Senin, 19 Juli 2010

Joni Sandra : Memo Untuk Walikota Tanjungpinang

Memo Untuk Walikota Tanjungpinang
Oleh : Joni Sandra
Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara Universitas Maritim Raja Ali Haji 
( UMRAH ) Tanjungpinang

Memo itu karena walikota sangat-sangat sulit ditemui apalagi beramahtamah, disini penulis menggarisbawahi bahwasanya pemerintah belum mampu serius mengurus rakyat. Mulai dari krisis listrik, krisis air, krisis moral, krisis pendidikan, krisis politik, krisis ekonomi (sembako tidak stabil) terus menerus menumpuk di ibukota provinsi kepri yaitu kota tanjungpinang, kita tahu bahwa saat kampanye mereka menggebu-gebu akan memperjuangkan hak rakyat dan APBD itu hak rakyat kata mereka, namun setelah duduk empuk dan telah capek berjanji, mereka dengan mudah mengatakan itukan janji politis bisa iya bisa tidak. Ironisnya sudah dua periode memimpin tanjungpinang belum mampu menunjukkan pogram andalan yang bisa di teladani oleh rakyat, namun ironisnya walikota masih mampu berpuitis untuk rakyatnya.
Aksi massa rakyat bersama elemen organisasi mahasiswa dan pemuda pada 11 januari 2010 lalu yang terulang beberapa kali menerobos kebobrokan managemen PLN Cabang Tanjungpinang, yang dinilai tidak mampu mengatasi krisis listrik dan merasa dirinya (PLN) terpojokkan dan kita ketahui bahwa setiap keputusan harus melalui kebijakan PLN wilayah pekanbaru. Sempat juga sang walikota ikut hadir dalam demo, agar dinilai telah berjuang dan ‘tinggi’ kepeduliannya untuk kebutuhan rakyat, ironisnya bisa dikatakan adakah pemerintah kota tanjungpinang serius mengurus rakyat? Tanyakan pada walikota dan rakyat yang merasa kebijakan apa yang telah srikandi itu buat. Bila benar telah serius mengurus rakyat kenapa harus terjadi krisis dan krisis, bukankah ini kewenangan pemerintah dalam merumuskan public policy (kebijakan publik) yang memihak rakyat atau tidak. Dampak aksi ribuan massa ke PLN itu dinilai membuahkan hasil karena melakukan pressure secara terus menerus agar solusi yang ditawarkan tidak sekedar janji. Dampak aksi itu bisa dirasakan rakyat byarpet PLN tidak berkepanjangan, walaupun masih ramai yang berkeluh kesah akan pelayanan PLN.
Demokrasi itu ‘biang kerok’ policy
Demokrasi untuk politik bagi penulis sederhananya bisa diartikan sebagai langkah strategis untuk mewujudkan kesejahteraan infrastruktur dan suprastruktur kehidupan rakyat, ironisnya langkah itu dijadikan biang kerok menjadikan rakyat semakin termarginalkan lewat public policy non populis dan terkesan otoriterisme.
Demokrasi yang diidentifikasi sebagai proses kepemihakkan kepada mayoritas dan pemberian keadilan terhadap minoritas yang diletakkan sebagai suatu sistem pemerintahan dan secara terus-menerus diupayakan implementasinya oleh segenap komponen bangsa ini, pada tahap awalnya dilandasi oleh sebuah realitas atas pluralitas bangsa Indonesia itu sendiri untuk secara bersama-sama mewujudkan tatanan masyarakat yang adil dan makmur. Itulah yang menjadi tujuan bangsa Indonesia setelah merdeka
Pasca aksi itu seharusnya kita bisa berpikir cerdas dan arif sesuai dengan motto kota tanjungpinang ‘jujur bertutur, bijak bertindak’, patut rakyat mempertanyakan sudah mampukah decision maker dan pelaksananya berpikir dan bertindak demikian dalam public policy-nya yang dijabarkan dalam public service yang selama ini nilainya dipenuhi filosofis dan tebar pesona seorang pemimpin dan tidak sekedar hiasan pin motto didada para pegawainya. Lainnya lagi berbagai study ‘tour’ banding keluar daerah anggota DPRD Tanjungpinang untuk menambah wawasan dan pengetahuan akan Peraturan Daerah yang mereka anggap baik, namun belum tentu baik menurut rakyat, dan rakyat tanjungpinang Cuma mampu berceloteh dikedai kopi tiap paginya melihat ulah nakal decision maker’s yang telah mereka pilih beberapa tahun lalu. Program study banding itu yang bisa kita nilai tanpa memperdulikan multiefek dari pemubaziran uang rakyat itu, yang alasannya sudah diagendakan dalam buku harian setiap aggota dewan dan diplotkan biayanya dalam APBD yang merupakan mayoritas hak rakyat, namun apa yang terjadi, kesempatan itu datang tak kedua kali dalam benak mereka. decision maker saja tidak mampu menjelaskan kepada rakyat, apatah lagi kita rakyat yang tidak dilayani bila meminta pertanggungjawaban jabatannya, nyatanya APBD tiap tahunnya tidak bisa dipegang rakyat, bagaimana rakyat berperan sebagai pengawas jalannya pembangunan bila masih dirasuki pembohongan publik atau mereka berpikir telah mampu membodohi rakyat,why?
Menelaah krisis air dan krisis listrik yang merupakan hak dasar rakyat yang telah diurus dalam UUD 1945 namun, diabaikan pemerintah dalam setiap rumusan public policy-nya, yang penting bagi mereka politik dan politik KKN. Kita sangat menyayangkan sikap pemko tanjungpinang tidak bertanggungjawab akan penjualan air lori ke masyarakat, menurut mereka (dinas kesehatan Tanjungpinang) dan beralasan pengusaha lori air tidak menerima bila diperiksa secara medis, dan air yang dijual bebas ke masyarakat telah berlangsung lama. Bagaimana pula dengan penjualan air isi ulang (air gallon) dan rakyat patut mencurigai kadar kesehatan sumber air yang diambil, lagi dan lagi menguntungkan pengusaha dan itu tentunya merugikan kesehatan rakyat yang akhirnya rakyat jadi korban. Dikemanakan hati nurani mereka Mulai dari Eksekutif, Legislatif, Yudikatif, LPPOM, MUI, pengusaha dan lainnya ketika rakyat butuh perlindungan, butuh pengayoman, butuh public policy yang tidak sekedar live service belaka?. Mereka hanya mampu tegas dengan rakyat ‘lemah’ kecil yang tidak mampu mengkritisi kinerja mereka naïf atau benar, namun mereka lupa sejenak integritas kepemimpinan akan dituntut bila sudah dilahap cacing. Tolong jelaskan secara tegas kepada rakyatmu bila amanah politik itu sesungguhnya pengabdian untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat dan/atau sebalikna?

Tenaga listrik dijual bebas
Lainnya lagi Kita ketahui bersama developer/pengusaha sepertinya mendapat hak istimewa mengenai kebutuhan listrik dari Negara (PLN) yang tentunya pemerintah tahu itu, walaupun mereka beralasan memiliki persediaan listrik yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Namun sangat di sayangkan rakyat di bodohi oleh live service kebijakan yang sangat rapi dan terorganisir dengan baik oleh mereka. Substansi permasalahan krisis listrik bukan tidak cukup, namun PLN yang beralasan sesuai dengan peraturannya ada hak istimewa menjual listrik ke swasta/pengusaha. Sangat di sayangkan Listrik yang merupakan hak dasar rakyat di jual bebas oleh swasta pada rakyat dengan harga yang tinggi, dan tidak menutup kemungkinan pemerintah bersekongkol merapikan kebijakan itu. Buktinya ruko komplek bintan center km.9 menjual listrik dengan bebasnya pada pengguna (rakyat) dengan harga jual Rp 200.000,- Rp 250.000,- per bulannya sesuai dengan ampere yang digunakan. Rakyat yang butuh listrik tunduk dan patuh pada ketentuan itu, sementara pemerintah kita tutup telinga, tutup mata, tutup mulut pada kebijakan swasta yang tentunya merugikan public (rakyat) dan bisa jadi menguntungkan live service yang pemerintah buat agar terlihat dan di nilai elegan yang tercermin dalam APBD tiap tahunnya. Tidak menutup kemungkinan bisa jadi hal ini juga terjadi di daerah perumnas dan daerah lainnya yang tentunya ada PLN Cabang ataupun ranting.
Artinya apa, sumpah jabatan yang pernah diucapkan saat mau menduduki secara sah jabatan dan/atau kursi kekuasaan lima tahunan itu merupakan penjabaran sumpah rakyat yang menghendaki pemimpin/pengurus negeri yang jujur, adil, amanah, al-amin, integritas, berjuang, bekerja, bertanggungjawab. Bila benar-benar dan sungguh-sungguh pemerintah mengurus rakyat, maka tidak akan pernah terjadi ketimpangan public policy saat perumusannya. Hingga detik ini (tulisan ini ditulis) masih adanya keluhan desicion maker agar diikuti rakyat akan kurangnya energy listrik, kurang sumber air bersih, kemiskinan, pengangguran, tindakan kriminal, tindakan amoral, dan itu terjadi karena negeri ini krisis kepemimpinan yang progressif, revolusioner, visioner dan berpegang teguh pada integritas kepemimpinan.
Untuk itu bila benar kepemimpinan itu pengabdian dan amanah, maka tunjukkan pada rakyatmu bahwa dalam kepemimpinan mu serius mengurus rakyatmu, bukan menjadi Lintah Kekuasaan yang melukai amanah rakyat. Lebih jelasnya tanyakan saja langsung ke walikota tanjungpinang (itu pun bila mudah ditemui), jujur saja sangat sulit bertemu pemimpin rakyat itu, ibarat dewa saja, namun sangat disayangkan ½ dewa saja tidak, Pada intinya walikotaku bermain-main dengan amanah rakyat,maaf.
Sekian.

Email aja kritik dan saran nya : jonkepri@ymail.com

Tidak ada komentar: