Senin, 28 Februari 2022

HARI GINI BELUM KENAL BAPAK BAHASA INDONESIA

 HARI GINI BELUM KENAL BAPAK BAHASA INDONESIA

 Dewasa ini, masih terbilang tidak sedikit yang belum mengenal siapa bapak Bahasa Indonesia. Namun, hampir semua kalangan mengenal siapa sosok Raja Ali Haji. Hal ini menandakan masih ada kiprah penting seorang Raja Ali Haji yang belum diketahui oleh banyak orang terutama generasi milenial. 

Nama Raja Ali Haji memang tidak asing. Sebuah nama yang sudah lama melekat di telinga masyarakat melayu terutama daerah Kepulauan Riau. Penggunaan nama Raja Ali Haji sebagai nama jalan bahkan nama perguruan tinggi membuat karirnya semasa hidup menjadi pertanyaan besar bagi yang ingin mengenal sosok Raja Ali Haji.

Siapa yang tidak kenal dengan sosok Raja Ali Haji dengan karya-karyanya yang monumental. Pahlawan Nasional dari Pulau Penyengat. Raja Ali Haji bin Raja Haji Ahmad lahir di Selangor tahun 1808. Raja Ali Haji merupakan cucu dari pahlawan nasional bernama Raja Haji Fisabilillah yang berdarah Bugis. Dari fakta ini, Raja Ali Haji adalah orang terpandang di istana karena kakeknya adalah Yang Dipertuan Muda di Kesultanan Riau Lingga. Sebagai orang dalam istana, Raja Ali Haji mendapatkan pendidikan yang didapat anak-anak penghuni istana. 

Raja Ali Haji mendapat pendidikan pertama kali dari ayahnya, yaitu ilmu agama. Di bawah bimbingan ayahnya, Raja Ali Haji menunaikan ibadah haji pada tahun 1828, di usia 19 tahun. Mereka sempat tinggal di Tanah Suci selama setahun, untuk menuntut ilmu lebih dalam, khususnya bahasa arab. Di sanalah Raja Ali Haji bertemu dengan ulama-ulama besar Melayu yang berada di Mekah. Di antaranya Syekh Daud al-Fathoni dan Syekh Syihabuddin al-Banjiri. Bersama kedua Syekh tersebut, beliau menelaah berbagai kitab karya para ulama melayu.

Semasa hidupnya, Raja Ali Haji telah menjadi guru, ulama, dan penasihat para raja. Beliau menjadi penasihat tiga orang Yang Dipertuan Muda Riau, yaitu Yang Dipertuan Muda Raja Ali (1845-1857), Yang Dipertuan Muda Raja Abdullah (1857-1858), keduanya merupakan sepupu Raja Ali Haji. Satu lagi yaitu Yang Dipertuan Muda Raja Muhammad Yusuf (1857-1899) merupakan putra dari Yang Dipertuan Muda Raja Ali. Di masa pemerintahan beliaulah Raja Ali Haji ditugaskan untuk membawa alim ulama ke Riau untuk mengajarkan ilmu agama dan al-qur’an baik kepada raja maupun pegawai kerajaan di Pulau Penyengat.

Raja Ali Haji adalah seorang ulama, ahli sejarah, pujangga, penyair, dan bapak Bahasa Indonesia yang mendapat gelar sebagai Pahlawan Nasional pada 10 November tahun 2004 lalu. Selama ini banyak yang mengenal Raja Ali Haji adalah seorang sastrawan melalui karyanya Gurindam Dua Belas. Namun, itu hanya sekelumit kiprah beliau. Suatu hal yang paling berharga bagi bangsa Indonesia adalah Raja Ali Haji merupakan pemersatu bangsa melalui bahasa. Telah kita ketahui bersama, bahasa Indonesia yang selama ini kita gunakan adalah berkat dari seorang pahlawan yang berasal dari tanah Melayu, pulau Penyengat. 

Sebagai generasi penerus, sudah selayaknya memahami dan memaknai perjuangan pahlawan dengan benar. Kita tidak hanya setakat mengetahui sebuah nama karena sering muncul pada nama jalan atau nama instansi yang menggunakan nama Raja Ali Haji. Melainkan harus mengetahui mengapa beliau dikenal banyak orang, ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional, dan apa saja yang menjadi kiprah seorang Raja Ali Haji.

Kiprah Raja Alli Haji bagi bangsa Indonesia di antaranya, sebagai orang pertama yang mencatat dasar-dasar tata bahasa Melayu melalui kitab Pedoman Bahasa. Kitab Pedoman Bahasa merupakan kamus ekabahasa pertama di Nusantara. Kitab ini diawali dengan pengenalan tata bahasa Melayu yang mirip dengan ilmu nahu (tata bahasa) Arab. Kitab Pedoman Bahasa memperkenalkan beberapa istilah yang terdapat dalam agama Islam, sejarah, dan lain-lain disertai contoh dan penjelasan.

Kitab Pedoman Bahasa juga merupakan ensiklopedia Melayu, yaitu mencatat makna kalimat yang selalu digunakan orang Melayu dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan kata lain kitab ini merupakan ensiklopedia Melayu atau kamus umum bahasa Melayu. Kitab ini disusun menurut abjad Melayu, meski hanya sampai pada huruf ca saja. Dengan cara itu Raja Ali Haji berusaha agar pembaca terutama orang Melayu tidak salah paham dalam memaknai kalimat. Selain merupakan ensiklopedia Melayu, Kitab Pedoman Bahasa juga merupaka ensiklopedia Islam, berisi lebih dari dua ribu kata beserta arti dan contohnya. Bermula dari Kitab Pedoman Bahasa inilah kemudian dijadikan bahasa Nasional melalui Kongres Pemuda Indonesia pada 28 Oktober 1928. 

Raja Ali Haji memang penulis aktif dan sangat produktif. Selain kitab Pengetahuan Bahasa, masih ada belasan karya Raja Ali Haji yang lain. Di antaranya, Gurindam Dua Belas, karya ini dianggap monumental. Diterbitkan oleh P.P. Roorda van Ejsinga pada tahun 1847. Terdiri dari dua belas pasal dan dikategorikan sebagai “Syair al-Irsyadi” atau puisi didaktik, karena berisikan nasihat dan petunjuk menuju hidup yang diridhai Allah. Selain itu terdapat pula pelajaran dasar ilmu tasawuf tentang mengenal “yang empat” yaitu sariat, tarekat, hakekat dan ma’rifat. Diterbitkan pada tahun 1854 dalam Tijdshrft van het Bataviaasch Genootschap No.II, Batavia dengan huruf Arab dan terjemahannya dalam bahasa Belanda oleh Elisa Netsher (Yogyakarta: Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu, 2004).

Karya selanjutnya adalah Bustanul Katibin, terdiri dari tiga puluh enam halaman dan ditulis kurang lebih tahun 1857. Bustanul Katibin merupakan karya Raja Ali Haji di bidang bahasa yang membahas tentang tata bahasa Melayu dan ejaan huruf Arab Melayu (U.U. Hamidy, et al. Syair Suluh Pegawai). Salasilah Melayu dan Bugis, adalah sebuah karya sejarah yang menjelaskan tentang asal raja-raja Johor, Pahang dan Riau Lingga. Karya ini dapat menjelaskan peristiwa dalam durasi waktu yang panjang, antara akhir abad ke-17 sampai pertengahan abad ke-18. Tuhfat al Nafis, merupakan karya sejarah, memuat tentang Johor, Pahang dan Lingga, dan lain-lain. Muqaddimah fi Intizham Wazaif al-Muluk, adalah karya di bidang hukum dan tata negara, yang ditulis khusus untuk dijadikan pedoman oleh sepupunya Yang Dipertuan Muda Riau ke-8, Raja Ali bin Ja’far (1845-1857).

Karya berikutnya adalah Tsamarat al-Muhimmah, merupakan karya lainnya di bidang hukum dan tata negara. Ini menjadi kitab undang-undang yang dipakai di Riau. Syair Siti Syianah, adalah sebuah karya sastra yang berbentuk syair, menjelaskan tentang masalah-masalah agama bagi perempuan. Syair Suluh Pegawai (hukum nikah), seperti Syair Shianah, ini juga merupakan karya sastra dengan aksentuasi pada nilai pengajarannya. Syair Sinar Gemala Mestika Alam, adalah karya monumental lain yang ditulis oleh Raja Ali Haji menjelang akhir hayatnya. Syair Abdul Muluk, adalah hasil karya yang relatif panjang, terdiri dari 1818 bait. Naskah aslinya berjudul Hikayat Sultan Abdul Muluk. Syair ini mengisahkan tentang perjalanan hidup Raja Barbari bernama Abdul Muluk.

Karya di atas memperlihatkan bahwa Raja Ali Haji bukan hanya sebatas seorang sastrawan, tetapi juga ahli bahasa, pakar politik dan pemerintahan, sejarawan dan ulama. Ia melahirkan banyak karya. Oleh karena itu, sangat disayangkan jika banyak orang tahu tentang Raja Ali Haji dalam posisinya sebagai penggubah syair Gurindam Dua Belas, tetapi tidak banyak yang tahu bahwa ia masih punya banyak karya lainnya. Di satu sisi, Gurindam Dua Belas memang telah mengangkat namanya, namun di sisi lain, karya itu telah menjadi tabir dan bahkan menyamarkan kebesaran namanya, misalnya bahwa dia adalah juga seorang sejarawan, ahli budaya, ulama, dan pemikir politik. Lebih jauh, Raja Ali Haji telah mengambil peran penting dan strategis dalam kehidupan di kerajaan Riau Lingga. Hal ini karena selain sebagai pemikir Islam, beliau terlibat langsung dalam pemerintahan dan politik praktis, baik sebagai penasihat informal penguasa maupun sebagai pemimpin formal dalam lembaga Ahl al-Hall wa al-Aqdhi. 

Sebagai pemikir Islam (Cendikiawan Muslim), dengan berbagai aspek intelektual yang dimilikinya, ia melahirkan sejumlah karya dalam rangka memberikan ‘pencerahan’ bagi masyarakatnya. Sebagai pemikir yang produktif dan otoritatif di kawasan Melayu Riau, Raja Ali Haji dihormati secara luas. Karya-karyanya berusaha menjangkau pembacanya yang lebih luas melampaui kelompok kecil di Pulau Penyengat. Oleh karena itu ia berhasil menempatkan pengaruh pemikirannya, selalu bergema tidak hanya di kerajaan Melayu Riau tetapi juga di Dunia Melayu pada umumnya.

***