Jumat, 04 Juni 2010

Israel dan Agenda Tersembunyi

oleh : DR KH A Hasyim Muzadi,
Sekjen International Conferences of Islamic Scholars (ICIS)
Masyarakat dunia marah, setelah menyaksikan kebiadaban pasukan Israel yang menyerang kapal Mavi Marmara yang mengangkut relawan dan bantuan untuk pengungsi Palestina.
Memang dilihat dari mereka yang diserang Israel kali ini, tak bisa dikaitkan dengan perang bermotif agama. Karena, relawan yang ada dalam kapal itu adalah aktivis dari berbagai macam agama. Adapun kemarahan berbagai belahan masyarakat global, itu juga karena motif kemanusiaan, bukan karena motif agama tertentu. Seperti kasus-kasus sebelumnya, meski sudah dihujat berbagai kalangan dari seluruh dunia, Israel seperti tak peduli dengan berbagai kecaman tersebut. Bahkan, Menteri Pertahanan Israel Ehud Barak menyalahkan penyelenggara misi kemanusiaan atas terbunuhnya sekitar 19 relawan. Barak menyebut kedatangan kapal itu sebagai provokasi dan menuding penyelenggara misi terkait organisasi teroris. Demi melanjutkan wilayah yang diklaim sebagai otonominya, Israel siap menerima sanksi apa pun.
Konflik yang Disengaja
Sejak Israel menyatakan kemerdekaannya tahun 1948,negara itu memang secara sengaja mendesain konflik untuk tujuan-tujuan tersembunyi mereka. Jika konflik yang didesain pada sebelum tahun 70-an adalah untuk memperoleh pengakuan internasional atas pernyataan kemerdekaannya. Maka era tahun 80-an dan seterusnya hingga kini targetnya adalah untuk mencapai posisi koeksistensi, yaitu berusaha hidup secara aman dan damai dengan negaranegara tetangganya di Timur Tengah.
Hingga kini Israel beranggapan ancaman nyata bagi koeksistensinya adalah Palestina, terutama kalangan Hamas. Karena itulah Israel tak akan memberikan angin sedikit pun kepada kaum Palestina, termasuk simpatisannya dari luar untuk menguatkan posisi Palestina. Itulah yang dialami enam kapal Freedom Flotilla, terutama kapal Mavi Marmara yang mengangkut 600 relawan. Karena dianggap “bagian dari musuh” yang harus ditumpas, sejumlah kapal patroli Israel mengepung konvoi kapal kemanusiaan itu. Drama penyerangan terekam jelas di televisi, di antaranya tampak satu helikopter di atas Mavi Marmara yang menurunkan belasan tentara Israel sembari menembakkan senjata dan melempar gas air mata ke arah relawan yang sudah berkumpul di geladak Penembakan terus terjadi ketika tentara Israel sudah berada di kapal.
Para relawan yang ketakutan memukul tentara Israel agar menjauh dari kapal.Tapi, tentara Israel terus merangsek masuk.Serangan tentara Israel itu sedikitnya menewaskan 19 orang dan belum diketahui secara pasti berapa angka korban karena Israel disinyalir memutus aliran internet dan telepon satelit di seluruh kapal. Deputi Perdana Menteri Israel Danny Ayalon mengatakan, serangan tentara Israel itu dilakukan karena kapal misi bantuan itu mengangkut senjata untuk Hamas dan Alqaidah. Israel terpaksa menembak karena para relawan menyerang terlebih dulu dengan senjata tajam dan tongkat. Pernyataan seperti ini sudah biasa dilakukan oleh Israel setiap kali melakukan penyerbuan terhadap kaum Palestina dan simpatisannya.
Pihak Freedom Flotilla, Greta Berlin,membantah seluruh tuduhan tak berdasar Israel itu.Pihaknya memastikan,tidak ada senjata api maupun senjata tajam di atas kapal. Sebelum penyerangan, Angkatan Laut Israel mendesak rombongan Freedom Flotilla untuk tidak masuk ke Pelabuhan Gaza tapi ke Pelabuhan Ashdod yang berjarak 30 kilometer dari Gaza. Namun, kapten kapal Mavi menolak. Setelah penyerangan, tentara Israel memerintahkan seluruh penumpang masuk ke dalam kapal. Kapten kapal menaikkan bendera putih. Angkatan Laut Israel menggiring kapal ke PelabuhanAshdod. Israel membolehkan bongkar muat di pelabuhan ini.
Bahan bantuan seperti semen, bahan makanan, pakaian, obatobatan, hingga kursi roda, akan diperiksa dulu sebelum dibawa ke Jalur Gaza. Atas penyerangan ini,Presiden Palestina Mahmoud Abbas meminta agar warga Palestina, baik yang ada di wilayah Palestina sendiri maupun yang ada kamp-kamp pengungsi Palestina di negaranegara Arab lainnya, agar selama tiga hari menyatakan berkabung dengan bendera nasional diturunkan setengah tiang untuk mengekspresikan kecaman dan kesedihan dari kejahatan yang dilakukan Israel.
Menunggu Ketegasan AS
Israel sudah tiga tahun ini memblokade Gaza,akibat blokade ini warga Palestina menderita luar biasa.Penderitaan warga sipil Palestina itu mendatangkan simpati kemanusiaan yang luar biasa dari berbagai belahan dunia. Sejak Agustus 2008 aktivis pro-Palestina delapan kali melakukan pelayaran kemanusiaan. Armada Freedom Flotilla (Armada Kebebasan) yang mengangkut 10 ribu ton bantuan kemanusiaan merupakan pelayaran kesembilan dan sekaligus terbesar ke Gaza. Kapal penumpang terbesar,Mavi Marmara,mengangkut 600 aktivis dari 50 negara.
Penyerangan terhadap konvoi misi kemanusiaan untuk Palestina ini bukan satu-satunya yang dilakukan Israel. Selama ini Israel memang sudah tidak pernah memperhatikan sama sekali etika kemanusiaan. Kepongahan Israel seperti ini karena mereka berada “di atas angin”.Sebab,apapun yang dilakukan Israel selalu mendapat beking dan dukungan penuh dari Amerika Serikat. Terhadap kasus penyerangan kaum relawan internasional ini, Gedung Putih memang memberikan reaksinya, menyesalkan terjadinya korban nyawa dalam peristiwa tersebut. Tetapi, agar kepongahan Israel ini tidak berlarutlarut, mestinya sudah waktunya AS mendorong PBB agar Israel diberi sanksi berat dan mendesak Israel agar membuka blokade yang dilakukan terhadap warga Palestina itu.
Dunia Islam memang banyak berharap pada AS pasca-terpilihnya Barack Obama menjadi presiden AS. Obama memang sudah banyak mengumbar janji di manamana bahwa pihaknya akan mengambil inisiatif untuk melakukan upaya perdamaian di Timur Tengah, terutama konflik Palestina- Israel. Jika saja Obama tidak memanfaatkan kesempatan baik ini untuk mewujudkan perdamaian di Timur Tengah, tidak saja warga AS terutama pendukung Obama yang kecewa, masyarakat dunia terutama kalangan dunia Islam bisa beranggapan tak ada bedanya Obama dengan pemimpin AS sebelumnya. Sudah menjadi rahasia umum bahwa disinyalir kepemimpinan AS sendiri selama ini dikendalikan oleh kekuatan lobi Yahudi.
Maka, jika ada Presiden AS yang tidak mendukung Israel dalam pentas internasional, kalau tidak diancam dibunuh, biasanya masa kepemimpinannya tidak akan diperpanjang. Jika kali ini Obama bisa menghapus kesan stereotip AS sebagai pelindung Israel, dia akan tercatat sebagai presiden yang lain dan berbeda dari Presiden AS sebelumnya. Dunia Islam juga akan mencatat bahwa Obama-lah yang membuka pintu perdamaian sejati di Timur Tengah, terutama mengatasi konflik Palestina-Israel. Wallahu a’lam bishshawab.
Editor: IC
Sumber: Seputarindonesia, 01/06/10

Tidak ada komentar: