riau
Pembangunan Pulau Dompak merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakat dan bukan kemewahan ataupun pemborosan. Itulah perihal jawaban Gubernur Provinsi Kepulauan Riau menanggapi surat Badan Perjuangan Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau (BP3KR) dengan Nomor surat No.102/BP3KR/VII/07 tanggal 25 Juli 2007 tentang Pemborosan pembangunan Dompak.[8]
Bukan suatu kemewahan jika kita membangun pusat Pemerintahan Provinsi Kepri di pulau Dompak, karena dengan dibangunnya pusat pemerintahan itu disuatu lokasi khusus dan saling berdekatan, maka dapat memudahkan koordinasi antar SKPD dan antara SKPD dengan Gubernur. Serta untuk mengantisipasi kedepannya wilayah Provinsi Kepulauan Riau merupakan wilayah yang sangat strategis dalam rangka percepatan pertumbuhan ekonomi dunia, yang mana hasil pembangunan ini akan dinikmati oleh seluruh masyarakat. Dan tak kalah pentingnya dengan dipercepatnya pembangunan infrastruktur Pemerintahan Provinsi Kepulauan Riau di pulau Dompak dapat memperlancar tingkat pelayanan dimasyarakat, disamping itu dapat meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat di Tanjungpinang Khususnya.
Bahwa penetapan pulau Dompak sebagai pusat perkantoran Pemerintahan  Provinsi  Kepulauan Riau telah dilakukan melalui proses-proses penelitian dan pengkajian yang cermat dari berbagai aspek dan mengacu pada :[9]
1.      Adanya Nota Kesepakatan antara Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsii Kepulauan Riau No: 066/UM/NK/2005-09/160/I/2005, tanggal 19 Januari 2005, tentang Arah dan Kebijakan  Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Riau Tahun Anggaran 2005 yang ditanda tangani oleh Pejabat Gubernur Provinsi Kepulauan Riau dan Ketua DPRD Provinsi Kepulauan Riau. Pada Bab IV dijelaskan bahwa Prioritas Utama pada urutan yang pertama kali adalah persiapan sarana dan prasarana infrastruktur Pemerintahan Provinsi Kepulauan Riau.
2.      Adanya Nota Kesepakatan antara Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Kepulauan Riau No : 07/MOU/XII/2005-341/160/XII/2005, tanggal 12 November 2005, tentang Arah dan Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Kepulauan Riau Tahun Anggaran 2006 yang ditanda tangani oleh Gubernur Provinsi Kepulauan Riau dan Ketua DPRD Provinsi Kepulauan Riau. Pada Bab II dijelaskan bahwa sesuai dengan amanah Undang-Undang No. 25 Tahun 2002, bahwa Pusat Pemerintahan Provinsi Kepulauan Riau berkedudukan di Tanjungpinang. Oleh karena itu untuk menjalankan fungsi, peran dan kewenangan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau guna memberikan pelayanan kepada masyarakat secara optimal maka perlu dengan segera melaksanakan pembangunan prasarana dan sarana kantor Pemerintahan di Tanjungpinang secara bertahap dan berkelanjutan. Bab IV arah kebijakan prioritas, dijelaskan pula bahwa peningkatan prasarana dan sarana Pemerintahan, Pembangunan/ Penyediaan Prasarana dan saran Pemerintahan Provinsi Kepulauan Riau yang permanen dan bertahap.
3.      Nota kesepakatan antara Pemprov Kepri dan DPRD Kepri No : 01/MOU/I/2007 dan No : 01/160/MOU-DPRD/1/2007 tanggal 6 Januari 2007 tentang penetapan Pusat Perkantoran Pemprov Kepri.
4.      Adanya persetujuan Walikota Tanjungpinang, SK No : 30 tahun 2007 dan diperkuat PERDA Kota Tanjungpinang No : 2 tahun 2007 tentang rencana umum tata ruang Kota Tanjungpinang sebagaimana di isyaratkan dalam Peraturan Presiden No : 36 tahun 2005.
5.      Hasil analisis mengenai dampak lingkungan (an environmental impact assessment atau AMDAL) yaitu hasil studi mengenai dampak suatu kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan yang telah dilakukan oleh LAPI Institut Teknologi Bandung (ITB), yaitu sesuai dengan pasal 1 butir 1 AMDAL-86 .
Bahwa pembangunan sarana prasarana perkantoran Prov. Kepri yang dipusatkan di Pulau Dompak tidak dapat ditangguhkan lagi dan dinilai sudah sangat mendesak berdasarkan beberapa pertimbangan dan alasan-alasan sbb : Bahwa gedung ex. Bupati Kab. Bintan seluas 4900 M2 di jalan Basuki Rahmat yang dipinjam pakai untuk Kantor Gubernur Kepri tidak dapat menampung seluruh kegiatan kerja dari SKPD Prov. Kepri. Dalam kenyataannya hanya dapat dipergunakan/ditemapti untuk 12 Instansi Sekretariat Daerah Prov.Kepri. Beberapa SKPD menempati gedung Ex. Balai Latihan Kerja (BLK) milik Kab. Bintan dengan luas 3517 M2 dengan kondisi yang tidak memenuhi syarat. Sedangkan beberapa SKPD lainnya menyewa Ruko. Keberadaan SKPD ini menggunakan biaya yang cukup besar dank arena terpisah dari kantor Gubernur dinilai tidak efesien dan efektif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Berdasarkan Permendagri No.7 tahun 2006 tanggal 26 maret 2006, kebutuhan ruang kerja SKPD untuk Provinsi adalah 29.222 M2. Sementara ruang kerja yang dipakai oleh Pemprov Kepri adalah 12.467 M2. Terdapat 12 Ruang kerja Sekretariat Daerah Provinsi, dan ternyata sekitar 60% ruangan kerja Pemprov Kepri berada diluar kantor Gubernur dengan total 18 SKPD, yang jaraknya tidak saling berdekatan, hal ini sangat menyulitkan komunikasi. Maka kalau dilihat perbandingannya, sarana ruangan kerja Pemerintahan yang baru dimiliki adalah hanya sebesar 40%.
Bahwa pembangunan yang akan dilaksanakan dipulau dompak adalah mempergunakan system multiyears yang dibayar secara 4 kali angsuran, sehingga tidak mengganggu pembelanjaan public lainnya karena angsuran yang dibayarkan hanya sekitar 30% dari total APBD Prov.Kepri. sedangkan untuk biaya poendidikan selama 2 tahun ini Pemrpov Kepri telah menganggarkan sebesar 20% dari total APBD dan hal ini tidak akan dikurangi. Disamping itu 50% dari total APBD Prov. Kepri telah dianggarkan pula untuk belanja lain-lain. Seperti kesehatan, percepatan pembangunan, saran prasarana penunjang ekonomi desa yang tertinggal selama 2 tahun ini sudah dilaksanakan dengan program ini, termasuk pula program bantuan permodalan bagi koperasi, usaha kecil dan mikro, yang semuanya akan tetap dijalankan dan tidak terganggu dengan pelaksanaan di kawasan pulau dompak tersebut.
Dengan system multiyeras tersebut jelaslah bahwa kebijakan Pemprov. Kepri untuk melaksanakan pembangunan di pulau dompak, biaya-biaya pembangunan tidak saja bersumber kepada APBD Pro. Kepri, tapi juga dari sumber-sumber lainnya yang dimungkinkan dengan ketentuan perundang-Undangan yang berlaku.
Berdasarkan Keputusan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah No.332/KPTS/M/2002, tanggal 21 Agustus tahun 2002, tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara, pasal 3 ayat (1) huruf b menyebutkan bahwa tahapan Pembangunan Bangunan Gedung Negara terdiri dari :
a.       Tahap Persiapan;
b.      Tahap Perencanaan Konstruksi;
c.       Tahap Pelaksanaan Konstruksi;
d.      Pendaftaran Bangunan Gedung Negara.
Tahap Perencanaan Konstruksi meliputi : a) Perencanaan Makro Kawasan (masterplan) dan Perencanaan Mikro Kawasan (Rencana Tata Ruang Bangunan dan Lingkungan) yang menjadi induk dari seluruh perencanaan yang lebih detail; b) perencanaan teknis dari masing-masing bangunan dan infrastruktur penunjang yang lebih dikenal dengan sebutan DED (Detail Engineering and Design).
Untung menghitung besarnya anggaran perencanaan konstruksi (masterplan dan DED) terdapat dua ketentuan yakni Keputusan Menteri KIMPRASWIL No.332/KPTS/M/2002 tanggal 21 Agustus tahun 2002, dan Surat Edaran Bersama Bappenas dan Departemen Keuangan RI No.1203/D.II/03/2000 -SE-38/A/2000, tanggal 17 Maret 2000, tentang Petunjuk Penyusunan Rencana Anggaran Biaya (RAB) untuk jasa konsultasi dihitung dari Biaya Langsung Personil dan Biaya Langsung Non Personil.
Urgensinya pembangunan di pulau dompak adalah mengingat di Tanjungpinang sulit untuk mencari lahan yang luas dalam satu kesatuan, yakni untuk memberikan tempat pembangunan Ruang Kerja 18 SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) dan 12 Sekretariat Daerah Provinsi, sarana dan Prasarana yang dibangun Pemprov Kepri (11 pembangunan), sarana yang dibangun intansi pusat (8 kantor), dan sarana yang dibangun pihak swasta (100% dana swasta). Sedangkan Provinsi Kepulauan Riau sangat memerlukan lahan untuk membangun pusat pemerintahan sesuai dengan kebutuhan.
Maka Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau mendukung keputusan DPRD Kepri agar pulau Dompak menjadi pilihan lokasi pusat Pemerintahan Provinsi Kepulauan Riau. Lagipula di pulau Dompak harga tanah relatif tidak mahal, jauh lebih murah bila dibandingkan di daratan Kota Tanjungpinang, juga lebih murah dari bukit Senggarang, yang sebelumnya diusulkan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau namun tidak disepakati DPRD Kepri.
Setelah dihitung berdasarkan ketentuan tersebut, maka terdapat perbedaan yang sangat besar nilainya, sebagaimana dapat dilihat pada tabel 2.1 dibawah ini.
Tabel 2.1
No
Kegiatan
Estimasi biaya fisik (dalam ribu)
Biaya perencanaan
Kepmen No.332 (dalam ribu)
SE Bappenas & Dep.Keuangan (dalam ribu)
1
Pembangunan perkantoran Pemprov Kepri (termasuk islamic center)
455.898.890
10.257.725
2,25%
4.300.000
2
Pembangunan jalan di pulau dompak
306.000.000
5.503.162
2,25%
1.500.000
3
Pembangunan 3 (tiga) buah jembatan
244.585.000
6.885.000
2,25%
2.500.000
4
Pembangunan utilitas kota
278.012.800
6.255.288
2,25%
1.700.000
5
Pembangunan prasarana pendukung
83.236.655
2.080.916
2,50%
1.200.000
6
Pembangunan gedung universitas
50.000.000
1.250.000
2,50%
500.000
7
Pembangunan sport center
145.000.000
3.364.000
2,32%
1.500.000
8
Pembangunan medical center
30.000.000
816.000
2,72%
300.000
9
Pembangunan terminal ferry
50.000.000
1.250.000
2,50%
500.000
10
Pembangunan lembaga adat & kesenian
20.000.000
544.000
2,72%
200.000
11
Penataan kawasan dan ornamen jalan
156.766.655
3.636.986
2,32%
1.200.000

JUMLAH
1.819.500.000
41.843.077

15.400.000
Sumber : Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kepulauan Riau, 2007

2.2  Tinjauan Pustaka dan Analisis
Kebijakan publik terdiri dari dua kata yakni kebijakan dan publik. Kata kebijakan merupakan terjemahan dari kata Inggris policy artinya politik, siasat, kebijaksanaan.[10] Dalam pembahasan ini kebijakan dibedakan dengan kebijaksanaan. Menurut M.Irfan Islamy, policy diterjemahkan dengan kebijakan yang berbeda artinya dengan wisdom yang artinya kebijaksanaan. Pengertian kebijaksanaan memerlukan pertimbangan-pertimbangan lebih jauh lagi, sedangkan kebijakan mencakup aturan-aturan yang ada didalamnya (Islamy,1999:13). [11]
Policy atau kebijakan ini “tertuang dalam dokumen resmi .... Bahkan dalam beberapa bentuk peraturan hukum, ... misalnya di dalam UU, PP, Keppres, Peraturan Menteri (Permen), Perda dan lain-lain”.[12] Dengan demikian, kebijakan (policy) adalah “seperangkat keputusan yang diambil oleh pelaku-pelaku politik dalam rangka memilih tujuan dan bagaimana cara untuk pencapaian tujuan”. Kata publik mempunyai makna atau pengertian yang dapat berbeda dengan pengertian masyarakat. Perbedaan pengertiannya adalah :
Masyarakat diartikan sebagai sistem antar hubungan sosial dimana manusia hidup dan tinggal secara bersama-sama. Di dalam masyarakat tersebut terdapat norma-norma atau nilai-nilai tertentu yang mengikat atau membatasi kehidupan anggota-anggotanya. Dilain pihak kata publik diartikan sebagai kumpulan orang-orang yang menaruh perhatian, minat atau kepentingan yang sama. Tidak ada norma atau nilai yang mengikat/membatasi perilaku publik sebagaimana halnya pada masyarakat karena publik itu sulit dikenali sifat-sifat kepribadiannya (identifikasinya) secara jelas. Satu hal yang menonjol adalah mereka mempunyai perhatian atau minat yang sama (Islamy : 1.6).[13]
Bahwa saat ini Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau sedang melakukan Pembangunan Pusat Pemerintahan yang berlokasi di Pulau Dompak, telah kami amati bahwa sesuai dengan KEPMENHUT 173/Kpts/II/1986, Tentang Penunjukan Areal Hutan di Wilayah Provinsi Dati I Riau Sebagai Kawasan Hutan. bahwa kawasan tersebut sebagai kawasan hutan konversi dan kawasan hutan produksi terbatas, sehingga patut diduga telah terjadi penyalahgunaan lahan tersebut. Sehubungan dengan itu maka kami memohon kepada bapak menteri kehutanan untuk :[14]
1.      Memberikan penjelasan kepada kami, tentang Status Hukum kawasan Pulau Dompak yang saat ini sedang dibangun sebagai Pusat Pemerintahan Provinsi Kepulauan Riau.
2.      Melakukan pencegahan dan penindakan kepada pihak-pihak terkait (Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau), jika terjadi penyalahgunaan lahan di Pulau Dompak.
Berdasarkan uraian sebelumnya dapat dikatakan bahwa kebijakan publik dapat diartikan sebagai tindakan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah yang mempunyai dampak terhadap banyak orang. Sehubungan dengan ini Mac Rae dan Wilde mengartikan kebijakan publik sebagai :
Serangkaian tindakan yang dipilih oleh Pemerintah yang mempunyai pengaruh penting terhadap sejumlah besar orang. Pengertian ini mengandung maksud bahwa kebijakan itu terdiri dari berbagai kegiatan yang terangkai, yang merupakan pilihan Pemerintah dan kebijakan tersebut mempunyai pengaruh dan dampak terhadap sejumlah besar orang. Karena kebijakan merupakan suatu rangkaian tindakan, maka suatu contoh misalnya keputusan seorang Rektor menerima seorang mahasiswa pindahan dari universitas lain, maka itu tidak dapat disebut sebagai kebijakan. Tetapi bila keputusan-keputusan tersebut berkenaan dengan penentuan syarat-syarat yang diperlukan bagi semua mahasiswa pindahan dan hal-hal lain yang berkaitan dengan masalah itu maka hal tersebut baru dapat disebut sebagai kebijakan. Jadi kebijakan itu harus terdiri dari berbagai kegiatan dan berdampak terhadap banyak orang (Islamy : 1.7).[15]

Berkaitan dengan kebijakan publik ini, Thomas R. Dye mengemukakan bahwa :
Public policy is whatever governments choose to do or not to do. Governments do many thinks; they regulate conflict within society; they organize society to carry on conflict with other societies; they distribute a great variety of symbolic rewards and materials services to members of the society; and they extract money from society, most often in the form of taxes. Thus public policies may be regulative, organizational, distributive, or extractive – or all these things at once.[16]

Pada prinsipnya kebijakan publik itu meliputi apapun yang dipilih atau tidak dipilih oleh Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah untuk dilakukan atau tidak dilakukan.
Lebih lanjut Thomas R. Dye mengemukakan bahwa “Public policies may deal with a wide variety of substantive areas defense, foreign affairs, education, welfare, police, highways, taxation, housing, social security, health, economic opportunity, urban development, inflation and recession, and so on” [17]
Demikian juga, Easton mengemukakan kebijakan publik dapat diartikan sebagai “pengalokasin nilai-nilai secara paksa (sah) kepada seluruh anggota masyarakat” (Islamy : 1.9).[18] Maksudnya, hanya Pemerintah termasuk Pemerintah Daerah yang dapat melakukan tindakan-tindaknan secara sah untuk memaksakan nilai-nilai kepada masyarakatnya dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Berdasarkan uraian sebelumnya dapat dikatakan bahwa kebijakan publik adalah “serangkaian tindakan yang dipilih dan dialokasikan secara sah oleh pemerintah/negara kepada seluruh anggota masyarakat yang mempunyai tujuan tertentu demi kepentingan publik” (Islamy : 1.9).[19] Definisi kebijakan publik seperti ini mempunyai implikasi sebagai berikut :
1)      Kebijakan publik itu berbentuk pilihan tindakan-tindakan pemerintah;
2)      Tindakan-tindakan pemerintah itu dialokasikan kepada seluruh masyarakat sehingga bersifat mengikat;
3)      Tindakan-tindakan pemerintah itu mempunyai tujuan-tujuan tertentu;
4)      Tindakan-tindakan pemerintah itu selalu diorientasikan terhadap terpenuhinya kepentingan publik.
Jadi, yang menjadi fokus pengkajian dalam kebijakan publik adalah kepentingan publik. Oleh karenanya, dalam konteks ini “kebijakan publik dan pengambil kebijakannya itu (birokrat) harus memiliki orientasi pada kepentingan publik yang kuat atau Islamy menyebutnya dengan semangat kepublikan”.[20]
Beberapa temuan BP3KR menunjukan pemborosan hanya untuk membuat masterplan (design) tentang beberapa sektor yang akan dibangun di Pulaun Dompak, diantaranya :[21]
1.      DED Jembatan Pulau Dompak                       Rp.  2.500.000.000
  1. Master Plan Pulau Dompak                            Rp.  3.000.000.000
  2. DED Terminal Ferry Pelabuhan Dompak       Rp.      600.000.000
  3. DED Kantor Pemprov Kepri                          Rp.  4.000.000.000
  4. DED Landscaping Pulau Dompak                 Rp.  1.200.000.000
  5. DED Jaringan jalan Pulau Dompak                Rp.  1.000.000.000
Total                                        Rp.12.600.000.000
Ini menunjukan suatu angka yang sangat boros hanya untuk merancang suatu pembangunan. Belum terbayang berapa pula dana yang akan digunakan untuk membangun fisik Dompak tersebu, sehingga minimal dana yang dapat dinikmati langsung untuk mensejahtrakan masyarakat Kepulauan Riau.
Pada kesempatan tersebut Islamy mengemukakan bahwa : Kebanyakan warga negara menaruh banyak harapan pada administrator publiknya yaitu dengan harapan agar mereka selalu memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada publik. Untuk dapat menjadi abdi masyarakat yang selalu memperhatikan kepentingan publik, maka administrator publik perlu memiliki semangat “kepublikan” (the spirit of publicness). Semangat responsibilitas administratif dan politis harus melekat juga pada diri administrator publik, sehingga ia dapat menjalankan peran profesionalnya dengan baik. Kalau kepentingan publik adalah sentral maka menjadikan administrator publik sebagai profesional yang proaktif adalah mutlak yaitu administrator publik yang selalu berusaha meningkatkan responsibilitas obyektif dan subyektifnya serta meningkatkan aktualisasi dirinya”.[22]
Berdasarkan uraian ini, dapat dikatakan bahwa orientasi dari kebijakan publik adalah kepentingan publik. Dengan demikian dapat diartikan pula bahwa : Studi ini pada tataran konseptual harus memiliki keberpihakan yang kuat terhadap kepentingan masyarakat, dan berorientasi pada pelayanan kepentingan tersebut. Sebab, seperti telah sering diungkap dimuka bahwa studi kebijakan publik adalah sebuah formula problem solver. Sementara problem yang sesungguhnya itu ada di tengah-tengah riil kehidupan bermasyarakat , artinya problem kebijakan itu tumbuh ditengah-tengah masyarakat. Dan oleh karena itulah ia juga tumbuh bersama dengan kepentingan publik itu sendiri”.
Kebijakan publik secara mendasar merupakan upaya yang dilandasi pemikiran rasional untuk mencapai suatu tujuan ideal diantaranya adalah : Untuk mendapatkan keadilan, efisiensi, keamanan, kebebasan serta tujuan-tujuan dari suatu komunitas itu sendiri. Keadilan pada konteks ini diartikan sebagai memperlakukan seolah-olah seperti sama (treating likes alike), sedangkan efisiensi diartikan usaha mendapatkan output terbanyak dari sejumlah input tertentu. Keamanan diartikan pemuasan minimum atas kebutuhan manusia dan kebebasan diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan sesuatu yang diinginkan sepanjang tidak mengganggu individu lain.[23]
Poin-poin tersebut seringkali dijadikan sebagai “justifikasi dari kebijakan, tindakan pemerintah, atau juga pertimbangan apakah pemerintah akan segera melakukan sesuatu atau tidak melakukannya. Selain itu, poin-poin ini juga dipakai sebagai kriteria untuk mengevaluasi program-program publik dalam hal ini poin-poin tersebut berfungsi sebagai standar atas program yang dievaluasi tersebut” (Wibowo : 2004).
Konsep welfare state atau social service state, yaitu negara yang pemerintahannya bertanggungjawab penuh untuk memenuhi berbagai kebutuhan dasar sosial dan ekonomi dari setiap warga negara agar mencapai suatu standar hidup yang minimal.[24] Konsep welfare state ini merupakan ciri khas dari suatu pemerintahan modern atau negara hukum modern dimana terdapat pengakuan dan penerimaan terhadap peranan administrasi negara sebagai kekuatan yang aktif dalam rangka membentuk atau menciptakan kondisi sosial ekonomi dan lingkungan.
Pemerintah Negara selaku integritas kekuasaan massa harus terus menyesuaikan diri dengan perubahan dan perkembangan masyarakat atau sistem sosialnya sehingga dapat mempertahankan keseimbangan antara peranan atau penyelenggaraan fungsinya dengan tujuan-tujuan yang akan dicapai. Dalam upaya mencapai hal tersebut, tidak saja diperlukan keselarasan atas tujuan-tujuan yang dikehendaki oleh kelompok-kelompok sosial maupun kelompok ekonomi yang terdapat pada negara, akan tetapi juga kreativitas untuk menciptakan secara terarah berbagai kondisi kesejahteraan sosial yang dikehendaki masyarakat.
Perkembangan peranan dan fungsi administrasi negara membawa dampak terjadinya setidak-tidaknya dua masalah penting yaitu, [25] Pertama, dengan makin pesatnya pertambahan jumlah personal penyelenggara fungsi pelayanan publik, maka diasumsikan akan terjadi peningkatan jumlah korban sebagai akibat penekanan rezim pemerintahan. Hubungan asumsi seperti itu mungkin tercermin dari kecenderungan semakin tingginya penyelewengan dan tindakan yang merugikan rakyat dalam mencapai atau mewujudkan kesejahteraan rakyat. Kedua, adalah masalah yang lebih krusial yaitu kemungkinan terjadinya pemusatan kekuasaan pada administrasi negara. Kemungkinan tersebut lebih terbuka dengan diberikannya suatu “kebebasan” untuk bertindak atas inisiatif sendiri (freies Ermussen ; pauvoir discretionare) guna menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapi dan perlu segera diselesaikan.
Untuk menghindari dampak negatif dari perkembangan peranan dan fungsi administrasi negara tersebut, maka konsep negara hukum modern menjadi suatu keharusan sebagaimana dikatakan oleh FJ. Stahl dalam konsepsinya mengenai negara hukum yaitu : [26]
“Negara harus menjadi negara hukum, itulah semboyan dan sebenarnya juga menjadi daya pendorong perkembangan pada zaman baru ini. Negara harus menentukan secermat-cermatnya jalan-jalan dan batas-batas kegiatannya sebagaimana lingkungan (suasana) kebebasan warga negara menurut hukum itu dan harus menjamin suasana kebebasan itu tanpa dapat ditembus. Negara harus mewujudkan atau memaksakan gagasan akhlak dari segi negara, juga langsung tidak lebih jauh daripada seharusnya menurut suasana hukum”.

Konsep ini kiranya sangat relevan dengan konsep welfare state dimana pengertian negara hukum modern, bukan saja menjaga keamanan semata-mata tetapi secara aktif turut serta dalam urusan kemasyarakatan demi kesejahteraan rakyat.
Negara Indonesia jelas merupakan negara yang menerapkan konsep welfare state ini, sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945 pada alinea ke empat yang dijadikan sebagai landasan pembangunan nasional yang dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tujuan nasional yakni :
“Kemudian daripada itu untuk membentuk pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”.

Konsep negara kesejahteraan sebagaimana tersurat pada pembukaan UUD 1945 alinea keempat tersebut di atas diperkuat dengan pernyataan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen ke IV tahun 2002 bahwa negara Indonesia adalah Negara Hukum. Konsekuensi logis yang harus dihadapi sebagai negara hukum dan negara kesejahteraan menurut Sjachran Basah, [27] dalam menemukan pilihan hukum mana yang harus dipakai dalam kehidupan masyarakat terutama di Indonesia, maka conditio sine qua non hukum harus berpanca fungsi secara :
1.      Direktif, yaitu sebagai pengarah dalam pembangunan untuk membentuk masyarakat yang hendak dicapai sesuai dengan tujuan kehidupan bernegara.
2.      Integratif, yaitu sebagai pembina kesatuan bangsa.
3.      Stabilitatif, yaitu sebagai pemelihara (termasuk kedalamnya hasil-hasil pembangunan) dan penjaga keselarasan, keserasian, keseimbangan dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
4.      Perfektif, yaitu sebagai penyempurna terhadap tindakan-tindakan administrasi negara maupun sikap tindak warga dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
5.      Korektif, yaitu terhadap warga negara maupun administrasi negara dalam mendapatkan keadilan.
Sejalan dengan panca fungsi hukum tersebut, maka hukum harus dapat menjawab permasalahan-permasalahan yang timbul akibat terjadinya perubahan-perubahan yang mendasar didalam masyarakat terutama pada era globalisasi atau era perdagangan bebas pada saat ini melalui proses industrialisasi dan transformasi di bidang teknologi informasi. Pembangunan bidang ekonomi yang akan membawa perubahan dan kemajuan dalam peradaban dan kesejahteraan masyarakat perlu diikuti pembangunan dalam bidang hukum sebagai faktor determinan. Menurut Sunaryati Hartono makna dari pembangunan dalam bidang hukum akan meliputi : [28]
1.      Menyempurnakan (membuat sesuatu yang lebih baik),
2.      Mengubah agar menjadi lebih baik dan modern,
3.      Mengadakan sesuatu yang sebelumnya belum ada, atau
4.      Meniadakan sesuatu yang terdapat dalam sistem lama, karena tidak diperlukan dan tidak cocok dengan sistem baru.
Pembangunan hukum yang meliputi keempat usaha tersebut merupakan suatu proses dinamis yang harus dilakukan terus menerus dan bahkan merupakan proses yang tidak akan pernah selesai (never ending process) karena setiap kemajuan akan menuntut perubahan-perubahan yang lebih maju dalam masyarakat yang terus berubah. Satjipto Rahardjo menengarai hal ini dengan menyatakan bahwa apabila berbicara menganai hukum, sasaran pembicaraan bukan hanya berkisar pada hukum sebagai suatu sistem yang konsisten, logis dan tertutup melainkan sebagai sarana untuk menyalurkan kebijakan-kebijakan di dalam pembangunan atau perubahan masyarakat.[29]
Sebagaimana dikatakan oleh Mochtar Kusumaatmadja bahwa “hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat”.[30] Berdasarkan suatu anggapan bahwa hukum tidak hanya bertujuan untuk mencapai ketertiban dan keadilan saja, akan tetapi dapat pula berfungsi sebagai sarana untuk merubah atau memperbaharui masyarakat. Anggapan lain yang terkandung dalam konsespsi hukum sebagai sarana pembaharuan adalah bahwa hukum dalam arti kaidah atau peraturan hukum memamng dapat berfungsi sebagai alat (pengatur) atau sarana pembangunan dalam arti penyalur arah kegiatan manusia kearah yang dikehendaki oleh pembangunan atau pembaharuan.
Hukum sebagaimana tersebut di atas, dapat didekati dari fungsi-fungsi dasar yang dapat dikerjakan hukum di dalam masyarakat yang menunjukkan bahwa hukum memperoleh fungsi yang sesuai dalam pembagian tugas di dalam keseluruhan struktur sosial. Menurut E.A,Goebel, di dalam masyarakat, hukum mempunyai fungsi :[31]
1.      Menetapkan pola hubungan angata anggota-anggota masyarakat dengan menunjukkan jenis-jenis tingkah laku yang mana yang diperbolehkan dan yang mana yang dilarang ;
2.      Menentukan alokasi wewenang memerinci siapa yang boleh melakukan paksaan, siapa yang harus menaatinya, siapa yang memilih sanksi yang tepat dan efektif ;
3.      Menyelesaikan sengketa ;
4.      Memelihara kemampuan masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan kondisikondisi kehidupan yang berubah, yaitu dengan cara merumuskan kembali hubungan-hubungan esensial antara anggota-anggota masyarakat.
Berkaitan dengan fungsi hukum, H.L.A Hart mencoba merumuskan fungsi hukum dengan mengemukakan bahwa inti dari suatu sistem hukum adalah aturan primer dan aturan sekunder. Aturan primer merupakan ketentuan informal mengenai kewajiban-kewajiban yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pergaulan hidup.[32]
Menurut Ronny Hanitijo Soemitrro, hukum mempunyai fungsi sebagai “a tool of social control”, artinya bahwa kontrol sosial merupakan aspek normatif dari kehidupan sosial atau dapat disebut sebagai pemberi definisi dari tingkah laku yang menyimpang serta akibat-akibatnya, seperti larangan-larangan, tuntutan-tuntutan, pemidanaan dan pemberian ganti rugi.[33]
Dari penjelasan tersebut tampak bahwa hukum bukanlah satu-satunya alat pengendali atau social control. Hukum hanyalah salah satu alat social control di dalam masyarakat. Fungsi hukum sebagai alat pengendalian sosial dapat diterangkan sebagai fungsi hukum untuk menetapkan tingkah laku mana yang dianggap merupakan penyimpangan terhadap aturan hukum dan apa sanksi atau tindakan yang dilakukan oleh hukum jika terjadi penyimpangan tersebut. Oleh karena itu, Ronny Hanitijo Soemitro menerangkan bahwa tingkah laku yang menyimpang merupakan tindakan yang tergantung pada kontrol sosial. Ini berarti bahwa kontrol sosial menentukan tingkah laku yang bagaimana yang merupakan tingkah laku yang menyimpang. Makin tergantung tingkah laku itu pada kontrol sosial, makin berat nilai penyimpangan pelakunya.[34]
Berkenaan dengan fungsi hukum sebagai sarana pengendalian sosial berdasarkan pendapat Rony Hanitijo Soemitro dan J.S. Roucek tersebut, Achmad Ali menyimpulkan bahwa.[35]
1.      Fungsi hukum sebagai alat pengendali sosial tidaklah sendirian di dalam masyarakat, melainkan menjalankan fungsi itu bersama-sama dengan pranata sosial lainnya yang juga melakukan fungsi pengendalian sosial.
2.      Fungsi hukum sebagai alat pengendali sosial merupakan fungsi “pasif”, artinya di sini hukum yang menyesuaikan diri dengan kenyataan masyarakat.
Sehubungan dengan hal itu, Achmad Ali berpendapat bahwa :[36]
1.      Fungsi hukum sebagai alat pengendali sosial, dapat dijalankan oleh sesuatu kekuasaan terpusat yang dewasa ini berujud kekuasaan negara yang dilaksanakan oleh “the rulling class” atau suatu “elit”. Hukumnya biasanya berwujud hukum tertulis atau perundang-undangan.
2.      Fungsi hukum sebagai alat pengendali sosial, dapat juga dijalankan sendiri “dari bawah” oleh masyarakat itu sendiri. Hukumnya biasanya berwujud tidak tertulis atau hukum kebiasaan.
Terlaksana atau tidaknya fungsi hukum sebagai alat pengendalian sosial, menurut Achmad Ali ditentukan oleh dua hal, yaitu :[37]
1. Faktor aturan hukumnya sendiri ;
2. Faktor pelaksana (orangnya) hukumnya.
Sebagai undang-undang pada dasarnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta Undang-Undang Nomor 25 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah merupakan sebuah produk hukum yang harus memiliki sisi kepastian hukum sebagai sebuah syarat mutlaknya. Dengan adanya kepastian hukum tersebut, maka konsekuensinya, apa yang diatur dalam produk hukum itu harus ditaati oleh mereka yang dikenai oleh produk hukum itu untuk dilaksanakan dengan baik dan benar.
Namun, dalam kenyataannya seiring dengan implementasi kebijakan otonomi daerah ini menghadapi permasalahan bahwa pemerintah di tingkat daerah dalam mengimplementasikan kebijakan desentralisasi sering tidak sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang ada. Menurut Muchsin dan Fadillah Putra hal yang harus dicatat bahwa :
Kebijakan Publik yang diambil pemerintah di daerah, yang tidak sepenuhnya sejalan dengan perundang-undangan yang ada, itu tidak sama sekali dimaksudkan untuk melanggar hukum, melainkan mereka memandang bahwa kondisi yang ada di daerahnya belum memungkinkan diterapkannya aturan hukum yang ada. Sehingga mereka menganggap perlu adanya sebuah kebijakan di tingkat lokal yang lebih sesuai dengan tuntutan, kondisi dan kebutuhan masyarakat lokal.[38]
Kebijakan desentralisasi  yang diwujudkan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah telah di implementasikan dalam sistem administrasi publik baik di tingkat Pusat, Propinsi maupun Kabupaten/Kota. Implementasi kebijakan publik tersebut dalam kurun waktu 2001-2004 telah dievaluasi kembali dan kedua Undang-Undang tersebut kemudian direvisi dengan Undang-Undang Otonomi Daerah yang baru yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Melihat substansi undang-undang yang baru, nampak terjadinya perubahan dan improvisasi sehingga otomatis akan membawa perubahan pada tahapan implementasi kebijakan publik dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 14 telah ditegaskan secara terperinci urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah kabupaten/kota yang meliputi 16 urusan wajib yaitu : [39]
1.      Perencanaan dan pengendalian pembangunan ;
2.      Perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang ;
3.      Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat ;
4.      Penyediaan sarana dan prasarana umum ;
5.      Penanganan bidang kesehatan ;
6.      Penyelenggaraan pendidikan ;
7.      Penanggulangan masalah sosial ;
8.      Pelayanan bidang ketenagakerjaan ;
9.      Fasilitasi pengambangan koperasi, usaha kecil dan menengah ;
10.  Pengendalian lingkungan hidup ;
11.  Pelayanan pertanahan ;
12.  Pelayanan kependudukan dan catatan sipil ;
13.  Pelayanan administrasi umum pemerintahan ;
14.  Pelayanan administrasi penanaman modal ;
15.  Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya ; dan
16.  Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.

Di samping urusan wajib tersebut, di dalam ayat (2) Pasal yang sama dijelaskan pula mengenai urusan pemerintahan kabupaten/kota yang bersifat pilihan, meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Apabila dibandingkan dengan kewenangan daerah kabupaten/kota yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, maka urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan kabupaten/kota menjadi lebih komprehensif bukan saja mencakup kewenangan penyelenggaraan pemerintahan pada sektor-sektor tertentu, namun lebih mengarah pada fungsi pelayanan publik dalam bidang-bidang kewenangan yang telah di desentralisasikan. Di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 kewenangan penyelenggaraan pemerintahan daerah khususnya kabupaten/ kota lebih mengarah pada dimensi regulasi, fasilitasi dan pelayanan publik. Hal ini sesuai dengan jiwa konsep otonomi daerah itu sendiri yaitu demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat.
Di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 juga diadopsi kembali asas umum penyelenggaraan negara yaitu : asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggaran negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas proporsionalitas, asas profesionalitas, asas akuntabilitas, asas efisiensi dan asas efektivitas. Pencantuman kembali asas-asas umum penyelenggaraan negara di dalam Undang-Undang ini tidak lain ingin mereduksi konsep good governance dalam kebijakan desentralisasi dan penyelenggaraan otonomi daerah.[40]
Berdasarkan pemikiran tersebut, maka implementasi kebijakan publik desentralisasi ke depan harus menekankan prinsip-prinsip good governance pada fungsi-fungsi regulasi, pelayanan publik dan pembangunan kesejahteraan masyarakat. Hal ini berarti kebijakan publik yang di implementasikan dalam sistem administrasi publik di daerah kabupaten/kota benar-benar menerapkan prinsip good governance serta berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Desentralisasi harus mampu mendorong terjadinya layanan publik yang lebih dekat dengan masyarakat yang membutuhkan. Kebijakan publik yang dihasilkan, diharapkan dapat memangkas rentang birokrasi yang panjang untuk menghindari penundaan dan penurunan kualitas dari layanan publik yang menjadi kewajiban negara kepada warganya.
Keberhasilan proses desentralisasi dapat diukur dari kualitas layanan publik yang semakin baik. Kebijakan desentralisasi yang hanya dimaksudkan untuk menggantikan peran pemerintah pusat di daerah tanpa melakukan perubahan pada transaksi sosial yang terjadi, maka sangat sulit diharapkan terjadinya efek positif dari kebijakan publik tersebut oleh sebab itu perbaikan kualitas layanan publik menjadi faktor yang determinan dalam implementasi kebijakan desentralisasi.
Pelayanan publik juga merupakan bagian yang krusial dalam praktek negara demokrasi, bahkan banyak ahli mengatakan bahwa pelayanan publik sebagai demokrasi dalam artian yang sebenarnya karena demokrasi sebagai konsep hanya dapat dirasakan dalam kualitas layanan yang diberikan oleh pemerintah kepada rakyatnya. Dengan tingkat heterogenitas dan penyebaran yang luas, maka sangatlah rentan bagi suatu pemerintahan dapat memenuhi kebutuhan layanan masyarakat sesuai dengan tingkat kebutuhan apalagi tingkat kepuasan rakyat. Dalam konteks ini layanan menjadi tolok ukur penting untuk melihat perjalanan demokrasi dan desentralisasi. Dengan demikian demokrasi dan desentralisasi harus dilihat dari kemampuan pemerintah dan pemerintah daerah dalam melakukan transaksi sosial yang paling nyata dalam kehidupan sehari-hari yaitu layanan publik.
Marsh dan Ian mengemukakan 2 (dua) perspektif yang penting diamati dalam layanan publik yaitu [41]: Pertama, dimensi service delivery agent (dinas atau unit kerja pemerintah) dan Kedua, dimensi customer atau user (masyarakat yang memanfaatkan). Berdasarkan dimensi pemberi layanan perlu diperhatikan tingkat pencapaian kinerja yang meliputi layanan yang adil (dimensi ruang dan klas sosial), kesiapan kerja dan mekanisme kerja (readiness), harga terjangkau (affordable price), prosedur sederhana dan dapat dipastikan waktu penyelesaiannya. Sementara itu dari dimensi penerima layanan publik harus memiliki pemahaman dan reaktif terhadap penyimpangan atau layanan tak berkualitas yang muncul dalam praktik penyelenggaraan layanan publik. Keterlibatan aktif masyarakat baik dalam mengawasi dan menyampaikan keluhan terhadap praktik penyelenggaraan layanan publik menjadi faktor penting umpan balik bagi perbaikan kualitas layanan publik dan memenuhi standar yang telah ditetapkan.


BAB III
PENUTUP
3.1  Simpulan
Berlakunya hukum dimasyarakat akan berakibat terjadinya perubahan sosial pada masyarakat itu sendiri. Dalam hal ini hukum tidak lagi hanya berfungsi untuk menjaga “ketertiban” dalam masyarakat, akan tetapi masyarakat yang sedang membangun yang berarti masyarakat yang sedang berubah dengan cepat, hukum harus membantu proses perubahan masyarakat atau perubahan sosial itu.
Berdasarkan kesimpulan dan pendapat Hukum Badan Perjuangan/Penyelaras Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau (BP3KR) dan Lembaga Kepulauan Center (LSM Kepri Center) serta Organisasi Kemasyarakatan (ORMAS), Organisasi Kepemudaan (OKP) menyimpulkan bahwa : Secara Sosiologis, bahwa masih banyak masyarakat miskin di Kepulauan Riau yang tidak mendapat sentuhan pembangunan dari Provinsi Kepulauan Riau yang baru berumur 2 tahun ini sejak terbentuk. Apabila pemerintah Provinsi Kepulauan Riau tetap memaksakan penggunaan dana APBD  yang mencapai 2 Triliun Rupiah lebih hanya untuk membangun kantor-kantor di Pulau Dompak yang sama sekali tidak menyentuh masyarakat, maka akan bertambahlah kemiskinan di Kepulauan Riau dan akan terlantarlah penyediaan pelayanan untuk mensejahterakan masyarakat karena dana APBD terkuras untuk pembangunan tersebut.
Secara Ekonomis, bahwa  saat ini Pemerintah Kabupaten Bintan akan membangun pusat  pemerintahan di Bintan Buyu. Apabila pemerintah Kabupaten Bintan pindah nantinya, maka akan banyak sekali gedung-gedung perkantoran yang akan mereka tinggalkan dan sangat layak untuk dijadikan perkantoran Provinsi Kepulauan Riau. Begitu juga dengan kantor Gubernur saat ini (eks kantor Bupati Bintan), masih tersedia lahan yang memadai untuk dikembangkan sebagai kantor Gubernur Kepulauan Riau.
Secara Geografis, bahwa apabila pulau Dompak yang letaknya terpisah daratan dengan Tanjungpinang di jadikan sebagai pusat pemerintahan, maka akan menjauhkan dari masyarakat yang berakibat sulitnya masyarakat Kepulauan Riau untuk mendapatkan pelayanan dan berurusan dengan pemerintahan Provinsi Kepulauan Riau. Padahal tujuan dibentuknya Provinsi Kepualaun Riau adalah untuk memperpendek rentang kendali guna memberikan pelayanan yang mudah kepada masyarakat.
Secara Yuridis, ini adalah hal terpenting bahwa secara hukum sesuai dengan Keputusan Menteri  kehutanan no. 173/KPTS/II/ 1986 bahwa pulau dompak adalah kawasan Hutan Konversi dan Hutan Produksi Terbatas, maka apabila membangun dikawasan tersebut adalah merupakan tindak pidana.
Berdasarkan Permendagri No.7 tahun 2006 tanggal 26 maret 2006, kebutuhan ruang kerja SKPD untuk Provinsi adalah 29.222 M2. Sementara ruang kerja yang dipakai oleh Pemprov Kepri adalah 12.467 M2. Terdapat 12 Ruang kerja Sekretariat Daerah Provinsi, dan ternyata sekitar 60% ruangan kerja Pemprov Kepri berada diluar kantor Gubernur dengan total 18 SKPD, yang jaraknya tidak saling berdekatan, hal ini sangat menyulitkan komunikasi. Maka kalau dilihat perbandingannya, sarana ruangan kerja Pemerintahan yang baru dimiliki adalah hanya sebesar 40%.
Bahwa pembangunan yang akan dilaksanakan dipulau dompak adalah mempergunakan system multiyears yang dibayar secara 4 kali angsuran, sehingga tidak mengganggu pembelanjaan public lainnya karena angsuran yang dibayarkan hanya sekitar 30% dari total APBD Prov.Kepri. sedangkan untuk biaya poendidikan selama 2 tahun ini Pemrpov Kepri telah menganggarkan sebesar 20% dari total APBD dan hal ini tidak akan dikurangi. Disamping itu 50% dari total APBD Prov. Kepri telah dianggarkan pula untuk belanja lain-lain. Seperti kesehatan, percepatan pembangunan, saran prasarana penunjang ekonomi desa yang tertinggal selama 2 tahun ini sudah dilaksanakan dengan program ini, termasuk pula program bantuan permodalan bagi koperasi, usaha kecil dan mikro, yang semuanya akan tetap dijalankan dan tidak terganggu dengan pelaksanaan di kawasan pulau dompak tersebut.
Dengan system multiyeras tersebut jelaslah bahwa kebijakan Pemprov. Kepri untuk melaksanakan pembangunan di pulau dompak, biaya-biaya pembangunan tidak saja bersumber kepada APBD Pro. Kepri, tapi juga dari sumber-sumber lainnya yang dimungkinkan dengan ketentuan perundang-Undangan yang berlaku.
Pemahaman masyarakat tentang dasar hukum atau kebijakan publik yang ditetapkan menjadi salah satu faktor penting untuk menjamin standar layanan publik yang berkualitas. Pemahaman masyarakat tentang formulasi kebijakan publik yang mengatur tentang prosedur dan mekanisme pemberian layanan publik dapat diukur dari kemudahan masyarakat untuk memahami prosedur tersebut, kesiapan birokrasi untuk memberikan kejelasan kepada masyarakat, informasi yang transparan tentang standar pelayanan publik dimaksud serta perilaku petugas pelayanan publik terhadap masyarakat dalam praktik penyelenggaraan layanan publik. Formulasi kebijakan tersebut tentunya berada pada tahapan implementasi kebijakan publik yang telah ditetapkan sebelumnya.
3.2  Saran
Pengkajian dan pembahasan mengenai hukum harus bisa membaurkan diri dengan pembicaraan tentang aksi-aksi sosial, tentang hukum sebagai proses dan sebagainya, termasuk dengan benturan-benturan antara produk hukum dalam konteks kebijakan publik yang dihasilkan dengan kebutuhan riil masyarakat umum yang memungkinkan menimbulkan kesenjangan-kesenjangan tertentu antara aspek das sein dan das sollen.
Kehidupan manusia dalam bermasyarakat, bernegara dan berbangsa tidak terlepas dari adanya suatu aturan atau hukum sebagai rambu-rambu yang mengatur masyarakat dalam menjalankan roda kehidupannya agar dapat berjalan dengan tertib. Sebagaimana dalil yang dikenal dalam teori ilmu hukum bahwa “tiada masyarakat tanpa hukum”, demikian pula masyarakat Indonesia tidak terlepas dari dalil tersebut. [42]


DAFTAR PUSTAKA
Ali,Achmad, Menguak Tabir Hukum, Jakarta : Gunung Agung,2002.

Atmosudirdjo, Prajudi, Hukum Administrasi Negara, Jakarta : Ghalia Indonesia , 1986.

Basah, Sjachran, Tiga Tulisan Tentang Hukum ,Bandung, : Armiko, 1986.

Hartono, Sunaryati, Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia, Bandung : Bina Cipta, 1982.

Kusumaatmadja,Mochtar, Fungsi dan Perkembangan Hukum dalam Pembangunan Nasional, Bandung :Binacipta,1970.

Kusumah,Deddy S Brata Dadang S, Otonomi Peneyelenggara Pemerintah Daerah ,Jakarta : PT.Sun, 2003.

Lubis, M.Solly, Kebijakan Publik, Mandar Maju, Bandung, 2007.

Marbun,SF.,dkk (ed), Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara, Jogyakarta : UII Press, 2001.

Muchsin dan Fadilah Putra, Hukum dan Kebijakan Publik, Malang : Averoes Press,2002.

Putra, Fadillah, Paradigma Kritis Dalam Studi Kebijakan Publik, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2001.

Rahardjo, Satjipto, Hukum dan Masyarakat, Bandung : Angkasa,1980.

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Jogyakarta : UII Press, 2002.

Salam, Dharma Setyawan,Otonomi Daerah dalam perspektif lingkungan, Nilai dan Sumber Daya ,Jakarta : Djambatan,2004.

Soemitro,Ronny Hanitijo, Permasalahan Hukum Dalam Masyarakat, Bandung : Alumni,1984.

Thomas R., Dye, Understanding public policy, Prentice Hall, Inc. Englewood Cliffs, 1978.

Wibowo,Eddi, Hukum dan Kebijakan Publik, Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia, Yogyakarta, 2004.

Wojowasito,S.,et.al., Kamus Umum Inggris-Indonesia, Cypress, Jakarta, 1975.
Budiyanto, Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah Terhadap Pelayanan Publik Bidang Perijinan Di Kota Pekalongan, Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta: 2005.

Gubernur Kepulauan Riau Surat No.0326/KDh Kepri.125/08.07 tanggal 28 Agustus 2007, sifat sangat segera menanggapi surat Badan Perjuangan Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau (BP3KR) mempertanyakan Pemborosan pembangunan Dompak.

LSM KEPRI Center dengan surat No.114/KRC/VII/07, tentang PENOLAKAN PEMBANGUNAN PULAU DOMPAK SEBAGAI PUSAT PEMERINTAHAN PROV. KEPRI ditujukan kepada Ketua Komisi I DPR RI di Jakarta dan ditembuskan pada Ketua DPR RI di Jakarta, Pimpinan DPRD Kepulauan Riau dan Gubernur Kepulauan Riau, 10 Desember 2007.

Pernyataan Organisasi Kemasyarakatan (ORMAS), Organisasi Kepemudaan (OKP) SOMASI I dan permintaan Penghentian Pembangunan Dompak yang ditandatangani yaitu : KOMID SBY, Lembaga Kepulauan Center (LSM Kepri Center), PERPAT Center, Forum Masyarakat Aktif dan peduli (LSM FORMAP), Ikatan Keluarga Besar Bintan (IKKB), Badan Perjuangan/Penyelaras Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau (BP3KR), LSM DPMPKR, Persatuan Mahasiswa Tempatan (PERMATA) Se Kepulauan Riau, Barisan Pembela Negeri Lingga, Advocat. SOMASI Ditujukan kepada DPRD Kepri Up. Ketua DPRD Kepri dan Gubernur Kepri, ditembuskan pada Presiden RI, Ketua MPRRI, Ketua DPRRI, Ketua DPDRI, Menteri Dalam Negeri, Bappenas di Jakarta dan Tim ADVOCAT. SOMASI I disepakati pada 11 September 2007. SOMASI II pada 15 September 2007 dan SOMASI III pada 24 September 2007 di Tanjungpinang.



[1] Eddi Wibowo, Hukum dan Kebijakan Publik, Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia, Yogyakarta, 2004, hlm.30-31.
[2] Ibid., hlm. 31.
[3] Ibid.,
[4] Deddy S Brata Kusumah , Dadang S, 2003, Otonomi Peneyelenggara Pemerintah Daerah , Jakarta : PT.Sun hal. 10-13
[5] Pernyataan Organisasi Kemasyarakatan (ORMAS), Organisasi Kepemudaan (OKP) dan BP3KR kepada DPRD Kepri Up. Ketua DPRD Kepri dan Gubernur Kepri, tentang SOMASI I dan permintaan Penghentian Pembangunan Dompak ditandatangani oleh: KOMID SBY, Lembaga Kepulauan Center (LSM Kepri Center), PERPAT Center, Forum Masyarakat Aktif dan peduli (LSM FORMAP), Ikatan Keluarga Besar Bintan (IKKB), Badan Perjuangan Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau (BP3KR), LSM DPMPKR, Persatuan Mahasiswa Tempatan (PERMATA) Se Kepulauan Riau, Barisan Pembela Negeri Lingga, Advocat. ditembuskan pada Presiden RI, Ketua MPRRI, Ketua DPRRI, Ketua DPDRI, Menteri Dalam Negeri, Bappenas di Jakarta dan Tim ADVOCAT. SOMASI I disepakati pada 11 September 2007. SOMASI II pada 15 September 2007 dan SOMASI III pada 24 September 2007 di Tanjungpinang.
[6] surat terbuka LSM KEPRI Center dengan nomor surat 114/KRC/VII/07, kepada Ketua Komisi I DPR RI di Jakarta, tentang Penolakan Pembangunan Pulau Dompak Sebagai Pusat Pemerintahan Prov. Kepri, ditembuskan pada Ketua DPR RI di Jakarta, Pimpinan DPRD Kepulauan Riau dan Gubernur Kepulauan Riau, 10 Desember 2007.
[7] Surat Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Kepri Center Nomor              :104/KRC/VIII/2007, tentang Mohon Penjelasan Status Hukum Pulau Dompak, Tanjungpinang 20 September 2007, ditujukan kepala Badan Planologi Departemen Kehutanan RI UP. Kepala Pusat Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan DR. Ir. Dwi Sudharto, M.Si di BOGOR.
[8] Jawaban Gubernur Kepulauan Riau No.0326/KDh Kepri.125/08.07 tanggal 28 Agustus 2007, sifat sangat segera menanggapi surat Badan Perjuangan Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau (BP3KR) mempertanyakan Pemborosan pembangunan Dompak.
[9] Tanggapan atas SOMASI Hukum BP3KR dan LSM KEPRI Center - Cs oleh Gubernur Kepri melalui Penasehat Hukum Pemprov. Kepri H.Edrward Arfa,SH., pertanggal 01 Oktober 2007, atas dasar surat kuasa khusus Gubernur Kepri tanggal 28 September 2007.
[10] Wojowasito, S., et. al., Kamus Umum Inggris-Indonesia, Cypress, Jakarta, 1975. Hlm.60.
[11] Suandi, I Wayan, Eksistensi Kebijakan Publik Dan Hukum Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Jurnal Ilmiah FISIP Universitas Udayana, Bali Vol. I No. 01, Tahun 2010.
[12] Lubis, M.Solly, Kebijakan Publik, Mandar Maju, Bandung, 2007, hlm.5.
[13] Suandi, Ibid., . .Hlm.12.
[14] Surat Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Kepri Center Nomor:100/KRC/VIII/09, kepada Menteri Kehutanan RI di Jakarta, tentang Pembangunan Pulau Dompak melanggar Kepmenhut 173/Kpts/II/1986, di tembuskan pada Presiden Republik Indonesia dan Komisi II DPR RI di Jakarta, Tanjungpinang 11 Agustus 2009.
[15] Suandi, Ibid., . .Hlm.12-13.
[16] Thomas R., Dye, Understanding public policy, Prentice Hall, Inc. Englewood Cliffs, 1978, hlm. 3-4.
[17] Ibid.,.. Hlm.13-14.
[18] Suandi, Ibid., . .Hlm.13.
[19] Suandi, Ibid., . .Hlm.14.
[20] Fadillah Putra, Paradigma Kritis Dalam Studi Kebijakan Publik, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2001. Hlm.19.
[21] Surat BP3KR kepada Pimpinan DPRD Provinsi Kepulauan Riau  tentang Pemborosan Pembangunan Dompak, Presiden RI di Jakarta, Menteri Dalam Negeri di Jakarta dan Gubernur Kepri di Tanjungpinang, Tanjungpinang, 25 Juli 2007.
[22] Ibid., Hlm.20.
[23] Ibid.,
[24] Prajudi Atmosudirdjo, 1986, Hukum Administrasi Negara, Jakarta : Ghalia Indonesia ,hal.45
[25] Ridwan HR,2002,Hukum Administrasi Negara, Jogyakarta : UII Press, hal.156-160
[26] SF Marbun dkk (ed), 2001, Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara, Jogyakarta : UII Press ,hal.7
[27] Sjachran Basah ,1986, Tiga Tulisan Tentang Hukum ,Bandung, : Armiko , hal.24
[28] Sunaryati Hartono ,1982, Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia, Bandung : Bina Cipta,hal.2
[29] Satjipto Rahardjo, 1980, Hukum dan Masyarakat, Bandung : Angkasa , hal.13
[30] Mochtar Kusumaatmadja, 1970, Fungsi dan Perkembangan Hukum dalam Pembangunan Nasional, Bandung :Binacipta , hal.11
[31] Ronny Hanitijo Soemitro, 1984, Permasalahan Hukum Dalam Masyarakat, Bandung : Alumni,hal.2
[32] Ibid, hal. 5
[33] Ibid, hal. 7
[34] Ibid, hal. 8
[35] Ibid., hal. 15
[36] Achmad Ali ,2002, Menguak Tabir Hukum, Jakarta : Gunung Agung, hal..87
[37] Ibid., hal 90
[38] Muchsin dan Fadilah Putra ,2002, Hukum dan Kebijakan Publik, Malang : Averoes Press, hal.3
[39] Budiyanto, Tesis, Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah Terhadap Pelayanan Publik Bidang Perijinan Di Kota Pekalongan, Program Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta, 2005.
[40] Dharma Setyawan Salam ,2004 ,Otonomi Daerah dalam perspektif lingkungan, Nilai dan Sumber Daya ,Jakarta : Djambatan , hal.107 -110
[41] Ibid., hal 111.
[42] Muchsin dan Fadilah Putra ,2002, Hukum dan Kebijakan Publik, Malang : Averroes Press,, hal.16