Senin, 23 Mei 2011

proses belajar teknik penggunaan model synectik

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam proses belajar mengajar pada dasarnya merupakan proses interaksi antara yang belajar (siswa) dengan pengajar (guru). Seorang siswa telah dikatakan belajar apabila ia telah mengetahui sesuatu yang sebelumnya ia tidak dapat mengetahuinya, termasuk sikap tertentu yang sebelumnya belum dimilikinya. Sebaliknya, seorang guru dikatakan telah mengajar apabila ia telah membantu siswa atau orang lain untuk memperoleh perubahan yang dikehendaki.
Guru sebagai fasilitator dalam proses belajar mengajar hendaknya berupaya menciptakan situasi dan kondisi yang memungkinkan terjadinya proses belajar mengajar yang efektif dan efesien untuk para siswanya. Dalam hal ini dapat meningkatkan efektivitas kegiatan belajar mengajar.
Model mengajar adalah suatu rencana atau pola mengajar yang digunakan oleh guru dalam menyusun kurikulum, mengatur materi-materi pelajaran dan petunjuk bagaimana seharusnya guru mengajar di kelas.
Mengingat beragamnya model mengajar yang telah diterapkan di sekolah-sekolah ini, tentu akan lebih bijaksana bila guru memilih dan mencoba menggunakan model mengajar secara bervariasi untuk meningkatkan kualitas profesi dan produktivitasnya dalam mengacu pada pemenuhan kebutuhan siswa, dan hal inilah yang dilakukan oleh guru-guru di SD Inpres Rappokalling I Makassar untuk mencoba model synectik diterapkan dalam proses belajar mengajar.
Dalam penerapan model synectik ini oleh guru, yakni guru tersebut hanya memberikan gambaran atau informasi tentang suatu bahan pelajaran kemudian siswa atau informasi tentang suatu bahan pelajaran kemudian siswa tersebut mengelolanya sendiri, nanti pada tahap akhir baru guru memberikan bimbingan lagi. Jadi peranan guru hanya memberikan bimbingan pada tahap awal dan tahap akhir kegiatan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mengangkat beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana teknik penggunaan/ penerapan model synectik dalam proses belajar mengajar di SD Inpres Rappokalling I Makassar.
2. Faktor-faktor apa yang menjadi penunjang dan penghambat penerapan model synectik dalam proses belajar mengajar di SD Inpres Rappokalling I Makassar.
C. Hipotesis
Adapun hipotesis yang merupakan jawaban sementara dari permasalahan di atas, adalah:
1. Teknik penerapan model synectik oleh guru-guru dalam proses belajar mengajar adalah model yang berhasil memecahkan masalah atau kesulitan belajar yang mereka miliki.
2. Mengingat bahwa model synectik adalah model pengembangan kreatifitas berfikir siswa untuk memecahkan kesulitan berfikir dalam belajar, berdasarkan analisa tersebut maka dapat dipikirkan bahwa model synectik efektif diterapkan dalam proses belajar mengajar.
D. Pengertian Judul dan Defenisi Operasional
Agar skripsi ini mudah dipahami dan dimengerti dengan jelas, maka akan diberikan pengertian kata-kata yang dianggap penting untuk memahami judul tersebut di atas adapun kata-kata yang dimaksud adalah:
“Model synectik”, model pengembangan kreatifitas untuk memecahkan masalah dengan melatih individu untuk bekerjasama mengatasi problema, sehingga mampu meningkatkan produktivitasnya.1
“Proses Belajar Mengajar, proses komunikasi, proses penyampaian pesan dari sumber pesan melalui saluran atau media tertentu ke penerima pesan.2
Berdasarkan pengertian tersebut di atas, maka penulis dapat menyimpulkan pengertian judul bahwa model synectic dalam proses belajar mengajar adalah model pengembangan kreatifitas untuk memecahkan masalah dengan melatih individu untuk bekerjasama mengatasi problema. Sehingga mampu meningkatkan produktivitasnya dengan melibatkan seluruh komponen yang ada dalam unsur pendidikan baik itu guru, lingkungan siswa, sarana masyarakat sehingga terjadi proses belajar mengajar yang efektif dan efisien, sehingga tercapai tujuan yang diharapkan.
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian adalah sebagai berikut:
a. Untuk memperoleh data tentang sejauhmana penguasaan guru dan pemahaman siswa terhadap mata pelajaran apabila menggunakan model synectik.
b. Untuk mengetahui kerajinan dan perhatian siswa terhadap mata pelajaran apabila menggunakan model synectik dalam proses belajar mengajar di SD Inpres Rappokalling I Makassar.
2. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini pada intinya, sebagai berikut:
a. Untuk menjadi pertimbangan bagi pembaca pada khususnya pendidik dan si terdidik pertimbangan bagi pembaca pada khususnya pendidik dan si terdidik dalam proses belajar mengajar.
b. Agar supaya hasil penelitian nanti dapat memberikan gambaran kepada pembaca tentang hal-hal yang menjadi faktor pendukung didalam pelaksanaan penggunaan model synectik dalam proses belajar mengajar di SD Inpres Rappokalling I Makassar.
c. Memberikan konstribusi pemikiran atau strategi dan operasionalisasi tentang penggunaan model synectik dalam proses belajar mengajar di SD Inpres Rappokalling I Makassar.
d. Supaya hasil penelitian nanti dapat berfungsi sebagai informasi kepada pembaca tentang sejauh mana penggunaan model synectik dalam proses belajar mengajar di SD Inpres Rappokalling I Makassar.

http://www.koleksiskripsi.com/2010/11/penguasaan-guru-dan-pemahaman-siswa.html

Biografi HM.Sani Untung Sabut

Gubernur Kepulauan Riau Muhammad Sani meluncurkan buku otobiografi berjudul Untung Sabut yang menceritakan perjalanan hidupnya sejak kecil hingga menjadi orang nomor satu di provinsi ini.

Sebanyak 1.700 eksamplar buku yang judulnya terinspirasi dari pribahasa Melayu berbunyi “untung sabut timbul, untung batu tenggelam” pun ludes diborong para undangan yang memadati ruang acara di salah satu hotel di Batam Centre, pekan lalu.

“Saya merasa dalam hidup saya dipenuhi keberuntungan, semua berkat perjuangan dan bantuan para sahabat semua. Untuk itu saya wariskan buku ini kepada generasi muda untuk kelak dijadikan referensi dalam hidup,” ujar Sani.

Dia memaparkan peribahasa “Untung Sabut Timbul, Untung Batu Tenggelam” menginspirasinya untuk menamai judul bukunya Untung Sabut yang menyiratkan perjalanan hidup Sani, yang ia rasakan selalu timbul seperti sabut.

Karir kepegawaian pria kelahiran Parit Mangkil, Karimun, pada 11 Mei 1942 ini bermula dari staf pembuat amplop di Kantor Camat Bintan Timur pada 1967 – 1969. Karirnya terus menanjak ketika dia dipercaya menjadi Camat Bintan Timur, selanjutnya pada 1985 – 1993 menjadi Walikota Tanjung Pinang.

Pada 1996 – 1999, Sani menjabat sebagai Sekretaris Daerah Kota Batam, kemudian menjabat sebagai Bupati Karimun pada 2001 – 2005, pada pilkada Gubernur Kepri pertama pada 2005 dia sukses menjadi Wakil Gubernur pertama waktu itu dan pada pilkada 2010 lalu, Sani menjadi Gubernur Kepri yang ke dua.

Buku setebal 319 halaman tersebut berisi tentang kisah hidup Sani selama sejak kecil, ketika dia masih hidup susah hingga pernah putus sekolah. Tapi berkat kesungguhan dan kerja keras, Sani bisa sampai pada kursi Gubernur.

“Walaupun saya sudah berusia 69 tahun, namun saya beruntung masih diberi ‘ujian’ menjadi Gubernur. Tanggung jawab ini yang membuat saya terus semangat dan masih merasa muda,” katanya.

Sementara itu, Rida K Liamsi, CEO Riau Pos Group, mengatakan, sosok Sani merupakan teman seperjuangan yang patut diteladani, dari mulai tutur bahasanya hingga perbuatannya. Semangat hidupnya bisa mengilhami generasi muda untuk terus berkarya mengejar cita-citanya. Keterbatasan bukan merupakan penghalang tapi harus terus berupaya menjadi yang terbaik.

“Saya berharap para tokoh lain di Negeri ini juga meniru hal yang sama, membuat tulisan untuk diwariskan kepada generasi yang nantinya bisa dijadikan referensi. 10 tahun yang lalu saya juga telah membuat hal yang sama,” ujarnya.

Acara peluncuran buku tersebut juga dihadiri mantan Menteri Agama Said Agil Al Munawar, ekonom Faisal Basri, mantan Menteri Kelautan Rohmin Dahuri, pengusaha Setiawan Djodi, serta beberapa pejabat dan mantan pejabat tinggi Indonesia.

http://www.bisnis-kepri.com/index.php/2011/05/m-sani-luncurkan-buku-otobiografi-untung-sabut/

sosialisme ...

Dua dekade telah berlalu sejak runtuhnya Uni Soviet. Riuh sorak kaum borjuis seluruh dunia semakin menggema. Dalam seminar-seminar, mereka antusias berbicara tentang akhir sosialisme, komunisme, dan Marxisme. Bahkan tesis buruk Francis Fukuyama mengenai ‘akhir sejarah’ masih menjadi bahan diskusi penting di kampus-kampus untuk menghujat sosialisme.

Dua dekade dalam kehidupan manusia memang waktu yang cukup panjang. Tetapi dalam hitungan sejarah, ini tidak berarti apa-apa. Dua puluh tahun merupakan waktu yang singkat bagi sejarah. Namun, dalam waktu yang begitu singkat ini, kita telah disuguhi berbagai transformasi yang fundamental. Sepertinya keseluruhan sejarah sedang berjalan terbalik. Kapitalisme, yang dalam kurun waktu satu dekade lebih bersikap congkak, kini mulai tergoncang.

Untuk memahami keterbalikan ini tidaklah harus menjadi seorang Marxis. Karena fakta ini benar-benar nyata di depan mata kita. Bahkan tidak perlu memiliki kecerdasan lebih. Cukup dengan rajin membaca koran dan menonton televisi mengenai realitas ekonomi dan politik yang tengah terjadi. Dua puluh tahun yang lalu, borjuasi menjanjikan kepada kita sebuah dunia yang damai dan makmur – berkat keajaiban sistem pasar bebas, dan tentu saja, demokrasi.

Semua mimpi borjuasi itu hari ini telah menjadi abu. Tak satu pun perspektif dari para ahli strategi modal yang tertinggal. Kini kita diperlihatkan mimpi buruk di mana-mana. Pemulihan ekonomi yang mereka kerjakan sangat rapuh dan berpotensi runtuh dalam waktu yang singkat karena peristiwa-peristiwa tak terduga, seperti kenaikan harga minyak.

Kebobrokan kapitalisme juga bisa kita lihat dengan adanya berbagai perang, terorisme, kekacauan, dan ketidakstabilan. Kapitalisme gagal meyakinkan dunia. Konstruksi ekonomi, politik, dan tata sosial yang dibangunnya bergerak sangat anarkis. Kapitalisme memang berhasil membangun peradaban, tetapi bukan dunia yang damai dan makmur. Kapitalisme hanya berhasil membangun utopia tentang kemakmuran dan kedamaian dunia.

Menurut para teoritisi borjuis, Marx keliru ketika meramalkan mengenai konsentrasi yang tak terelakkan dari modal pada segelintir tangan. Menurut mereka, data statistik justru menunjukkan sebaliknya. Kenyataannya, dalam keseluruhan sejarah, konsentrasi modal tidak pernah sekuat sekarang.

Tuduhan “teoritik” dari para pembela kapitalisme terhadap analisis Marx terbantahkan oleh fakta, di mana, hari ini, 200 perusahaan besar terbukti mengontrol seperempat aktifitas ekonomi di seluruh dunia. Fakta ini sesuai dengan apa yang pernah diramalkan Marx dalam Manifesto Komunis, dan Lenin dalam bukunya Imperialisme.

Gagasan lain dari Marx yang dipersoalkan oleh para kritikus borjuasi adalah gagasan mengenai meningkatnya kemiskinan di bawah kapitalisme. Lagi-lagi fakta menunjukkan ketepatan analisis Marx. Menurut Marx, standar hidup selalu memiliki karakter relatif, bukan absolut. Dan secara relatif, telah terjadi peningkatan secara kolosal perbedaan antara yang kaya dan yang miskin, bahkan di negara-negara terkaya di planet ini, yang dimulai dengan Amerika Serikat.

Tingkat monopolisasi telah mencapai titik ekstrem. Seorang jurnalis progresif, John Pilger, pernah mengungkap sebuah data tentang tingkat monopolisasi ini dalam skala dunia, bahwa General Motors memiliki kekayaan yang lebih besar dibanding dengan keseluruhan ekonomi Denmark, dan Ford, kekayaannya melebihi keseluruhan ekonomi Afrika Selatan. Masih banyak data-data spektakuler serupa yang diungkapkan.

Peristiwa faktual ini mengartikan bahwa kesenjangan akibat kapitalisme mengalami peningkatan pada titik sangat mengerikan. Nilai-nilai kemanusian sudah melebur dalam modal. Harkat sebuah jiwa yang bebas dan memiliki hak atas kekayaan sebuah negeri telah dihancurkan oleh kepentingan para pemilik modal. Gaji besar hanya bisa diakses oleh segelintir orang. Kelas grassroot (buruh, petani, miskin kota) dipandang sebagai komoditas yang menguntungkan. Kelas ini dipaksa untuk menerima jatah yang tak semestinya karena porsi dan kemampuannya. Kemiskinan akibat penindasan menjadi hal yang rasional. Dan, kelas yang tertindas ini diperlakukan seperti domba yang tengah digiring ke tempat pembantaian.

Mengenai perbedaan akut antara yang kaya dan yang miskin ini bukanlah argumentasi yang mengada-ada. Tiger Woods, seorang pemain golf asal Amerika, misalnya, menerima bayaran melebihi gaji seluruh karyawan Nike di Indonesia. Goldman Sachs, sebuah perusahaan investasi dengan 167 patner, mampu menciptakan 2200 juta dolar Amerika per tahun. – sebanding dengan Tanzania, sebuah negeri yang berpenghuni sekitar 25 juta jiwa.

Hal yang sama juga terjadi di Indonesia. Pada tahun 2007, majalah terkemuka, Forbes Asia, mengeluarkan daftar orang terkaya Indonesia. Hasilnya sangat mengejutkan. Keluarga ketua Partai Golkar dan mantan Menteri Kesejahateraan Rakyat, Aburizal Bakrie, menempati ranking pertama dengan total kekayaan 5,4 milyar dolar (sekitar Rp 50 triliun). Kekayaan ini setara dengan defisit di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2008 akibat melonjaknya harga minyak mentah dunia.

Ini sebuah tragedi -- krisis kemanusiaan yang serius. Kita tidak bisa menarik kesimpulan bahwa kapitalisme mampu memecahkan masalah-masalah yang tengah merundung dunia ini. Jika kita percaya bahwa kapitalisme mampu menyelesaikan persoalan-persoalan dunia hari ini seperti yang dijanjikan oleh logika borjuasi, maka kita sama seperti hendak ikut membunuh jutaan manusia dengan sebuah kebodohan yang memalukan.

Terdapat dua kendala besar yang mencegah kemajuan atas kemanusian dan peradaban: pertama, kepemilikan pribadi atas kekuatan-kekuatan produksi, dan kedua, keterbatasan negara-bangsa. Di sini kita memiliki kontradiksi sentral: di satu sisi, kekuatan-kekuatan produktif pada skala dunia telah mencapai level perkembangan yang memungkinkan manusia untuk menyelesaikan semua masalah dan maju ke tingkat budaya dan peradaban yang lebih tinggi. Di sisi lain, kita melihat dunia yang tersiksa karena kelaparan, penyakit, dan perang.

Fenomena ini merupakan gejala penyakit yang tak tersembuhkan, sebuah sistem sosio-ekonomi yang sudah kehilangan pembenarannya untuk ada, yang tidak lagi mampu memajukan kekuatan-kekuatan produktif dan budaya seperti yang terjadi di masa lalu, dan telah memasuki fase degenerasi yang sangat parah – ancaman serius bagi masa depan kemanusiaan.

Meskipun, beberapa tahun lalu, kaum borjuasi Amerika dengan berbagai cara melakukan berbagai cara dalam rangka memulihkan perekonomian, namun standar hidup tidak terlihat meningkat. Upah berada pada level terendah selama beberapa dekade. Pengangguran terus meningkat. Harga minyak naik. Pemerintah terpaksa mengumumkan pemotongan dana pensiun dan jaminan sosial.

Fisika klasik mengatakan bahwa setiap aksi akan menyebabkan sebuah reaksi yang sama dan berlawanan. Hal yang sama juga terjadi dalam politik. Setelah pesta minum usai, rasa sakit bekas mabuk pasti akan hinggap dan kepala akan terasa berat. Telah terjadi gejolak yang jelas di Amerika Serikat. Film dokumenter Michael Moore, Fahrenheit 9/11, film yang mengungkapkan tentang kejadian pra dan pasca tragedi WTC tanggal 9 September, segera memecahkan rekor box-office ketika diputar di seluruh bioskop-bioskop di Amerika. Filmnya tahun lalu, Capitalism: A Love Story, juga populer.

Sudah dua puluh tahun terlewati, di mana sebuah pendulum besar tiba-tiba berayun ke kanan. Tetapi dampak dari runtuhnya Uni Soviet masih tetap menyisakan ingatan. Revolusi Oktober 1917 oleh Lenin dan Trotsky adalah peristiwa besar yang tak pernah dilupakan, meski Stalin telah merusaknya. Serangan atas standar hidup dan kesejahteraan yang terjadi di mana-mana hari ini tengah mempersiapkan sebuah ayunan besar ke arah kiri, ke arah sosialisme.

Melihat kegagalan ini, kaum borjuasi, tentu, tidak tinggal diam. Berbagai sarana propaganda dibangun. Mereka giat menyerang ide-ide sosialisme, komunisme, atau Marxisme. Mereka, dengan dukungan biaya yang besar, dalam forum-forum diskusi, dalam tulisan di koran-koran, dalam tayangan di televisi-televisi, mengatakan bahwa sosialisme telah mati. Padahal yang terjadi sebaliknya. Ideologi yang mereka kini anggap mati malah nampak jelas akan menjadi satu-satunya jalan menuju pembebasan.

Banyak aktivis revolusioner meninggalkan ide-ide sosialisme dengan cara seperti tikus yang melompat dari kapal yang tenggelam. Mereka berlalu dengan senjata dan bagasi menuju barisan kontrarevolusi dan borjuasi – persis seperti tindakan sebagian aktivis kiri Indonesia 98. Mereka sekarang berada di partai-partai borjuis dengan harapan memperoleh kekayaan. Sementara, kawan-kawan seperjuangannya ditinggalkan begitu saja dengan wajah yang tak berdaya. Mereka bertingkah seperti pencuri. Mereka membantu para pemilik modal merampok kekayaan rakyat dengan cara privatisasi. Pengkhianatan ini, sama seperti pengkhianatan yang dilakukan oleh para pemimpin Sosial-Demokrat pada tahun 1914 ketika mereka mendukung Perang Dunia Pertama dan mengirim jutaan buruh ke garis depan peperangan untuk dibantai.

Runtuhnya Uni Soviet telah berlalu dalam sejarah. Hal ini perlu pengakuan obyektif bahwa apa yang tengah runtuh pada saat itu bukanlah sosialisme, seperti tuduhan dari kaum borjuis dan para intelektual oportunis guna menyudutkan sosialisme. Keruntuhan Uni Soviet samasekali bukan representasi dari keruntuhan sosialisme, tetapi karikatur sosialisme birokratis dan totaliter, yang telah merusak sendi-sendi ekonomi terencana dan nasionalisasi yang didirikan oleh Revolusi Besar Oktober 1917.

Tetapi periode setelah runtuhnya Uni Soviet telah banyak memberi data yang cukup untuk menjawab seluruh argumentasi para pembela kapitalis. Bagaimana situasi Rusia hari ini, hanya dua dekade setelah diberlakukannya ekonomi pasar bebas, apakah lebih baik dari sebelumnya? Samasekali tidak, dan sebaliknya, seribu kali lebih buruk. Ini adalah realitas dari utopia kapitalis. Dalam enam tahun pertama reformasi kapitalis, keruntuhan ekonomi terbesar dalam semua sejarah terjadi di Rusia.

Meskipun banyak yang tidak tahu, dan beberapa memang tidak ingin tahu, semua peristiwa-peristiwa ini telah diprediksi sebelumnya oleh seorang teoritikus besar Marxis, Leon Trotsky: “Jatuhnya birokrasi hari ini, jika tidak diganti dengan kekuasaan sosialis baru, akan menandai kembalinya sistem kapitalis dengan turunnya bencana ekonomi dan budaya.”

Dari analisa fakta-fakta dan data, solusi sosialis menjadi kebutuhan yang tak terelakkan. Sosialisme lebih relevan hari ini ketimbang sebelumnya. Sosialisme bukanlah gagasan yang utopis, seperti yang sering dituduhkan oleh para teoritikus borjuis. Mereka yang berbicara tentang utopia sosialisme samasekali tidak memahami situasi yang tengah terjadi saat ini. Kebangkrutan kapitalisme merupakan fakta sejarah. Kesenjangan, penindasan, pemiskinan, kerusakan alam, dll. akibat dari sistem kapitalis, merupakan fakta yang sangat menyedihkan. Tidak ada jalan lain untuk membebaskan semua ini kecuali dengan sosialisme, kerena jalan yang lain adalah barbarisme. Sebagaimana yang pernah dikatakan oleh Marx, “hanya ada dua alternatif bagi kemanusiaan: Sosialisme atau Barbarisme.”
http://militanindonesia.org/teori/sosialisme/8089-sosialisme-dan-masa-depan-manusia.html

Istilah sosialisme atau sosialis dapat mengacu ke beberapa hal yang berhubungan dengan ideologi atau kelompok ideologi, sistem ekonomi, dan negara. Istilah ini mulai digunakan sejak awal abad ke-19. Dalam bahasa Inggris, istilah ini digunakan pertama kali untuk menyebut pengikut Robert Owen pada tahun 1827. Di Perancis, istilah ini mengacu pada para pengikut doktrin Saint-Simon pada tahun 1832 yang dipopulerkan oleh Pierre Leroux dan J. Regnaud dalam l'Encyclopédie Nouvelle[1]. Penggunaan istilah sosialisme sering digunakan dalam berbagai konteks yang berbeda-beda oleh berbagai kelompok, tetapi hampir semua sepakat bahwa istilah ini berawal dari pergolakan kaum buruh industri dan buruh tani pada abad ke-19 hingga awal abad ke-20 berdasarkan prinsip solidaritas dan memperjuangkan masyarakat egalitarian yang dengan sistem ekonomi menurut mereka dapat melayani masyarakat banyak daripada hanya segelintir elite.

Sosialisme sebagai ideologi
Menurut penganut Marxisme, terutama Friedrich Engels, model dan gagasan sosialis dapat dirunut hingga ke awal sejarah manusia dari sifat dasar manusia sebagai makhluk sosial. Pada masa pencerahan abad ke-18, para pemikir dan penulis revolusioner seperti Marquis de Condorcet, Voltaire, Rousseau, Diderot, Abbé de Mably, dan Morelly, mengekspresikan ketidakpuasan mereka atas berbagai lapisan masyarakat di Perancis.

Cabang aliran sosialisme
Sejak abad ke-19, sosialisme telah berkembang ke banyak aliran yang berbeda, yaitu:

* Anarkisme, terutama Sosialisme libertarian
* Anarko-Sindikalisme
* Komunisme
* Marhaenisme
* Marxisme
* Sindikalisme
* Sosialisme Afrika
* Sosialisme Arab
* Sosialisme Demokratik
* Sosialisme International
* Sosialisme Kristen
* Sosialisme Utopia

Gerakan sosio-politik maupun intelektual dalam Marxis-Sosialis dapat dikelompokkan lagi menjadi:

* Albanianisme
* Komunisme konsiliasi
* Juche
* Castroisme
* Komunisme kiri
* Leninisme
* Maoisme
* Marxis humanisme
* Situasionisme
* Stalinisme
* Trotskyisme

Intervensi pemerintah dalam seluruh proses kehidupan ekonomi dan mekanisme pasar dan harga ditiadakan. Dibentuknya badan sentral oleh pemerintah sosialis = the central planning board yang memecahkan masalah-masalah what-how-for whom-when-where.

Mekanisme pasar dan harga dihapus. The central planning board (cpd) merupakan substitut atau pengganti mekanisme harga dan pasar (the Invisible Hand by Adam Smith) yang memecahkan masalah-masalah dasar perekonomian kapitalis seperti masalah what ( alokasi sumber daya alam/sda), how ( masalah pemilihan teknologi), masalah for whom (masalah distribusi output nasional dan pendapatan nasional).
Mekanisme harga dan mekanisme pasar otomatik impersonal bekerja secara objektif. CPB membuat rencana 5 tahun (di Rusia dikenal dengan istilah Gosplan), di Indonesia Repelita. Sasaran yang dicapai mengubah struktur perekonomian Indonesia dari struktur agraris menjadi struktur industrial. Sebelum merubah struktur jarus merubah infrastruktur dan hal ini membutuhkan dana yang besar.

Saat sistem komunis menjadi sosialis maka pemilik sumber daya adalah tuan tanah, setelah itu disosialisasi ( kepemilikkan tuan-tuan tanah oleh dekrit-dekrit diambil oleh negara).
overproduksi =barang-barang tertentu dihasilkan lebih dari kebutuhan.
underproduksi = barang-barang tertentu dihasilkan kurang dari kebutuhan.
Underproduksi mengakibatkan in-efisiensi atau pemborosan.



Daftar pustaka

* Engels, Friedrich. 1884. The Origin of the Family, Private Property and the State. Zurich.
* Fried, Albert. 1964. Socialist Thought: A Documentary History. Garden City, New York: Doubleday Anchor.
* G.D.H. Cole. 1965, 2003. History of Socialist Thought. Macmillan and St. Martin's Press, Palgrave Macmillan (cetak ulang). ISBN 1-4039-0264-X.
* Halevy, Elie. 1937. Histoire du Socialisme Européen. Paris: Gallimard.
* Harrington, Michael. 1972. Socialism. New York: Bantam.
* Ollman, Bertell (ed.). 1998. Market Socialism: The Debate Among Socialists. ISBN 0-415-91967-3.
* Panitch, Leo. Renewing Socialism: Democracy, Strategy and Imagination. ISBN 0-8133-9821-5.
* Weinstein, John. 2003. Long Detour: The History and Future of the American Left. Westview Press. ISBN 0-8133-4104-3.
* Wilson, Edmund. 1940. To the Finland Station: A Study in the Writing and Acting of History. Garden City, New York: Doubleday Anchor.
http://id.wikipedia.org/wiki/Sosialisme
http://id.shvoong.com/business-management/international-business/1914415-mengenal-sosialisme/
http://militanindonesia.org/teori/sosialisme/8089-sosialisme-dan-masa-depan-manusia.html

Minggu, 22 Mei 2011

SKRIPSI : Mutu Pelayanan

PENINGKATAN MUTU PELAYANAN DI KANTOR KECAMATAN HARJAMUKTI 
KOTA CIREBON

1.1 Latar Belakang Masalah
Mutu pelayanan merupakan kunci dari keberhasilan dan kinerja suatu organisasi. Dengan pelayanan yang baik, maka kepuasan dan loyalitas pengguna atau masyarakat dapat dipertahankan dan bahkan ditingkatkan. Henkoff, misalnya berpendapat tidak ada masalah apakah suatu organisasi menciptakan suatu benda yang dapat diraba atau sesuatu yang dapat dirasakan dan dialami tetapi apa yang paling perlu diperhitungkan adalah pelayanan yang dibuat, yakni cara mendisain dan menyampaikan pelayanan produk atau jasa kepada penggunanya.
Sejalan dengan pernyataan di atas adalah kenyataan bahwa para pengguna/masyarakat menuntut agar mereka diperlakukan bukan sebagai target tetapi sebagai individual, persepsi mereka mengenai “perlakuan yang saya terima” adalah sama pentingnya dengan “jasa yang saya butuhkan.”
Di samping itu, dewasa ini masyarakat semakin mementingkan kecepatan dalam pelayanan. Dikatakan oleh Tucker, bahwa masyarakat modern akan tertarik terhadap pelayanan yang dapat menghargai waktu mereka karena kecepatannya, baik itu dalam transaksi, responsi terhadap perubahan kebutuhan dan gaya hidup mereka, ataupun kecepatan responsi terhadap tuntutan-tuntutan baru merupakan faktor yang menentukan keputusan masyarakat untuk tetap loyal.
Seperti diungkapkan pula oleh Kasmir bahwa kenyataannya pelayanan yang baik pada akhirnya akan mampu memberikan kepuasan kepada masyarakat. Pelayanan yang optimal pada akhirnya juga akan mampu meningkatkan image organisasi sehingga citra organisasi di mata masyarakat terus meningkat.
Lebih jauh, terdapat dasar hukum yang menjadi landasan pelayanan publik, adalah Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (KEPMENPAN) No.81 Tahun 1999 tentang Pedoman tata-laksana pelayanan publik yang prima. Pelayanan prima adalah suatu efektifitas dari sistem instansi/organisasi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan berhasil memuaskan kebutuhannya. Pelayanan prima mengharuskan suatu instansi untuk berorientasi kepada masyarakat sebagai pengguna dari jasa pelayanan.
Di bawah ini adalah gambar yang akan menjelaskan mengenai elemen-elemen pelayanan publik.

Gambar 1 Diagram Variable Kualitas Pelayanan
(Sumber: Kepmenpan, No.81 tahun 1999)

(1) Tempat pelayanan: - Ketersediaan tempat yang mudah dijangkau dan nyaman;
- Pengkondisian tata letak peralatan untuk kemudahan
pengguna/masyarakat.
(2) Proses pelayanan: - mampu melayani secara cepat dan tepat;
- Bertanggung jawab kepada pengguna/masyarakat sejak awal
hingga selesai;
- Mampu berkomunikasi dengan sopan dan menyenangkan.
(3) Produktivitas - Tersedianya staf yang baik
Pelayanan: - Ketersediaan produk/jasa yang lengkap
- Ketersediaan teknologi pendukung untuk kemudahan
pengguna/masyarakat
- Ketersediaan bahan-bahan atau alat-alat pendukung lain
(4) Budaya Pelayanan:
- Passionate = sangat bergairah = bersemangat, antusias;
- Progressive = memakai cara yang terbaik/termaju;
- Proactive = tanpa curiga dan kekhawatiran;
- Prompt = sigap dan segera dalam bertindak;
- Proporsional = tidak mengada-ada;
- Functual = tepat waktu.
Dengan demikian, dalam penelitian ini, penulis berusaha untuk mengetahui secara nyata mengenai bagaimana PENINGKATAN MUTU PELAYANAN DI KANTOR KECAMATAN HARJAMUKTI KOTA CIREBON saat ini. Masalah utama tersebut dapat dijabarkan menjadi beberapa submasalah yang menginduk kepada 4 (empat) elemen pokok pelayanan prima seperti yang disebutkan dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (KEPMENPAN) No.81 tahun 1999 yaitu: (1) tempat pelayanan, (2) proses pelayanan, (3) produktivitas pelayanan, dan (4) budaya pelayanan.



1.2 Perumusan Masalah
Penulis dapat merumuskan masalah yang terkait dengan peningkatan mutu pelayanan Kantor Kecamatan Harjamukti Kota Cirebon sebagai berikut:
1. Bagaimana tingkat kualitas tempat pelayanan di Kantor Kecamatan Harjamukti Kota Cirebon?
2. Bagaimana tingkat kualitas proses pelayanan di Kantor Kecamatan Harjamukti Kota Cirebon?
3. Bagaimana tingkat kualitas produktivitas pelayanan di Kantor Kecamatan Harjamukti Kota Cirebon?
4. Bagaimana tingkat kualitas budaya pelayanan di Kantor Kecamatan Harjamukti Kota Cirebon?

1.3 Pembatasan Masalah
Penelitian mengenai pelayanan dan pelaksanaannya telah banyak didiskusikan dan diteliti oleh para ahli dan dimensinya pun berbeda-beda. Dalam hal ini penulis mengidentifikasi masalah-masalah yang timbul, antara lain:
1. Pelayanan yang dilakukan oleh Kecamatan Harjamukti umumnya dipusatkan di kantor Kecamatan yang berada di titik keramaian kota, sehingga agak menyulitkan bagi masyarakat yang tinggal di pedesaan yang jauh dari perkotaan.
2. Sistem pelayanan kepada masyarakat kadang-kadang overload, dikarenakan jumlah staf yang menangani bidang pelayanan tidak sebanding dengan jumlah masyarakat.
3. Budaya pelayanan, seperti keramahan, komunikasi yang baik, dan sebagainya masih harus ditingkatkan.
Dari identifikasi masalah tersebut, akan dilakukan berkaitan dengan masalah utama yang diteliti, yaitu analisis peningkatan mutu pelayanan.
Perlu dilakukan pembatasan masalah dalam penelitian ini agar masalah yang dibahas tidak menjadi terlalu luas sehingga rancu atau tidak terlalu sempit sehingga tidak menarik. Dalam hal ini penulis mencoba membatasi masalah yang ada yaitu penulis hanya akan membahas mengenai peningkatan mutu pelayanan dengan menganalisis 4 elemen pelayanan, yaitu (1) tempat pelayanan, (2) proses pelayanan, (3) produktivitas pelayanan, dan (4) budaya pelayanan.

1.4 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.4.1. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui tingkat kualitas tempat pelayanan di Kantor Kecamatan Harjamukti Kota Cirebon.
2. Untuk mengetahui tingkat kualitas proses pelayanan di Kantor Kecamatan Harjamukti Kota Cirebon.
3. Untuk mengetahui tingkat kualitas produktivitas pelayanan di Kantor Kecamatan Harjamukti Kota Cirebon.
4. Untuk mengetahui tingkat kualitas budaya pelayanan di Kantor Kecamatan Harjamukti Kota Cirebon.

1.4.2 Kegunaan Penelitian
a. Kegunaan Ilmiah
1) Mendapatkan data dan fakta yang valid mengenai kualitas peningkatan mutu pelayanan di Kantor Kecamatan Harjamukti Kota Cirebon.
2) Memberikan sumbangan bagi perkembangan khazanah ilmu pengetahuan, terutama bagi kemajuan ilmu administrasi yang penulis dapat di bangku perkuliahan.
b. Kegunaan praktis
1) Menambah perbendaharaan referensi di Perpustakaan Sekolah Tinggi Ilmu Adminstrasi Kawula Indonesia (STIAKIN), Kota Cirebon.
2) Merupakan sumber referensi bagi jurusan administrasi pemerintahan, yang akan meneliti lebih lanjut mengenai peningkatan mutu pelayanan masyarakat.
3) Memberikan masukan bagi Kantor Kecamatan Harjamukti Kota Cirebon mengenai urgensitas peningkatan kualitas pelayanan.

SKRIPSI : Pajak Reklame Peningkatan PAD

PENGARUH PAJAK REKLAME TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN DAERAH KABUPATEN CIREBON

A. Latar Belakang Masalah
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, maka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dilakukan dengan memberikan kewenangan yang lebih luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada Daerah; dan bahwa dalam penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah merupakan salah satu sumber pendapatan Daerah yang penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan Daerah dan pembangunan Daerah untuk memantapkan Otonomi Daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab.
Kemudian, dalam Pasal 2 Undang-undang tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah disebutkan bahwa jenis pajak Propinsi terdiri dari:
1. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air;
2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air;
3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
4. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.
Sedangkan Jenis pajak Kabupaten/Kota terdiri dari:
1. Pajak Hotel;
2. Pajak Restoran;
3. Pajak Hiburan;
4. Pajak Reklame;
5. Pajak Penerangan Jalan;
6. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C;
7. Pajak Parkir.
Berdasarkan Undang-undang di atas, kaitannya dengan Kabupaten Cirebon sebagai objek penelitian, maka Kabupaten Cirebon memiliki hak dalam pendapatan pajak daerah seperti disebutkan di atas, yang salah satunya adalah dari pajak reklame. Dan berdasarkan Pasal 3 Undang-undang tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta diatur dengan oleh Peraturan Daerah bahwa besarnya pajak untuk cakupan pajak daerah Kabupatan/Kota adalah:
a. Pajak Hotel 10% (sepuluh persen);
b. Pajak Restoran 10% (sepuluh persen);
c. Pajak Hiburan 35% (tiga puluh lima persen);
d. Pajak Reklame 25 % (dua puluh lima persen);
e. Pajak Penerangan Jalan 10% (sepuluh persen);
f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C 20% (dua puluh persen);
g. Pajak Parkir 20% (dua puluh persen).
Berdasarkan Undang-undang di atas, pajak reklame sebagai salah satu pendapatan daerah dari pajak adalah sebesar 25%. Reklame sendiri, berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Cirebon No.9 tahun 1998, adalah ”Benda, alat, perbuatan atau media yang menurut bentuk susunan dan corak ragamnya untuk tujuan komersial, dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan atau memuji suatu barang, jasa atau orang ataupun untuk menarik perhatian umum kepada suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau yang dapat dilihat, dibaca, dan atau didengar dari suatu tempat oleh umum, kecuali yang dilakukan oleh Pemerintah.”
Dengan demikian, dari jumlah dan cakupan pajak reklame dari Undang-undang dan Peraturan Daerah di atas, merupakan hak dari pemerintah daerah dalam pengelolaannya. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai ”PENGARUH PAJAK REKLAME TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN DAERAH KABUPATEN CIREBON”.


B. Perumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, penulis dapat merumuskan masalah utama dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana pendapatan dari Pajak Reklame Pemerintah Kabupaten Cirebon?
2. Bagaimana Pendapatan Daerah Pemerintah Kabupaten Cirebon secara keseluruhan?
3. Apakah terdapat pengaruh antara pendapatan dari Pajak Reklame terhadap Peningkatan Pendapatan Daerah Pemerintah Kabupaten Cirebon?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari setiap penelitian adalah untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan sebagaimana yang telah dirumuskan pada perumusan masalah di atas, yaitu:
1. Untuk mengetahui pendapatan dari Pajak Reklame Pemerintah Kabupaten Cirebon.
2. Untuk mengetahui Pendapatan Daerah Pemerintah Kabupaten Cirebon secara keseluruhan.
3. Untuk mengetahui pengaruh antara pendapatan dari Pajak Reklame terhadap Peningkatan Pendapatan Daerah Pemerintah Kabupaten Cirebon.


D. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Akademik
a. Mendapatkan data dan fakta yang sahih mengenai pengaruh pajak reklame terhadap peningkatan pendapatan daerah Kabupaten Cirebon.
b. Memberikan sumbangan bagi perkembangan khazanah ilmu pengetahuan, terutama bagi kemajuan ilmu administrasi, yang penulis dapat di bangku perkuliahan.
b. Manfaat praktis
a. Menambah perbendaharaan referensi di Perpustakaan Umum STIAKIN, Jakarta.
b. Merupakan sumber referensi bagi jurusan ilmu administrasi, yang akan meneliti lebih lanjut mengenai pengaruh pajak reklame terhadap peningkatan pendapatan daerah Kabupaten Cirebon.
c. Memberikan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Cirebon, mengenai pola pengaruh pajak reklame terhadap peningkatan pendapatan daerah untuk penentu kebijakan di masa mendatang.